Sejarah dan Perkembangan Bahasa Indonesia Dari Bahasa Melayu ke Bahasa Persatuan
Jumat, 25 April 2025 21:39 WIB
Iklan
Bahasa Indonesia, yang berasal dari bahasa Melayu, telah memainkan peran krusial dalam menyatukan berbagai kelompok etnis di Nusantara.
Sejarah dan Perkembangan Bahasa Indonesia:Dari Bahasa Melayu ke Bahasa Persatuan

Cover
Pendahuluan
Indonesia, sebagai negara dengan keragaman etnis, budaya, dan bahasa, membutuhkan alat pemersatu yang efektif. Bahasa Indonesia, yang berasal dari bahasa Melayu, telah memainkan peran krusial dalam menyatukan berbagai kelompok etnis di Nusantara. Pemilihan bahasa Melayu sebagai dasar bahasa nasional didasarkan pada pertimbangan historis, politis, dan praktis.
Asal-Usul Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia berakar dari bahasa Melayu, yang telah digunakan sebagai lingua franca di Asia Tenggara sejak abad ke-7. Prasasti Kedukan Bukit (683 M) dan Talang Tuo (684 M) menjadi bukti awal penggunaan bahasa Melayu di wilayah Sumatera Selatan. Perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia bermula dari fungsinya sebagai bahasa perdagangan di pelabuhan-pelabuhan Nusantara dan sebagai sarana penyebaran agama Islam. Sejak abad I Masehi, kawasan Asia Tenggara telah menjadi bagian dari dua jalur perdagangan penting: jalur sutera (darat) dan jalur rempah-rempah (laut).
Bahasa Melayu mulai berkembang pesat seiring dengan aktivitas perdagangan maritim sejak abad ke-7 M, saat munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha, hingga masa kerajaan Islam dan kedatangan bangsa Eropa pada abad ke-17. Bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa pengantar dalam perdagangan, politik, dan budaya.
Kemajuan perdagangan memperluas penyebaran bahasa Melayu, yang digunakan oleh para pedagang di berbagai wilayah Nusantara termasuk Jawa, Kalimantan, Sulawesi, hingga Filipina Selatan. Kerajaan Sriwijaya juga turut menyebarkan bahasa ini melalui wilayah kekuasaannya.
Pada masa pergerakan nasional, organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indische Partij menggunakan bahasa Melayu dalam komunikasi mereka. Pendudukan Jepang turut menyebarluaskan penggunaan bahasa Indonesia hingga ke desa-desa dan menggantikan istilah-istilah Belanda dengan istilah lokal.
Peran dalam Pergerakan Nasional
Pada awal abad ke-20, bahasa Melayu digunakan oleh para pejuang kemerdekaan sebagai alat komunikasi dan penyebaran ide-ide nasionalisme. Penggunaan bahasa Melayu dalam surat kabar, pidato, dan tulisan memperkuat identitas nasional yang sedang tumbuh. Pada Kongres Pemuda I tahun 1926, M. Tabrani mengusulkan penggunaan istilah "bahasa Indonesia" untuk menggantikan istilah "bahasa Melayu". Usulan ini kemudian diadopsi secara resmi pada Sumpah Pemuda tahun 1928, yang menyatakan komitmen para pemuda untuk menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Bahasa Melayu Klasik
Kejayaan zaman bahasa Melayu Klasik ini dapat digolongkan menjadi tiga yaitu (1) zaman kerajaan Malaka, (2) zaman kerajaan Aceh, dan (3) zaman kerajaan Johor-Riau. Pada masa ini terdapat penulis-penulis penting, diantaranya Hamzah Fansuri, Syamsuddin al-Sumaterani, Syeikh Nuruddin al-Raniri,dan Abdul Rauf al-Singkel. Adapun ciri-ciri Bahasa Melayu Klasik adalah (1) panjang, berulang-ulang dan berbelit-belit, (2) istanasentris, (3) terdapat kosa kata klasik, misalnya ratna mutu manikam, edan kesmaran (mabuk asmara), sahaya, masygul (bersedih).
Bahasa Melayu Modern
Tulisan Munsyi Abdullah pada abad ke-19 dianggap sebagai permulaan zaman bahasa Melayu Modern. Sebelum zaman penjajahan negara-negara Eropa bahasa Melayu mencapai puncak kejayaan. Pada masa ini terdapat banyak pengaruh bahasa Jawa. Bahasa Jawa dan bahasa Melayu merupakan bahasa serumpun. Penyebaran pengaruh bahasa Jawa dalam bahasa Melayu melalui penyebaran cerita panji dan melalui interaksi sosial. Migrasi orang Jawa ke tanah Melayu telah ada sejak zaman kesultanan Melayu Malaka. Orang Jawa menempati area secara berkelompok yang kemudian dikenal dengan sebutan Kampung Jawa dan Parit Jawa. Berikut beberapa contoh serapan bahasa Jawa:
Kosa kata Arti
Andong = Kereta kuda
Batok = Tempurung
Berangasan = Mudah naik darah
Wedana = Ketua daerah
Adipati = Raja
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Resmi Negara
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 UUD 1945. Penetapan ini menandai dimulainya era baru bagi bahasa Indonesia, yang kemudian digunakan dalam pemerintahan, pendidikan, dan media massa. Penggunaan bahasa Indonesia secara luas memperkuat identitas nasional dan memfasilitasi komunikasi antar kelompok etnis di Indonesia.
Perkembangan Ejaan dan Tata Bahasa
Seiring dengan perkembangan zaman, bahasa Indonesia mengalami beberapa perubahan dalam ejaan dan tata bahasa. Ejaan Van Ophuijsen (1901) merupakan sistem ejaan pertama yang digunakan secara resmi, diikuti oleh Ejaan Republik (1947), Ejaan Melindo (1959), dan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada tahun 1972. Ejaan yang disempurnakan oleh (EYD) ini Ejaan yang merupakan penyempurnaan dari ejaan-ejaan sebelumnya yang termuat dalam Surat Keputusan Presiden No. 57 tanggal 16 Agustus 1972 dan sampai sekarang menjadi ejaan resmi di Indonesia. Ejaan ini mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1972 dipakai oleh masyarakat bahasa Indonesia. Isinya terutama bertujuan untuk menyeragamkan penulisan bahasa Indonesia menuju arah pembakuan atau standardisasi ejaan. Dalam sistem ejaan ini diatur pemakaian huruf, penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca. Perubahan ejaan ini bertujuan untuk menyederhanakan penulisan dan meningkatkan konsistensi dalam penggunaan bahasa Indonesia.
Kongres Bahasa Indonesia
Untuk menjaga eksistensi dan perkembangan bahasa Indonesia, pemerintah telah menyelenggarakan Kongres Bahasa Indonesia secara berkala. Kongres pertama dilaksanakan pada tahun 1938 di Solo, diikuti oleh kongres-kongres berikutnya yang membahas berbagai isu terkait bahasa Indonesia, termasuk pembakuan ejaan, pengembangan kosakata, dan peran bahasa dalam Pendidikan.
Tantangan dan Dinamika Kontemporer
Dalam era globalisasi, bahasa Indonesia menghadapi tantangan dari masuknya kosakata asing dan pengaruh bahasa daerah. Penggunaan bahasa gaul dan serapan asing dalam media sosial dan percakapan sehari-hari dapat mempengaruhi kemurnian bahasa Indonesia. Namun, upaya pelestarian dan pengembangan bahasa Indonesia terus dilakukan melalui pendidikan, media, dan kebijakan pemerintah. Penggunaan bahasa Indonesia dalam pendidikan formal dan media massa membantu mempertahankan eksistensinya sebagai bahasa nasional.
Simpulan dan Saran
Studi historis komparatif dapat digunakan untuk menelusuri jejak sejarah awal perjalanan bahasa Indonesia dan perkembangannya. Perkembangan bahasa Indonesia yang bermula dari bahasa Melayu mengalami proses perjalanan yang sangat panjang. Kajian historis komparatif merupakan alat analisis yang tepat dipergunakan untuk memetakan perkembangan dan persebaran bahasa Indonesia. Dengan kajian tersebut dapat dipahami mengapa bahasa Melayu banyak mempengaruhi bahasa-bahasa di Nusantara sehingga bunyi antarbahasa tersebut menjadi mirip. Terdapat tiga pembagian besar bahasa Melayu yakni Melayu Kuno, Melayu Klasik, dan Melayu Modern. Bahasa Melayu Modernlah yang kemudian melahirkan bahasa Indoesia yang tetap dipergunakan di seluruh kepulauan Indonesia sebagai bahasa pemersatu hingga kini.
________________________________________
Daftar Pustaka:
-
Repelita, T. (2018). Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia. Jurnal Artefak, 5(1), 45–48.
-
Nasution, A. S., Wani, A. S., & Syahputra, E. (2022). Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia. Jurnal Multidisiplin Dehasen (MUDE), 1(3), 197–202.
-
Putri, S. L., Angraini, D., Alifa, N. Y., Nazurty, & Noviyanti, S. (2023). Sejarah dan Perkembangan Bahasa Indonesia. Innovative: Journal of Social Science Education, 2(1), 1–10.
-
Mamonto, S. (2023). Sejarah Perkembangan Bahasa Melayu Menjadi Bahasa Indonesia. Journal on Education, 5(3), 123-130
-
Pusposari, D. (2017). Kajian Linguistik Historis Komparatif dalam Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia. Jurnal inovasi Pendidikan, 1(1), 75-85.
-
Lewis, G. (2021). Sejarah dan Perkembangan Bahasa Indonesia. Balai Bahasa Papua.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Mengapa Menulis Resensi Membuat Kita Lebih Kritis dalam Membaca
Jumat, 11 Juli 2025 09:22 WIB
Plagiarisme di Era Digital: antara Kemudahan Akses dan Krisis Kreativitas
Kamis, 26 Juni 2025 07:09 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler