Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Kritik Sosial dalam Cerpen Robohnya Surau Kami
Selasa, 27 Mei 2025 19:34 WIB
Robohnya Surau Kami merupakan salah satu dari kumpulan cerpen yang ditulis olehpengarang Indonesia A.A Navis
Cerpen Robohnya Surau Kami karya Ali Akbar Navis merupakan salah satu karya sastra yang sangat terkenal dalam duna sastra Indonesia. Cerpen ini tidak hanya menarik dari segi alur cerita, tetapi juga kaya akan makna dan nilai-nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya.
Melalui cerpen ini, Navis menggambarkan kehidupan masyarakat yang terjebak dalam egoisme serta kurang memiliki kepedulian terhadap tanggung jawab sosial. Hal itu ditampilkan lewat tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian dalam cerita. Juga tercermin melalui karakter-karakter dan peristiwa yang terjadi.
Nilai moral dalam cerpen ini mengajak pembaca untuk menyadari pentingnya tanggung jawab dan perlunya keseimbangan antara ibadah dan kehidupan sosial. Secara keseluruhan, cerpen Robohnya Surau Kami bukan hanya sebuah cerita fiksi, melainkan juga sebuah bentuk kritik sosial yang tetap relevan, mendorong pembaca untuk lebih peduli terhadap kondisi sosial di sekelilingnya dan ikut andil dalam perubahan ke arah yang lebih baik.
Selain itu, cerpen ini juga mengandung pesan penting mengenai hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan dirinya sendiri. Nilai moral yang terkandung dalam cerita menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara ibadah dan tanggung jawab sosial.
Navis mengkritik terhadap praktik keagamaan yang hanya berfokus pada perolehan pahala namun kurang dilandasi oleh ketulusan dalam membantu orang lain. Cerpen ini menggambarkan realitas masyarakat modern yang sering kali egois dan kurang peduli terhadap lingkungan sosialnya, sehingga mengajak pembaca untuk merenungkan kembali makna sejati dari ibadah dan tanggung jawab sosial dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, Robohnya Surau Kami bukan hanya sebuah karya sastra, tetapi juga sebuah kritik sosial yang relevan dengan kondisi masyarakat saat ini.
“Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami, menyembah Tuhan di dunia?" tanya Haji Saleh.
“Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat sembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak isterimu sendiri, sehingga mereka itu kucar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka sedikit pun.” (Navis, 2010: 12).
Melalui kutipan di atas, cerpen Robohnya Surau Kami menggambarkan bagaimana masyarakat bersifat hanya egois atau mementingkan dirinya sendiri sehingga mengabaikan nilai-nilai keagamaan yang sebenarnya, seperti keikhlasan, kepedulian, dan toleransi. Serta pada kutipan tersebut diperlihatkan bagaimana Haji Saleh mengabaikan tanggung jawabnya sebagai seorang suami dan ayah dengan melepas tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga yang seharusnya menafkahi keluarga tetapi Haji Saleh malah hanya berserah diri kepada Tuhan tanpa adanya keja keras.
“Ini sungguh tidak adil.”
“Memang tidak adil,” kata orang-orang itu mengulangi ucapan Haji Saleh.
“Kalau begitu, kita harus minta kesaksian atas kesalahan kita.”
“Kita harus mengingatkan Tuhan, kalau-kalau la silap memasukkan kita ke neraka ini.”
“Benar. Benar. Benar.” Sorakan yang lain membenarkan Haji Saleh.
"Kalau Tuhan tak mau mengakui kesilapan-Nya, bagaimana?” suatu suara melengking di dalam kelompok orang banyak itu.
“Kita protes. Kita resolusikan," kata Haji Saleh.
"Apa kita revolusikan juga?” tanya suara yang lain, yang rupanya di dunia menjadi pemimpin gerakan revolusioner.
"Itu tergantung kepada keadaan," kata Haji Saleh. 'Yang penting sekarang, mari kita berdemonstrasi menghadap Tuhan.”
“Cocok sekali. Di dunia dulu dengan demonstrasi saja, banyak yang kita peroleh,” sebuah suara menyela.
“Setuju. Setuju. Setuju.” Mereka bersorak beramai-ramai. (Navis, 2010: 9)
Melalui kutipan di atas pada saat Haji Saleh dan yang lainnya melakukan penghakiman kepada Tuhan, Navis menyampaikan pesan bahwa makna spiritualitas sejati tidak hanya terbatas ada pelaksanaan ritual keagamaan saja, tetapi juga mencakup mencangkup nilai-nilai yang lain seperti kepedulian, toleransi dan ketulusan hati. Tuhan lebih manghargai mereka yang menjalankan ibadah dengan hati yang ikhlas dan dibarengi dengan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, Navis mengajak para pembaca untuk memikirkan kembali makna spiritualitas yang sesungguhnya, dimana aspek ritual ibadah harus diimbangi dengan penghayatan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan nyata. Jadi, Navis mengangkat isu spiritual dalam cerpen ini dengan menggambarkan bentuk ketaatan beribadah yang tidak berdasarkan keikhlasan, kehilangan nilai kemanusiaan.
Cerpen ini menyampaikan kritik sosial yang tajam terhadap perilaku masyarakat yang sering kali egois dan tidak kurang terhadap lingkungan sekitarnya. Nilai moral yang terkandung dalam cerita menekankan pentingnya keseimbangan antara ibadah dan tindakan sosial. Navis mengajak pembaca untuk merenungkan kembali makna sejati dari ibadah, yaitu bukan hanya untuk mendapatkan pahala, tetapi juga untuk berkontribusi kepada masyarakat.
Dengan demikian, "Robohnya Surau Kami" tidak hanya menjadi sebuah karya sastra yang menarik, tetapi juga sebuah refleksi kritis terhadap kondisi sosial dan spiritual masyarakat saat ini. Pesan moral ini relevan dengan tantangan yang dihadapi oleh individu dalam menjalani kehidupan sehari-hari, di mana tanggung jawab sosial harus sejalan dengan praktik keagamaan yang tulus dan ikhlas.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Emansipasi Tokoh Utama dalam Bidang Pendidikan pada Novel Kehilangan Mestika
Selasa, 27 Mei 2025 20:40 WIB
Feminisme Liberal dalam Novel Belenggu karya Armijn Pane
Selasa, 27 Mei 2025 20:14 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler