Kenangan

Senin, 23 Juni 2025 12:27 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Foto Bunga
Iklan

Kenangan. Angan tiba ataupun telah lalu. Transendental jernih jiwa.

Sebuah kota tak ada hal teristimewa. Biasa saja hanya terlihat kehidupan umum sebagaimana kebutuhannya, semisal, karena dibuatkan dubur manusia bisa buang hajat ke toilet. Kebayang deh kalau tak ada dubur tak bisa buang hajat kan; kembung terus perut jadi seperti balon, meledak, mati deh.

Kemodernan, halah hanya subuah istilah, bangunan imaji jebakan pikiran neokapitalisme, agar tampak eksklusif kemodernan. Manusia lalulalang jalan kaki, dengan kendaraan umum atau dengan cara masing-masing mencapai tujuannya, bisa kan. Ya wes. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tak ada hal hebat dari sebutan kemodernan. Komputerisasi, hiks; otak manusia lebih hebat dari sistem buatan itu. Teknologi buatan manusia dibatasi oleh sains di otak manusia serba terbatas, ehem, apalagi mesin yak elah.

Tak usahlah terkagum-kagum amat dengan teknologi, konon, kemodernan buatan manusia, toh masih serba nebeng, lantas di mana hebatnya. Baiklah hamba rinci ya, ehem.; Frekuensi-Gravitasi milik hukum Ilahi.; Nebeng di situkan tekno manusia, ahai. 

Oke deh. Sila berdebat dengan diri sendiri. Cukup diketahui saja.; Hukum Keilahian/hukum-hukum Ilahi bersifat pasti.; No Limit, tapi ada takarannya, semisal, untuk makhluk hidup jenis apa inheren manfaatnya. Masih bandel mau membantah. Ya wes karepmu.

Gini deh, enggak usah sombong kalau hajat hidup manusia masih dibatasi oleh hukum Ilahi. Berteriaklah sekerasnya, capek kan tenggorakan, perlu bantuan teknologi mikrofon atau perangkat pengeras suara buatan manusia kan, tetap terbatas lagi. Lantas siapa pencipta otak manusia plus sejumlah sel-selnya terkomposisi sistematis di dalamnya, ehem. 

Ya maaf ya, ora maksud minteri, sekadar contoh sederhana ajeh loh. Tapi masih ada satu lagi nih.; Emangnye kemodernan bisa bikin frekuensi laiknya milik Ilahi. Tak ada frekuensi; makhluk hidup tak bisa berkomunikasi, bersin-bersin pun bakal tak bisa kale. 

Gravitasi? Milik Ilahi. Frekuensi? Milik Ilahi. Lantas manusia punya apa. Udah deh makhluk hidup apapun itu bisa hidup karena di hidupkan, lantas dimatikan. Santai enggak usah melotot gitu kale. Nanti sakit mata loh. 

Contoh sederhana kejadian beberapa waktu lalu nih ya.; Ketika api beterbangan di langit sebuah negara.; Apakah teknologi mampu memadamkannya; disaksikan oleh mata seluruh semesta loh. Okeh deh. Jawab sendiri ya.

"Mak hari ini makan apa."
"Makan seperti biasanya Nak."
"Bapak enggak ada di kamar Mak."
"Sudah berangkat setelah subuh tadi Nak."

"Terima kasih Mak. Pamit mau berangkat." Ia mencium tangan emak dengan sepenuh jiwa. Emak semestaku terima kasih ya... Lantas berangkat ketujuannya. 

***

Jakarta Indonesiana, Juni 23, 2025.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

img-content

Bronk

Minggu, 6 Juli 2025 17:50 WIB
img-content

Militerisme? Biarin Aja

Sabtu, 5 Juli 2025 14:29 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua