Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi
Ujaran Kebencian menjadi Ancaman terhadap Kebebasan Berekspresi
Minggu, 29 Juni 2025 12:53 WIB
Ketika ekspresi berubah menjadi serangan terhadap kelompok tertentu, maka yang terjadi bukan lagi praktik kebebasan melainkan pelanggaran etis.
***
Perkembangan teknologi digital telah mengubah cara manusia berkomunikasi. Media sosial dan platform digital menjadi ruang baru untuk mengekspresikan pendapat, berdiskusi hingga membentuk opini publik. Namun, dibalik kemudahan tersebut muncul fenomena yang menghawatirkan, yaitu maraknya ujaran kebencian atau hate speech. Sekilas tampak seperti bagian dari kebebasan berekspresi, ujaran kebencian justru membatasi dan membungkam suara-suara lain, menjadikannya ancaman serius bagi hak berekspresi setiap individu.
Membedakan Kebebasan Berekspresi dan Ujaran Kebencian
Kebebasan berekspresi bukanlah kebebasan tanpa batas. Prinsip dasarnya adalah hak untuk mengemukakan ide, pendapat dan kritik tanpa takut disensor atau dihukum. Namun, prinsip ini berhenti ketika ekspresi tersebut mulai merugikan orang lain tertutama jika ekspresi itu memicu diskriminasi, permusuhan atau kekerasan. Inilah titik krusial ujaran kebencian masuk.
Ujaran kebencian adalah segala bentuk komunikasi yang bertujuan menjelekkan, mempermalukan atau merendahkan seseorang atau kelompok berdasarkan atribut seperti ras, suku, agama, jenis kelamin atau orientasi seksual. Tujuannya bukan untuk berdialog atau berargumen, melainkan untuk merendahkan martabat dan memicu permusuhan. Di sinilah letak ancamannya, ujaran kebencian tidak membuka ruang diskusi melainkan menutupnya.
Dampak Ujaran kebencian terhadap kebebasan berekspresi
Ancaman ujaran kebencian terhadap kekebasan berekspresi dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya:
- Membungkam Korban: Ujaran kebencian menyebar luas, individu atau kelompok yang menjadi sasarannya sering kali merasa takut untuk berbicara atau berekspresi. Mereka terintimidasi, merasa tidak aman dan menarik diri dari ruang publik.
- Menciptakan Lingkungan yang Tidak Aman: Platform digital yang dipenuhi ujaran kebencian menjadi tempat yang tidak nyaman dan bahkan berbahaya. Pengguna yang memiliki pandangan berbeda atau berasal dari kelompok minoritas akan ragu untuk berpendapat, berbagi pengalaman atau bahkan sekedar berinteraksi.
- Memperkuat Polarisasi: Ujaran kebencian memecah belah masyarakat menjadi kelompok-kelompok yang saling bermusuhan. Polarisasi yang tercipta akan membatasi ragam ide yang dapat diekspresikan.
Garis Batas dan Tanggung Jawab
Memerangi ujaran kebencian bukan berarti membatasi kebebasan berekspresi, justru itu adalah upaya untuk melindunginya. Melindungi kebebasan berekspresi berarti memastikan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk bersuara tanpa ancaman atau intimidasi.
Lalu, di mana garis batasnya? Garis batas terletak pada niat dan dampaknya. Jika suatu pernyataan bertujuan untuk menghina, merendahkan atau memprovokasi kekerasan terhadap suatu kelompok, itu bukan lagi kebebasan berekspresi, melainkan tindakan agresi verbal.
Pada akhirnya, kebebasan berekspresi sejati hanya bisa terwujud dalam sebuah ekosistem di mana setiap orang merasa aman untuk berpendapat dan berpartisipasi. Ujaran kebencian bukanlah bagian dari ekosistem tersebut, melainkan virus yang mengancam untuk menghancurkannya dari dalam. Melawan ujaran kebencian adalah langkah untuk memastikan bahwa hak setiap individu untuk bersuara tetap terlindungi.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Ujaran Kebencian menjadi Ancaman terhadap Kebebasan Berekspresi
Minggu, 29 Juni 2025 12:53 WIB
Seni Bertanya dan Komunikasi yang Bernurani ala Socrates
Senin, 30 Juni 2025 08:39 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler