Lahir, Bandar Lampung, Sekolah dan nyantri di Pesantren, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekarang Aktif Berkaligrafi dan menulis Puisi.

Masjid Perdipe: Situs Sejarah Islam di Pagaralam 1479 Masehi

Jumat, 14 Maret 2025 13:22 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Masjid Pardipe
Iklan

Masjid ini kemungkinan didirikan di atas bekas lokasi pemujaan pra-Islam, menunjukkan adanya kontinuitas dalam penggunaan ruang sakral.

***

Masjid Perdipe merupakan salah satu peninggalan sejarah Islam yang terletak di Kota Pagaralam, Sumatera Selatan. Sebagai salah satu masjid tertua di kawasan dataran tinggi Pasemah, Masjid Perdipe tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi juga menjadi saksi bisu perkembangan Islam di tanah Basemah dan memiliki nilai historis yang sangat penting bagi pemahaman dinamika islamisasi di Sumatera bagian selatan.

Artikel ini mengkaji sejarah, arsitektur, dan signifikansi kultural Masjid Perdipe sebagai situs warisan sejarah Islam di kawasan Pagaralam.

Latar Belakang Sejarah

Kehadiran Islam di wilayah dataran tinggi Pasemah, termasuk Pagaralam, diperkirakan bermula sejak abad ke-16 hingga ke-17 Masehi, menyusul jalur perdagangan yang menghubungkan pedalaman Sumatera dengan pelabuhan-pelabuhan di pesisir timur Sumatera (Reid, 2015). Berdasarkan catatan sejarah yang dirangkum oleh Hanafiah (1988), proses islamisasi di kawasan Pasemah tidak terlepas dari pengaruh Kesultanan Palembang Darussalam yang mulai memperluas pengaruhnya ke wilayah pedalaman Sumatera Selatan.

Masjid Perdipe diperkirakan dibangun pada akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19, pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II dari Kesultanan Palembang (Irwanto, 2010). Nama "Perdipe" menurut tradisi lisan masyarakat setempat berasal dari kata "perdi" (tempat) dan "pe" (dua), yang mengacu pada lokasinya yang berada di antara dua sungai. Kajian arkeologis yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Palembang (2012) mengindikasikan bahwa masjid ini kemungkinan didirikan di atas bekas lokasi pemujaan pra-Islam, menunjukkan adanya kontinuitas dalam penggunaan ruang sakral.

Arsitektur dan Karakteristik Fisik

Masjid Perdipe memperlihatkan perpaduan arsitektur tradisional Sumatera Selatan dengan pengaruh Islam. Struktur bangunan utama masjid berbentuk persegi dengan atap tumpang tiga yang merupakan ciri khas arsitektur masjid Nusantara awal. Menurut Handinoto (2007), atap tumpang bertingkat pada masjid-masjid awal di Nusantara merupakan adaptasi dari bentuk meru (gunung suci) dalam kosmologi Hindu-Buddha yang kemudian diislamisasi.

Material utama yang digunakan dalam konstruksi masjid adalah kayu ulin (kayu besi) yang terkenal dengan ketahanannya terhadap cuaca dan serangga. Tiang-tiang penyangga masjid yang berjumlah empat (saka guru) memiliki ukiran tradisional Basemah dengan motif flora dan geometris tanpa unsur figuratif, mencerminkan adaptasi seni ukir lokal terhadap prinsip non-representasional dalam seni Islam.

Mimbar masjid terbuat dari kayu dengan ukiran kaligrafi Arab dan motif floral yang rumit, menunjukkan tingkat keahlian yang tinggi dalam seni ukir. Menurut Susanto (2019), gaya ukiran pada mimbar Masjid Perdipe memperlihatkan pengaruh seni ukir Palembang yang berkembang pada masa Kesultanan Palembang Darussalam, namun dengan adaptasi lokal yang khas Basemah.

Berbeda dengan banyak masjid kuno lainnya di Indonesia, Masjid Perdipe tidak memiliki bedug besar sebagai penanda waktu shalat. Sebagai gantinya, terdapat kentongan kayu yang dipercaya telah ada sejak masa awal pembangunan masjid. Hal ini, sebagaimana dicatat oleh Djohan (2018), kemungkinan mencerminkan adaptasi praktik Islam dengan tradisi lokal Basemah.

Peran Sosial dan Kultural

Sepanjang sejarahnya, Masjid Perdipe tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi juga pusat aktivitas sosial dan pendidikan Islam di kawasan Pagaralam. Menurut catatan sejarah yang dikompilasi oleh Ardiansyah (2017), masjid ini pernah menjadi pusat pengajian Al-Quran dan kitab-kitab klasik Islam (pesantren tradisional) yang diasuh oleh para ulama yang memiliki jaringan dengan pusat-pusat keilmuan Islam di Palembang dan bahkan Haramain (Mekah dan Madinah).

