Menjaga Bahasa; Ejaan, Tanda baca, dan Etika Mengutip Konten di Era Digital
Jumat, 30 Mei 2025 13:53 WIB
Bagaimana menjaga bahasa, ejaan, tanda baca, dan etika mengutip konten di era digitalisasi?
Pendahuluan
Bahasa adalah alat komunikasi utama manusia, dan dalam penggunaannya, terdapat aturan-aturan yang berfungsi untuk menjaga kejelasan dan ketepatan makna. Di Indonesia, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dan penggunaan tanda baca yang tepat sangat penting, tidak hanya dalam tulisan akademik tetapi juga dalam komunikasi digital.
Seiring dengan berkembangnya media sosial dan internet sebagai sumber informasi, muncul pula tantangan baru terkait etika dalam mengutip dan menyebarkan konten. Banyak individu dan pelajar yang mengutip tulisan dari media sosial atau blog tanpa memperhatikan kaidah kebahasaan dan hak cipta.
Artikel ini akan membahas pentingnya penerapan ejaan dan tanda baca yang benar serta etika dalam mengutip konten dari internet dan media sosial.
Pembahasan
1. Pentingnya Ejaan dan Tanda Baca dalam Komunikasi Tulisan
Ejaan merupakan sistem dalam bahasa tulis yang mencakup penulisan huruf, pemenggalan kata, penulisan unsur serapan, serta penggunaan tanda baca. Tanda baca, di sisi lain, membantu pembaca dalam memahami intonasi, struktur kalimat, serta maksud penulis. Tanpa ejaan dan tanda baca yang tepat, makna kalimat dapat berubah atau bahkan membingungkan. Sebagai contoh, kalimat “Mari kita makan, Ayah” memiliki makna yang berbeda dengan “Mari kita makan Ayah.” Tanda koma dalam hal ini menyelamatkan makna kalimat dari kesalahan fatal.
EYD versi terbaru (PUEBI) memberikan panduan tentang penggunaan huruf kapital, penulisan kata depan, serta pemakaian tanda baca seperti titik, koma, titik dua, dan tanda hubung. Penguasaan kaidah ini menjadi sangat penting terutama dalam menulis kutipan dari sumber daring agar informasi yang disampaikan tetap jelas, tertib, dan tidak disalahartikan.
2. Internet sebagai Sumber Informasi dan Tantangan Etika
Internet dan media sosial kini menjadi sumber informasi utama bagi banyak orang. Tulisan-tulisan yang beredar di blog, status media sosial, hingga video pendek sering kali dijadikan rujukan dalam berbagai tulisan, termasuk tugas sekolah dan artikel ilmiah. Namun, kemudahan mengakses informasi ini tidak selalu diiringi dengan pemahaman etika dalam mengutip.
Salah satu masalah utama adalah plagiarisme, yaitu tindakan menyalin tulisan orang lain tanpa mencantumkan sumber. Banyak pengguna internet yang tidak menyadari bahwa status Facebook, unggahan Instagram, hingga cuitan di X (sebelumnya Twitter) juga termasuk karya cipta yang dilindungi hukum. Mengutip konten semacam ini tanpa izin atau tanpa mencantumkan nama pemilik aslinya adalah pelanggaran etika.
3. Etika Mengutip Konten dari Internet dan Media Sosial
Mengutip konten dari internet harus mengikuti beberapa prinsip etis:
a. Menyebutkan Sumber Secara Jelas
Saat mengutip tulisan atau pendapat dari media sosial atau blog, penulis harus mencantumkan nama penulis asli, tautan sumber (jika memungkinkan), serta tanggal akses. Ini membantu pembaca untuk menelusuri informasi lebih lanjut dan menghormati hak cipta penulis asli.
b. Mengutip Secara Kontekstual
Mengambil kutipan secara utuh dan tidak mengubah maknanya adalah bagian dari etika. Kutipan yang dipotong atau diambil di luar konteks bisa menyebabkan salah paham dan menyebarkan informasi yang keliru.
c. Memakai Gaya Bahasa yang Konsisten
Ketika menyisipkan kutipan dari internet ke dalam tulisan ilmiah, penting untuk menyesuaikan gaya bahasa agar tetap formal dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Tanda baca dan ejaan dalam kutipan harus disesuaikan tanpa mengubah makna.
d. Menghindari Plagiarisme
Plagiarisme bukan hanya tindakan menyalin, tetapi juga menyamarkan kutipan seolah-olah sebagai tulisan sendiri. Untuk menghindari hal ini, kutipan harus dibedakan secara jelas dan diberi tanda kutip jika diperlukan.
4. Peran Ejaan dan Tanda Baca dalam Kutipan
Saat mengutip, ketepatan ejaan dan tanda baca memainkan peran penting agar kutipan tidak berubah maknanya. Misalnya, salah menempatkan tanda titik atau koma dapat mengaburkan makna atau membuat pembaca salah mengerti maksud kutipan tersebut. Oleh karena itu, pengutipan harus dilakukan dengan teliti dan disertai penyuntingan ejaan bila perlu, terutama jika sumber aslinya menggunakan bahasa tidak baku.
Kesimpulan
Di era digital, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar tetap relevan, terutama dalam ranah tulis-menulis akademik maupun non-akademik. Ejaan dan tanda baca yang tepat tidak hanya membuat tulisan lebih mudah dipahami, tetapi juga menunjukkan penghargaan terhadap kaidah bahasa. Di samping itu, etika dalam mengutip konten dari internet dan media sosial harus dijaga agar informasi yang disampaikan tetap akurat dan menghormati hak cipta penulis asli. Dengan memperhatikan kedua aspek tersebut, para penulis, pelajar, dan pengguna internet dapat berkontribusi dalam membangun budaya literasi yang bertanggung jawab dan bermartabat.
Daftar Pustaka
-
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2022). Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
-
Kridalaksana, H. (2010). Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
-
Setyawati, R. (2020). “Etika Pengutipan di Era Digital”. Jurnal Ilmu Komunikasi, 12(1), 45–53.
-
Sibarani, R. (2018). Bahasa dan Etika dalam Komunikasi. Medan: Pustaka Universitas Sumatera Utara.
-
Suryadi, D. (2021). “Media Sosial sebagai Sumber Referensi Akademik: Peluang dan Tantangan”. Jurnal Literasi Digital, 4(2), 67–75.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Menjaga Bahasa; Ejaan, Tanda baca, dan Etika Mengutip Konten di Era Digital
Jumat, 30 Mei 2025 13:53 WIB
Pentingnya Hubungan Antarparagraf dalam Paragraf Panjang Suatu Teks
Senin, 19 Mei 2025 21:00 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler