Surat Terbuka dari Kamar 209

Sabtu, 16 November 2024 15:58 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Perempuan Senja
Iklan

Rani, terjaring razia operasi antiprostitusi. Dia pun menulis surat, mencurahan isi hatinya tentang harapan dan impian hidup yang terhormat, namun kini terjebak dalam lumpur stigma.

Kepada siapa pun yang berkenan membaca surat ini,

Perkenalkan, saya Rani, penghuni Kamar 209 di wisma ini. Dengan sangat terpaksa, saya menulis surat ini dari balik jeruji yang lebih menyiksa dari penjara manapun. Di tempat ini, saya bukan hanya terkurung dalam dinding, tetapi juga dalam stigma dan cemoohan yang tidak pernah ada habisnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mungkin Anda tidak mengenal saya. Dan, mungkin Anda tidak peduli. Tapi, izinkan saya bercerita sedikit tentang diri saya dan bagaimana saya bisa berakhir di tempat ini.

Dulu, saya adalah seorang gadis biasa yang punya cita-cita sederhana—menjadi guru. Saya datang dari desa kecil di pinggiran kota, tempat mimpi saya tentang pendidikan dan masa depan selalu tampak cerah.

Namun, mimpi itu perlahan-lahan memudar saat saya menyadari kenyataan pahit kehidupan. Keluarga saya tidak mampu membiayai pendidikan saya lebih lanjut. Dengan penuh harapan dan ketidakpastian, saya merantau ke kota besar, berharap menemukan pekerjaan yang layak.

Setelah berbulan-bulan melamar pekerjaan dan mendapatkan penolakan, saya bertemu seorang wanita yang menjanjikan pekerjaan sebagai pelayan di sebuah kafe. Dia berkata, "Di sini, kamu bisa mendapatkan banyak uang. Kamu hanya perlu sedikit bersabar."

Dengan penuh harapan, saya mengikuti saran tersebut. Saya tak tahu bahwa itu adalah jalan menuju keterpurukan.

Kafe itu ternyata adalah tempat pertama saya terjebak dalam lingkaran gelap dunia ini. Perlahan, saya terperangkap dalam bisnis yang saya anggap sebagai penyelamat, tetapi ternyata menjadi penjara yang lebih kelam.

Meskipun saya berusaha keras untuk tetap berpegang pada mimpi saya, kenyataan lebih sering menghancurkan harapan saya. Setiap kali saya berusaha melarikan diri, saya ditangkap oleh sindikat yang lebih kuat dari saya. Keluarga saya pun, sebagai target empuk, selalu berada dalam jangkauan mereka.

Kemarin malam, saya terjebak dalam razia yang mengubah segalanya. Dalam kerumunan yang panik, saya merasa seperti seekor tikus yang masuk dalam perangkap. Saat petugas membawa kami ke sini, saya melihat berbagai wajah—beberapa terlihat marah, beberapa bingung, dan beberapa yang lain tak terlihat peduli. Saya berharap seseorang akan melihat lebih jauh dari sekadar “pelacur” dan mengerti bahwa kami adalah korban.

Di balik jeruji ini, kami tidak hanya berjuang melawan hukum, tetapi juga melawan stigma. Setiap cemoohan, setiap tatapan jijik yang dilemparkan kepada kami adalah pengingat akan ketidakberdayaan kami.

Ketika aktivis perempuan datang ke tempat ini, mereka hanya berbicara tentang hak-hak kami tanpa memahami apa yang sebenarnya kami hadapi. Mereka melupakan bahwa kami bukan sekadar statistik, tetapi wanita dengan impian yang hancur, terjebak dalam cengkeraman bisnis pelacuran yang kejam.

Saya berharap, dengan surat ini, seseorang akan mendengarkan suara kami. Kami bukan hanya angka dalam laporan razia. Kami adalah ibu, kakak, dan anak perempuan yang terpaksa menjual diri demi bertahan hidup. Dan, meskipun kami terjebak dalam dunia ini, kami tetap manusia dengan harapan dan impian.

Jika Anda membaca surat ini, tolong ingatlah bahwa kami berjuang bukan hanya untuk diri kami sendiri, tetapi juga untuk semua wanita yang terjebak dalam situasi serupa. Jangan biarkan kami terkurung dalam stigma dan label yang tidak adil. Lihatlah kami sebagai makhluk manusia yang berhak atas hidup yang lebih baik.

Saya berharap suatu saat nanti, saya bisa keluar dari sini dan kembali mengejar impian saya. Dan, jika saya tidak bisa, saya berharap suara saya akan menjadi suara bagi mereka yang tidak bisa berbicara.

Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca surat ini. Semoga hati Anda terbuka untuk melihat realita di balik jeruji ini.

Dengan harapan,

 

Rani 

Penghuni Kamar 209

Bagikan Artikel Ini
img-content
Asep K Nur Zaman

Penulis Indonesiana l Veteran Jurnalis

4 Pengikut

img-content

Mr Q

Sabtu, 27 September 2025 06:50 WIB
img-content

Agama, Bola, dan Problem Sosial Generasi Z

Minggu, 21 September 2025 17:20 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content

Doa

Jumat, 10 Oktober 2025 09:38 WIB

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content
Lihat semua