Dalam struktur sosial masyarakat Basemah tradisional, Masjid Perdipe menempati posisi penting sebagai institusi yang menjembatani antara adat (tradisi) dan syariat (hukum Islam). Pemuka agama yang terkait dengan masjid ini, yang dikenal dengan sebutan "Kyai" atau "Krie", memiliki posisi yang setara dengan pemimpin adat dalam hierarki sosial masyarakat Basemah. Khoiri (2016) mencatat bahwa dalam praktik penyelesaian sengketa di masyarakat Basemah, forum musyawarah sering diadakan di serambi Masjid Perdipe dengan melibatkan baik pemuka agama maupun pemimpin adat.

Selain itu, Masjid Perdipe juga menjadi tempat penyelenggaraan berbagai ritual dan perayaan Islam yang telah beradaptasi dengan konteks lokal. Misalnya, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Perdipe menampilkan unsur-unsur tradisi lokal seperti sedekah nasi lemak dan pembacaan syair-syair pujian dalam bahasa Basemah (Rahmah, 2020). Fenomena ini menunjukkan bagaimana Islam dan budaya lokal Basemah berinteraksi dalam proses akulturasi yang dinamis.

Masjid Perdipe Sebagai Pusat Perlawanan Anti-Kolonial

Aspek menarik dari sejarah Masjid Perdipe adalah perannya selama periode perlawanan terhadap kolonialisme Belanda. Ketika Perang Palembang meletus pada awal abad ke-19, kawasan Pasemah termasuk Pagaralam menjadi basis perlawanan terhadap Belanda. Menurut Zed (2011), banyak pemuka agama dan jamaah Masjid Perdipe yang terlibat dalam gerakan perlawanan ini.

Penelitian historis yang dilakukan oleh Abdullah (2014) mengungkapkan bahwa Masjid Perdipe pernah menjadi tempat pertemuan para pejuang lokal yang dipimpin oleh tokoh agama setempat. Khutbah-khutbah Jumat di masjid ini sering memuat pesan-pesan perlawanan terhadap penjajah yang dikemas dalam narasi keagamaan. Fenomena ini sejalan dengan pola umum perlawanan anti-kolonial di Nusantara yang sering berpusat di institusi-institusi keagamaan seperti masjid dan pesantren.

Selama periode Perang Kemerdekaan (1945-1949), Masjid Perdipe kembali menjadi pusat koordinasi perjuangan masyarakat Pagaralam melawan Belanda. Beberapa dokumen sejarah yang dikaji oleh Rasyid (2016) menunjukkan bahwa struktur bawah tanah masjid pernah digunakan sebagai tempat penyimpanan senjata dan persembunyian para pejuang kemerdekaan.

Upaya Pelestarian dan Tantangan Kontemporer

Sebagai situs bersejarah, Masjid Perdipe menghadapi berbagai tantangan dalam upaya pelestariannya. Renovasi yang dilakukan pada tahun 1980-an, meskipun dimaksudkan untuk memperkuat struktur bangunan, telah mengubah beberapa elemen asli masjid. Menurut Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi (2015), beberapa material kayu asli diganti dengan beton, dan ornamen-ornamen tertentu mengalami modifikasi yang mengurangi nilai historisnya.

Pemerintah Kota Pagaralam, bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada tahun 2018 telah menginisiasi program revitalisasi Masjid Perdipe dengan pendekatan yang lebih memperhatikan aspek keaslian dan integritas situs. Program ini mencakup dokumentasi komprehensif, restorasi fisik, dan pengembangan masjid sebagai destinasi wisata religi dan sejarah (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pagaralam, 2018).

Tantangan lain dalam pelestarian Masjid Perdipe adalah kurangnya dokumentasi tertulis mengenai sejarah awal masjid ini. Sebagian besar narasi historis tentang masjid bertumpu pada tradisi lisan yang diturunkan dari generasi ke generasi, yang rentan terhadap distorsi dan kehilangan. Untuk mengatasi hal ini, beberapa peneliti lokal seperti Yusuf (2021) telah melakukan upaya pengumpulan dan perekaman narasi-narasi oral mengenai Masjid Perdipe dari para tetua masyarakat Pagaralam.

Masjid Perdipe dan Identitas Kultural Basemah

Keberadaan Masjid Perdipe tidak terlepas dari konstruksi identitas kultural masyarakat Basemah kontemporer. Sebagai situs yang mewakili pertemuan antara Islam dan tradisi lokal, masjid ini menjadi simbol identitas Basemah yang telah mengalami islamisasi namun tetap mempertahankan elemen-elemen budaya aslinya.

Dalam studi etnografisnya, Hasnah (2019) mencatat bahwa masyarakat Basemah di Pagaralam sering merujuk pada Masjid Perdipe ketika membicarakan sejarah lokal dan identitas mereka. Ungkapan lokal "anak cucu Perdipe" (keturunan Perdipe) digunakan untuk menunjukkan identitas Muslim Basemah yang memiliki akar historis yang kuat di kawasan ini.

Festival tahunan yang diselenggarakan di kompleks Masjid Perdipe, yang menampilkan perpaduan antara ritual keagamaan Islam dan seni pertunjukan tradisional Basemah, menjadi arena kontemporer bagi negosiasi dan artikulasi identitas kultural (Mahdi, 2022). Fenomena ini menunjukkan bahwa Masjid Perdipe bukan sekadar artefak masa lalu tetapi entitas hidup yang terus berperan dalam dinamika kultural masyarakat Basemah.

Perspektif Komparatif: Masjid Perdipe dalam Konteks Regional

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang signifikansi Masjid Perdipe, penting untuk menempatkannya dalam konteks regional yang lebih luas. Jika dibandingkan dengan masjid-masjid kuno lainnya di Sumatera, seperti Masjid Agung Palembang atau Masjid Jamik Kerinci, Masjid Perdipe memperlihatkan karakteristik unik yang mencerminkan adaptasi Islam dalam konteks budaya Basemah yang spesifik.

Berbeda dengan Masjid Agung Palembang yang memperlihatkan pengaruh kuat arsitektur Timur Tengah dan Cina, arsitektur Masjid Perdipe lebih mencerminkan pengaruh vernakular lokal dengan adaptasi minimal terhadap elemen-elemen arsitektur Islam global. Menurut analisis komparatif yang dilakukan oleh Nasir (2017), hal ini kemungkinan terkait dengan posisi geografis Pagaralam di dataran tinggi Pasemah yang relatif terisolasi dari pusat-pusat perdagangan internasional.

Dalam konteks pola islamisasi, Masjid Perdipe juga memperlihatkan perbedaan dengan proses serupa di kawasan pesisir Sumatera. Jika di kawasan pesisir seperti Palembang atau Jambi, islamisasi lebih banyak didorong oleh jaringan perdagangan internasional dan interaksi langsung dengan pedagang Muslim dari berbagai belahan dunia, islamisasi di kawasan Pasemah lebih banyak dimediasi oleh pusat-pusat kekuasaan Islam lokal seperti Kesultanan Palembang (Azra, 2004).

Masjid Perdipe di Pagaralam merupakan situs sejarah Islam yang memiliki signifikansi kultural, historis, dan arsitektural yang penting. Sebagai salah satu masjid tertua di kawasan dataran tinggi Pasemah, masjid ini menjadi bukti material dari proses islamisasi yang berlangsung di kawasan ini sejak beberapa abad lalu. Arsitektur masjid yang memadukan unsur tradisional Basemah dengan prinsip-prinsip Islam mencerminkan proses akulturasi yang dinamis antara Islam dan budaya lokal.

Sepanjang sejarahnya, Masjid Perdipe telah menjalankan berbagai fungsi, tidak hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga pusat pendidikan Islam, arena negosiasi antara adat dan syariat, basis perlawanan anti-kolonial, dan simbol identitas kultural. Hingga saat ini, masjid ini terus menjadi entitas hidup yang berkontribusi pada konstruksi dan artikulasi identitas masyarakat Basemah kontemporer.

Upaya pelestarian Masjid Perdipe sebagai situs cagar budaya menghadapi berbagai tantangan, mulai dari degradasi fisik bangunan hingga kurangnya dokumentasi tertulis mengenai sejarah awalnya. Namun, inisiatif yang diambil oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah dan komunitas lokal, memberikan harapan bahwa warisan sejarah Islam yang berharga ini akan tetap terjaga untuk generasi mendatang.

Studi lebih lanjut tentang Masjid Perdipe, dengan pendekatan multidisipliner yang menggabungkan arkeologi, sejarah, antropologi, dan kajian keislaman, diperlukan untuk mengungkap lapisan-lapisan makna dan signifikansi situs bersejarah ini secara lebih komprehensif. Hal ini tidak hanya akan memperkaya pemahaman kita tentang sejarah Islam di Sumatera Selatan tetapi juga memberikan wawasan berharga tentang dinamika pertemuan antara Islam dan budaya-budaya lokal di Nusantara secara umum.

Bagikan Artikel Ini
img-content
AW. Al-faiz

Penulis Indonesiana

5 Pengikut

img-content

Gigi

Sabtu, 26 April 2025 07:43 WIB
img-content

Surat

Kamis, 24 April 2025 20:12 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Travel

img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Travel

Lihat semua