Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia
Senin, 28 April 2025 22:02 WIB
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah sebuah variasi dari bahasa Melayu. Dalam hal ini dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau, tetapi telah mengalami perkembangan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja dan proses pembakuan pada awal abad ke-20. Sampai saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup dan terus berkembang dengan pengayaan kosakata baru, baik melalui penciptaan maupu melalui penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Bahasa Indonesia yang dipakai sekarang berasal dari bahasa Melayu. Bahasa tersebut sejak lama digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franca) atau bahasa pergaulan, tidak hanya di Kepulauan Nusantara, tetapi juga di hampir seluruh Asia Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya prasasti prasasti kuno yang ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu. Secara resmi, bahasa Indonesia dikumandangkan pada peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Peresmian nama bahasa Indonesia tersebut bermakna politis sebab bahasa Indonesia dijadikan sebagai alat perjuangan oleh kaum nasionalis yang sekaligus bertindak sebagai perencana bahasa untuk mencapai negara Indonesia
yang merdeka dan berdaulat. Peresmian nama itu juga menunjukan bahwa sebelum peristiwa Sumpah
Pemuda itu nama bahasa Indonesia sudah ada. Fakta sejarah menunjukkan bahwa sebelum tahun 1928
telah ada gerakan kebangsaan yang menggunakan nama “Indonesia” dan dengan sendirinya pada
mereka telah ada suatu konsep tentang bahasa Indonesia.
Bahasa Melayu, sebagai salah satu bahasa di kepulauan nusantara, sudah sejak lama digunakan sebagai bahasa perhubungan. Sejak abad ke-7 Masehi, bahasa Melayu, atau lebih tepatnya disebut bahasa Melayu kuno yang menjadi cikal bakalnya, telah digunakan sebagai bahasa perhubungan pada zaman kerajaan Sriwijaya. Selain sebagai bahasa perhubungan, pada zaman itu bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa kebudayaan, bahasa perdagangan, dan sebagai bahasa resmi kerajaan. Bukti bukti sejarah, seperti prasasti Kedukan Bukit di Palembang bertahun 684, prasasti Kota Kapur di Bangka Barat bertahun 686 , prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi bertahun 688 yang bertuliskan Prae-Nagari dan berbahasa Melayu kuno, memperkuat dugaan di atas. Selain itu, prasasti Gandasuli di Jawa Tengah bertahun 632 dan prasasti Bogor bertahun 942 yang berbahasa Melayu Kuno menunjukan bahwa bahasa tersebut tidak saja dipakai di Sumatra, tetapi juga dipakai di Jawa.
Beberapa alasan lain yang mendorong dijadikannya bahasa Indonesia sebagai bahasa kebangsaan adalah:
1) bahasa Indonesia sudah merupakan lingua franca, yakni bahasa perhubungan antaretnis di Indonesia
2) walaupun jumlah penutur aslinya tidak sebanyak penutur bahasa Jawa, Sunda, atau bahasa Madura, bahasa Melayu memiliki daerah penyebaran yang sangat luas dan yang melampaui batas-batas wilayah bahasa lain
3) bahasa Melayu masih berkerabat dengan bahasa-bahasa nusantara lain sehingga tidak dianggap sebagai bahasa asing lagi
4) Bahasa Melayu mempunyai sistem yang sederhana sehingga relatif mudah dipelajari
5) faktor psikologis, yaitu adanya kerelaan dan keinsafan dari penutur bahasa Jawa dan Sunda, serta penutur bahasa-bahasa lain, untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan
6) bahasa Melayu memiliki kesanggupan untuk dapat dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
Zaman terus berubah, teknologi terus berkembang, dan bahasa pun terns menyesuaikan perubahan. Masyarakat yang kritis terns mendesak Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa untuk segera merevisi pedoman EYD sehingga muncul PU EBI sebagai bentuk jawaban atas kritikan yang diterima. Selanjutnya EYD berubah menjadi EBI (Ejaan Bahasa Indonesia) sebagai pedoman umum sejak akhir 2015 silam. Perubahan yang dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa Indonesia ini, berlandaskan Peraturan Menteri dan Kebudayaan Rl Nomor 50 Tahun 2015.
Dalam hal ini, EBI dibentuk atas dasar EYD sebelumnya, hanya saja pada EBI terdapat penambahan - penambahan aturan dalam penulisan. Perbedaan Ejaan Bahasa Indonesia dengan Ejaan yang Disempurnakan yang dapat terlihat adalah sebagai berikut.
1) Penambahan huruf vokal diftong. Pada EYD, huruf diftong hanya tiga yaitu ai, au, dan oi, sedangkan pada EBI, huruf diftong ditambah satu, yaitu ei (misalnya pada kata geiser dan survei).
2) Penggunaan huruf kapital. Pada EYD tidak diatur bahwa huruf kapital digunakan untuk menulis unsur julukan, sedangkan dalam EBI, unsur julukan diatur dan ditulis dengan awal huruf kapital.
3) Penggunaan huruf tebal. Dalam EYD, fungsi huruf tebal ada tiga, yaitu menuliskan judul buku, bab, dan semacamnya, mengkhususkan huruf, serta menulis lema atau sublema dalam kamus. Dalam EBI, fungsi ketiga dihapus.
Berbagai upaya dilakukan untuk menjaga eksistensi bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional. Upaya pemerintah dan para tokoh bahasa yang memiliki komitmen terhadap pelestarian bahasa Indonesia mengadakan kongres-kongres dalam rangka membahas perkembangan bahasa Indonesia, Pertemuan yang rutin dilaksanakan ini diberi nama kongres bahasa Indonesia. Keberlngsungan Kongres kongres tersebut sangatlah penting bagi proses perkembangan bahasa Indonesia. Oleh karena dengan adanya kongres bahasa Indonesia, muatan dari bahasa Indonesia menjadi lebih komprehensif dan di sesuaikan dengan perkembangan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. (2008). Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta : Akademika Pressindo.
Arifin, E. Zaenal dan Amran Tasai. (1989). Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Antarkota. Bakry, Oemar. (1981). Bunga Rampai Sumpah Pemuda. Satu Bahasa, Bahasa Indonesia. Jakarta: Mutiara.
Halim, Amran. (1979). Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Pembinaaan dan Pengembangan Bahasa.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1981). Politik Bahasa Nasional. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Sugiono, Dendy. (2009). “Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Suhadi, B. .dkk. (1977). ”Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Pergerakan (1920-1945)”. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Perkembangan Bahasa.
Sukartha, I Nengah, dkk. (2010). Bahasa Indonesia Akademik Untuk Perguruan Tinggi. Bali :Udayana University Press.
Tasai, Amran dan Abdul Rozak Zaidan. (2001). Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia (modul). Jakarta: Universitas Terbuka.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Plagiarisme Akademik dan Peran Daftar Pustaka
Minggu, 13 Juli 2025 12:20 WIB
Gaya dan Konten Resensi Digital Terkini
Selasa, 8 Juli 2025 19:44 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler