Praktisi ISO Management System and Compliance. Blog tentang ISO 9001, SIO 14001, ISO 45001 dan ISO 45001 pada https://www.effiqiso.com/. Menulis Buku :Best Practice for Maintaining ISO 50001 Certification, \xd\xd ISO 9001:2015 A Practical Storytelling Guide for Newcomers, \xd\xd Maintaining Mental Health in the Digital Era.

Satu Tahun Prabowo dan Danantara: Mimpi BUMN atau Ilusi Investasi?

3 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Danantara Indonesia
Iklan

Satu tahun Danantara berdiri. Dibalut ambisi besar dan keterlibatan Prabowo, apakah holding BUMN ini jadi mesin investasi atau ancaman fiskal.

Oleh Bambang RIYADI


Tepat satu tahun lalu, di tengah sorotan media nasional dan harapan besar dari pasar keuangan, Holding Perusahaan Pembiayaan Indonesia (Danantara) resmi diluncurkan. Lahir dari merger sejumlah perusahaan pembiayaan milik negara seperti Bahana, Sarana Multi Infrastruktur (SMI), dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII), Danantara digadang-gadang sebagai "cendekiawan keuangan negara" — entitas strategis yang akan menggerakkan investasi besar di infrastruktur, energi baru terbarukan, dan transformasi digital.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo dan ditugaskan langsung kepada Menteri Pertahanan sekaligus calon penerus estafet kepemimpinan, Prabowo Subianto, hadirnya Danantara bukan sekadar gebrakan ekonomi. Ia adalah simbol pertemuan antara kekuasaan politik dan ambisi ekonomi negara di penghujung era Jokowi.

Tapi kini, setelah satu tahun berjalan, pertanyaan mulai mengemuka: Apakah Danantara benar-benar menjadi mesin penggerak pembangunan nasional? Atau justru hanya ilusi megaproyek dengan risiko investasi yang belum terkalkulasi?


Dari Visi ke Realitas: Apa yang Sudah Dicapai?

Secara struktural, Danantara telah menunjukkan progres. Menjadi holding BUMN pembiayaan terbesar di Indonesia, ia kini mengelola aset senilai Rp487 triliun (data Kementerian BUMN, Agustus 2025) dan menaungi lebih dari 20 anak usaha di bidang penjaminan, pembiayaan infrastruktur, modal ventura, hingga dana pensiun.

Beberapa capaian disorot:

  • Penyaluran pembiayaan Rp124 triliun untuk proyek-proyek strategis, termasuk energi surya di Sumba, jalan tol di Papua, dan revitalisasi industri kecil.
  • Peluncuran Dana Investasi Nasional (National Investment Fund/ NIF) senilai Rp50 triliun, yang bertujuan menarik investor asing tanpa mengorbankan kedaulatan.
  • Kolaborasi dengan lembaga multilateral seperti ADB dan World Bank untuk co-financing proyek hijau.

Namun, di balik angka-angka itu, transparansi masih menjadi isu utama. Laporan keuangan Danantara belum sepenuhnya dibuka untuk publik. Struktur pengambilan keputusan, terutama keterlibatan aktif Prabowo, masih abu-abu.

“Siapa yang memutuskan? Apakah ini dijalankan secara profesional oleh teknokrat, atau dikendalikan dari atas melalui arahan langsung kekuasaan eksekutif?” tanya Dr. Rizal Sukma, peneliti ekonomi politik CSIS.

 

Prabowo di Balik Layar: Presiden atau CEO Negara?

Yang membuat Danantara unik — dan kontroversial — adalah peran sentral Prabowo Subianto. Meski bukan komisaris atau direksi, ia sering tampil dalam rapat strategis, memberi arahan, bahkan menyampaikan visi Danantara di forum internasional.

Ini menimbulkan pertanyaan: Apa dasar hukum Menteri Pertahanan terlibat dalam pengelolaan holding keuangan negara?

Dalam wawancara dengan Tempo, Wakil Menteri BUMN menyebut Presiden Prabowo sebagai "pengarah strategis utama" dalam pembentukan dan arah Danantara. Namun bagi banyak pengamat, ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah kita sedang menciptakan model 'negara korporat' di mana Presiden berperan bukan hanya sebagai kepala negara, tapi juga sebagai CEO holding BUMN terbesar? 

“Ini bukan soal kompetensi Presiden. Ini soal preseden. Jika Presiden aktif mengintervensi operasi bisnis BUMN — meski itu di bawah kendali menteri — maka kita mengaburkan batas antara fungsi pemerintahan dan manajemen korporasi. Besok, siapa yang akan menghentikan intervensi ke sektor lain?” 

Belum lagi soal konflik kepentingan. Prabowo, sebagai calon presiden kuat 2029, kini memiliki akses tidak langsung ke aliran dana negara bernilai ratusan triliun. Bisa jadi ini alat efektif untuk membangun basis dukungan ekonomi — baik melalui proyek, penyerapan tenaga kerja, maupun relasi bisnis.


Janji Investasi vs Risiko Utang Tersembunyi

Salah satu narasi utama Danantara adalah: menarik investasi tanpa menambah utang negara. Caranya? Dengan skema off balance sheet, joint venture, dan kemitraan dengan swasta.

Tapi analisis dari INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) memperingatkan: beban fiskal tetap ada, walau tidak langsung muncul di APBN.

Contohnya, ketika Danantara menjamin proyek jalan tol senilai Rp20 triliun, dan proyek itu gagal, maka negara tetap harus menanggung risikonya. Ini yang disebut sebagai liabilitas tersembunyi (contingent liability) — bom waktu yang bisa meledak jika terjadi krisis.

“Kita sedang membangun istana di atas pasir,” kata Fajar Hilabi, ekonom senior INDEF. “Investasi boleh besar, tapi kalau tidak transparan dan tidak diukur risikonya, kita bisa bangkrut perlahan.”


Isu Hangat: Danantara dan Geopolitik Investasi

Di tengah persaingan AS-China, Danantara juga diposisikan sebagai alat kedaulatan ekonomi. Ia didorong untuk menjauhi pinjaman lunak dari negara yang bermuatan geopolitik, sekaligus menarik investor dari Eropa, Timur Tengah, dan Asia Tenggara.

Tapi realitasnya kompleks. Beberapa proyek besar justru tetap melibatkan konsorsium asing dengan kontrol operasional tinggi. Ada kekhawatiran bahwa dalam nama kolaborasi, kita malah menyerahkan aset strategis.

Misalnya, proyek energi geothermal di Sulawesi yang dikelola bersama perusahaan asing dengan skema 60:40. Kendati Danantara sebagai holding, namun keputusan strategis dominan di tangan mitra asing.


Solusi: Butuh Transparansi, Independensi, dan Pengawasan Ketat

Agar Danantara tidak menjadi "BUMN bayangan" tanpa akuntabilitas, beberapa langkah krusial harus diambil:

  1. Buka Laporan Keuangan Secara Publik
    Sama seperti BUMN lain, Danantara harus wajib menyediakan laporan tahunan yang bisa diakses publik, termasuk audit independen.

  2. Batasi Peran Politisi
    Perlunya kode etik yang jelas: pejabat politik boleh memberi arahan kebijakan, tapi tidak boleh campur tangan dalam operasional bisnis.

  3. Libatkan DPR & BPK Secara Aktif
    Komisi VI DPR harus rutin memanggil manajemen Danantara. BPK perlu melakukan audit khusus minimal dua kali setahun.

  4. Bangun Mekanisme Whistleblower
    Lindungi pegawai atau masyarakat yang melapor dugaan penyimpangan, korupsi, atau konflik kepentingan.

  5. Evaluasi Skema Off-Balance Sheet
    Hitung semua liabilitas tersembunyi dan masukkan dalam perencanaan fiskal jangka panjang.


Penutup: Mimpi Besar Harus Ditemani Tanggung Jawab yang Lebih Besar

Tidak ada yang salah dengan mimpi besar. Indonesia butuh inovasi, butuh terobosan, butuh mesin penggerak investasi yang gesit dan visioner.

Tapi mimpi tanpa pengawasan adalah bencana yang tertunda.

Danantara bisa menjadi tulang punggung transformasi ekonomi nasional — jika dijalankan secara profesional, transparan, dan bebas dari intervensi politik jangka pendek.

Namun jika ia hanya menjadi alat legitimasi kekuasaan, atau sarana konsolidasi ekonomi di tangan segelintir elite, maka ia bukan mesin pembangunan. Ia adalah ilusi yang mahal harganya.

Satu tahun sudah berlalu. Saatnya Danantara tidak hanya bicara tentang skala dan ambisi.

Saatnya ia menjawab: Untuk siapa sebenarnya ia bekerja?

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler