Urgensi Etika dalam Komunikasi Digital

Rabu, 7 Mei 2025 22:00 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
\x200e3 Strategi Pemasaran Digital untuk Usaha Kuliner Kecil\x200e
Iklan

Iklan dan media sosial butuh etika. Ada banyak aspek, dari stereotip kecantikan sampai bahaya doxing di era digital.

***

Pernahkah kita merasa terganggu dengan iklan yang menganggap bahwa kulit putih adalah satu-satunya standar cantik? Atau merasa khawatir dan takut karena melihat data pribadi seseorang tersebar begitu saja di media sosial? Dua pertanyaan tersebut memang memiliki dua latar yang berbeda, yaitu iklan dan media sosial. Tetapi, ada persoalan yang lebih dalam di balik kedua pertanyaan tersebut, yaitu etika.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di era digital seperti sekarang ini, etika tidak hanya sekedar berperan sebagai penentu arah dalam kehidupan sehari-hari. Etika tidak hanya penting untuk menjaga hubungan antarindividu, tetapi juga untuk menjaga agar ruang publik tetap sehat dan aman. Hal ini dapat terjadi karena peran media yang semakin meluas dan memengaruhi cara masyarakat berpikir, bertindak, dan mengambil keputusan.

Oleh karena itu, pelanggaran etika dalam periklanan maupun media sosial dapat berdampak besar terhadap persepsi publik, keamanan individu, hingga kestabilan sosial. Dua kasus berikut ini menunjukkan betapa pentingnya penerapan etika dalam kedua bidang tersebut.


1. Pelanggaran Etika Periklanan: Kasus Iklan Marina Hand Body Lotion

Berdasarkan jurnal Pelanggaran Etika Pariwara Indonesia dalam Iklan Marina Hand Body Lotion” (Akmal et al., 2024), iklan produk Marina Hand Body Lotion yang diunggah ke platform YouTube pada Oktober 2023 melanggar beberapa aspek dari Etika Pariwara Indonesia (EPI).

Iklan berdurasi 30 detik ini bercerita mengenai seorang wanita yang menggunakan produk Marina Hand Body Lotion untuk melembabkan dan mencerahkan kulitnya pada saat berada di bawah terik matahari dan polusi. Dari 13 adegan yang ditampilkan di dalam iklan, terdapat adegan yang melanggar, yaitu:

a)    Penggunaan kata-kata superlatif
Pada adegan terakhir, sembari menampilkan produk, Marina Hand Body Lotion juga mengiringinya dengan kata-kata superlatif, seperti paling, nomor satu, dan top. Penggunaan kata ini tidak disertai dengan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga iklan ini dianggap melanggar EPI 2020 tentang tata krama, pasal 1.2.

marina 1

b)    Visual yang bersifat hiperbola
Terdapat dua adegan yang bersifat hiperbola. Pertama, adegan yang menampilkan animasi lapisan dalam kulit yang disertai dengan kalimat “6000x Lebih efektif dari Vitamin C”. Kalimat tersebut dianggap berisiko menuntun audiens untuk mempercayai hal tersebut. Kedua, adegan saat model tangan mengusapkan tangannya yang awalnya hitam menjadi putih sambil diiringi dialog “jadikan kulit kenyal”. Adegan ini seolah-olah memberitahu audiens bahwa dengan sekali usap, Marina Hand Body Lotion akan membuat kulit langsung cerah. Hal ini melanggar EPI Pasal 5 yang berbunyi, “Iklan dan/atau publikasi pelayanan kesehatan tidak diperbolehkan apabila bersifat memuji diri secara berlebihan, termasuk pernyataan yang bersifat superlatif dan menyiratkan kata ’satu-satunya’ atau yang bermakna   sama   mengenai   keunggulan,   keunikan   atau   kecanggihan   sehingga   cenderung   bersifat menyesatkan”.
 
 

marina 2

marina 3


Dari analisis pelanggaran etika dalam iklan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Iklan seharusnya mengedepankan nilai inklusivitas dan keberagaman. Brand dapat mengangkat pesan bahwa kecantikan datang dalam berbagai warna kulit dan bahwa kepercayaan diri adalah kunci kesuksesan. Evaluasi narasi kreatif oleh tim etika sebelum tayang juga penting untuk menghindari pesan yang berpotensi merugikan kelompok tertentu.


2. Pelanggaran Etika Media Sosial: Doxing Peneliti ICW
Pada awal 2025 lalu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya mengalami doxing. Data pribadinya, mulai dari nomor telepon, alamat, sampai titik koordinat tempat tinggalnya disebarkan oleh orang yang tak ia kenal. Peristiwa ini terjadi setelah ICW merilis siaran pers terkait nama Jokowi yang muncul dalam nominasi tokoh terkorup versi Organize Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Akibatnya, Diky tidak hanya kehilangan rasa aman. Ia juga menerima pesan berantai hingga ancaman pembunuhan.
Dari kasus doxing ini, terdapat tiga poin pelanggaran yang saya analisis, yaitu:
a)    Hak privasi: penyebaran data pribadi tanpa izin adalah pelanggaran terhadap hak individu atas keamanan dan privasi.
b)    Etika media sosial: di dunia digital, setiap individu wajib menghormati batasan privasi orang lain, tidak menyebarkan informasi yang bisa membahayakan, dan tidak menghasut kekerasan.
c)    Hukum: saat melaporkan peristiwa ini kepada pihak kepolisian, tim ICW dan Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) mengatakan bahwa terdapat dugaan tindak pidana pengumpulan atau pemerolehan data pribadi secara melawan hukum dan pengungkapan data pribadi yang bukan miliknya. Dugaan ini berdasarkan Pasal 67 ayat (1) dan Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), serta Pasal 95A Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk).


Dari analisis pelanggaran etika media sosial tersebut, kita dapat menyadari bahwa edukasi digital yang berkelanjutan tentang bahaya doxing sangat diperlukan. Selain itu, platform media sosial juga harus lebih proaktif dalam mendeteksi dan menghapus konten yang membahayakan individu. Penegakan hukum terhadap pelaku doxing harus dilakukan secara tegas untuk memberi efek jera.


Kedua kasus di atas menunjukkan bahwa pelanggaran etika, baik dalam periklanan maupun media sosial, dapat menciptakan dampak sosial yang luas—dari memperkuat stereotip hingga mengancam keselamatan seseorang. Untuk itu, penting bagi seluruh pelaku industri komunikasi, baik kreator konten, pengiklan, maupun pengguna media sosial, untuk membangun kesadaran etis dan mematuhi kode etik yang berlaku. Transparansi, empati, dan tanggung jawab sosial harus menjadi nilai utama dalam setiap proses produksi dan penyebaran informasi. Dengan membudayakan etika dalam komunikasi publik, kita turut menciptakan ruang informasi yang sehat, aman, dan inklusif bagi semua.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Ariadne Khatarina Moniaga

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

img-content

Urgensi Etika dalam Komunikasi Digital

Rabu, 7 Mei 2025 22:00 WIB
img-content

Delapan Etika Wajib Saat Naik Transjakarta

Selasa, 25 Maret 2025 16:55 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler