pembelajar dalam bidang sejarah

Soun Horeg Pernah Dianggap Hiburan SDM Rendah, Sekarang Di-fatwa Haram

Senin, 4 Agustus 2025 16:24 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
sound horeg
Iklan

Sound Horeg: ekspresi warga desa di Malang menggema sampai kota metropolitan Jakarta.

***

Ketika men-scroll sosial media saya melihat booming-nya fatwa haram sound horeg. Apa sebenarnya sound horeg? Suara sound sistem kayak gempa, suara menggelegar (horeg). Begitu kata orang menggambarkan hebohnya sound horeg yang sekarang ramai jadi perbincangan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setelah muncul di acara pelantikan Presiden Prabowo, sempat muncul kabar bahwa akan terbit sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dari Kemenkumham Jawa Timur. Lalu, Kenapa sekarang bisa jadi viral lagi dan dianggap sebagai karya kreatif? Tapi kok juga ada fatwa haram dari beberapa tokoh agama

Bermula dari pelengkap hiburan dari karnaval kemerdekaan

Warga desa lumrah melaksanakan perayaan kemerdekaan atau lainya dalam bentuk pawai dengan busana daerah, ogoh-ogoh, atau kendaraan hias. Warga biasanya juga menambahkan suara pemutar musik di dalam rombongan pawai.

Musik yang diputar dari sound system mengiringi karnaval dulu hanya pelengkap. suatu saat di Kabupaten Malang, seorang pengusaha rental sound menyumbangkan gratis peralatan sound sistem lengkap untuk dipakai pada karnaval di kampungnya. 

Karnaval menjadi lebih meriah dengan sound sistem super besar. Dentuman musik remix yang keras dan mengguncang benda di sekitar rombongan pawai Kondisi berguncang benda disekitar menjadi khas dari pawai di desa ini, kemudian terkenal sebagai sound horeg

Warga Kabupaten Malang kembali menyelenggarakan karnaval sound horeg dengan gotong royong dan meng-upload-nya di sosial media. setelah pemerintah sempat melarang pada masa pandemi. Pada mulanya hiburan gratis bagi warga desa karena pemilik sound sistem menyumbangkan alatnya, warga lain hanya tinggal ikut menari atau berdandan.  

Penikmatnya dari anak-anak sampai orang tua. Hiburan gratis bagi warga desa, tidak perlu pergi ke kota ataupun beli tiket mahal. Cukup datang ke lapangan atau jalan kampung, mereka bisa ikut berjoget dan menikmati musik. Selain itu, acara seperti ini juga menggerakkan ekonomi warga: jasa sewa kostum, penjual makanan dan minuman, hingga jasa parkir.

Bukan Cuma Hiburan, Tapi Juga Alat Politik

Viralnya sound horeg bisa mengumpulkan banyak massa, beberapa tokoh politik mulai meliriknya. Politikus menyumbang pada acara pawai dengan menyewa alat sound horeg  tapi juga bergaya langsung di acara. Sound horeg akhirnya berubah jadi alat kampanye. Pemilik sound system merasakan keuntungan berlebih dari politikus. Bahkan pelantikan Presiden Prabowo pun, sound-sound asal Malang tampil di Jakarta.

Apakah Sound Horeg Layak Dianggap Karya Seni?

Banyak yang menganggap sound horeg hanya hingar-bingar yang bising sampai keluar fatwa haram karena sebagian tokoh Islam menganggap suara keras ini mengganggu. Tapi kalau kita lihat lebih dalam, ini adalah bentuk kreativitas rakyat. Acara yang digelar lahir dari gotong royong dan inisiatif warga. Jadi, kenapa tidak kita anggap sebagai karya seni saja?

Pada kenyataanyan sekarang sebagian warga merasa resah dengan iuran yang diminta panitia. Kebiasaan pemilik sound yang dulu memberikan gratis sekarang jadi berbayar. Munculnya tarif karena tidak semua desa ada pemilik sound. desa yang tidak memiliki sound harus mengundang dari desa lain. apalagi sekarang muncul trend sound terkenal di sosial media dari kabupaten lain yang biaya mengundangnya juga tidak murah 

Sebagai sebuah gotong royong bukankah seharusnya “berat sama dipikul ringan sama dijinjing”. Kok, ya kasihan juga orang yang secara keuangan tidak punya dipaksa secara “halus” membayar sama dengan pegawai pabrik gaji UMR

Hiburan haram gratis untuk Semua Orang

Tidak semua orang bisa pergi ke konser mewah atau cafe live musik sam.Sound Horeg hadir sebagai bentuk hiburan rakyat yang meriah, murah, yang bisa dinikmati. Jadi, masihkah kita menganggap Sound Horeg sebagai hiburan kelas rendah? Atau justru inilah suara rakyat yang sebenarnya

Kalaupun ini suara rakyat tapi kenapa hanya beberapa orang saja yang mampu mengikutinya. Sebagian terseok-seok membayar iuran yang berlabel gotong royong. Kita berlebihan dalam bersikap hingga harus difatwa haram, sebuah hiburan gratis.

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Faruq Amrulloh

Juru Tulis

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler