Penulis, aktivis, sociopreneur.\xd\xd\xd Menyuarakan nalar kritis dan semangat mandiri dari pesantren ke publik digital #LuffyNeptuno

Tom Lembong, Abolisi, dan Momen Langka Seorang Presiden Mendengar Nurani

Jumat, 1 Agustus 2025 07:27 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong saat mengikuti sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 18 Juli 2025. Tempo/Tony Hartawan
Iklan

Di balik segala kritik, saya harus mengakui Presiden Prabowo membuat keputusan yang benar saat membela Tom Lembong dari jerat hukum.

***

Saya bukan pendukung Prabowo Subianto. Bahkan, selama bertahun-tahun, saya lebih sering berdiri di seberang jalur politiknya. Gaya kepemimpinannya yang keras, retorika populis yang membakar emosi, serta jejak sejarah yang terus dikritisi membuat saya tak pernah benar-benar bisa menaruh rasa percaya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Abolisi untuk Tom Lembong

Namun malam itu, saat Dewan Perwakilan Rakyat mengumumkan persetujuan atas permintaan Presiden untuk memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong, ada satu perasaan yang sulit saya bantah. Untuk pertama kalinya, saya mulai hormat kepada Presiden Prabowo.

Bukan karena saya tiba-tiba sepakat dengan semua agenda politiknya. Bukan pula karena saya merasa Presiden kini berubah haluan. Tapi karena dalam keputusan itu, saya melihat keberanian yang tidak dibuat-buat. Keberanian untuk membela seseorang yang benar, meski tidak menguntungkan secara politik.

Teknokrat yang Tidak Bisa Dibeli

Saya mengenal Tom Lembong bukan secara pribadi, melainkan lewat jejak gagasan dan kebijakan. Ia adalah sosok teknokrat yang tidak suka pencitraan. Ia bekerja dengan data, berbicara dengan jujur, dan sering kali berdiri sendiri dalam pusaran kebijakan yang politis. Sebagai mantan Menteri Perdagangan dan Kepala BKPM, Tom adalah tipe pejabat yang jarang kita temui di negeri ini. Ia tidak berisik di media, tetapi ide-idenya terdengar jelas bagi siapa pun yang peduli pada masa depan.

Ketika namanya kemudian disebut dalam konteks perkara hukum, saya tahu ini bukan sekadar urusan pidana. Ini tentang bagaimana orang baik bisa dijadikan target oleh sistem yang resisten terhadap integritas. Dan saat Presiden Prabowo memilih menggunakan hak konstitusionalnya untuk mengajukan abolisi bagi Tom, saya tahu itu bukan langkah sembarangan. Itu adalah sikap yang datang dari penilaian personal yang dalam, bukan sekadar kepentingan pragmatis.

Ketika Politik Berpihak kepada Nurani

Presiden bisa saja membiarkan proses hukum berjalan, tanpa intervensi. Tapi dalam dunia yang sering kali tidak adil kepada mereka yang jujur, membiarkan saja bisa berarti membunuh karakter seseorang yang tidak layak diperlakukan sebagai pesakitan. Prabowo, dengan segala kontroversinya, memilih tidak bersikap netral. Ia memilih berdiri untuk Tom Lembong. Ia tidak menyelamatkan seorang politisi partai, tidak pula kroni bisnis. Ia menyelamatkan seorang intelektual yang reputasinya bersih.

Inilah yang membuat saya terkejut sekaligus menghormati. Dalam politik, gestur seperti ini jarang terjadi. Terlebih di awal masa jabatan, saat seorang presiden biasanya sibuk mengukuhkan kekuasaan, bukan mengambil risiko.

 

Antara Amnesti dan Abolisi, Mana yang Lebih Bermakna?

 

Keputusan Presiden Prabowo malam itu juga dibarengi dengan permintaan amnesti terhadap seribu lebih terpidana, termasuk tokoh partai seperti Hasto Kristiyanto. Saya tidak akan membahas motif di balik amnesti tersebut. Tapi publik tentu bisa membedakan antara amnesti yang bernuansa politis dengan abolisi yang bersifat etis.

 

Abolisi terhadap Tom Lembong bukanlah bentuk kompromi politik. Ini adalah keberpihakan moral. Tidak banyak manfaat politik yang bisa diambil dari menyelamatkan seorang teknokrat independen seperti Tom, tapi di situlah justru letak keberanian Presiden. Ia tidak sedang menolong teman, ia sedang membela orang benar.

 

Hormat Bukan Karena Sepakat, Tapi Karena Menghargai

 

Sebagai seseorang yang selama ini kritis terhadap Prabowo, saya merasa keputusan ini adalah titik penting. Ia belum tentu akan mengubah semua kebijakan yang saya tentang. Ia bisa saja tetap bersikap keras terhadap lawan politik, tetap menunjukkan wajah militeristik dalam kepemimpinannya. Tapi dengan keputusan ini, saya melihat bahwa Presiden Prabowo masih punya ruang di dalam dirinya untuk mendengar bisikan nurani.

 

Itu cukup untuk membuat saya mulai percaya bahwa mungkin, hanya mungkin, kepemimpinan ini tidak akan sepenuhnya dibangun di atas kompromi dan kekuasaan semata. Ada celah bagi prinsip, ada ruang bagi keberanian membela yang benar.

 

Hormat Saya, Presiden

 

Jika ini adalah permulaan dari gaya kepemimpinan Prabowo yang sesungguhnya, maka saya siap mengamati lebih jernih. Saya tidak akan memuji secara membabi buta. Tapi saya juga tidak akan menutup mata ketika seorang pemimpin membuat keputusan yang tepat, di waktu yang tepat, untuk orang yang tepat.

 

Tom Lembong adalah teknokrat yang pantas dibela. Dan Presiden Prabowo telah memilih untuk berdiri bersamanya, bukan melawannya. Untuk itu, saya ucapkan dengan tulus: 

 

Hormat saya, Pak Presiden.

 

Lutfillah Ulin Nuha, Pengamat Politik dan Kebijakan Publik

Bagikan Artikel Ini
img-content
Lutfillah Ulin Nuha

Sociopreneur | Founder Neptunus Kreativa Publishing

8 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler