Lebih Baik Kehilangan Arloji daripada Kompas

Sabtu, 23 Agustus 2025 10:46 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Your Boss is Hypocryte by Jim Rohn
Iklan

Aaktu bisa dikejar, tetapi arah yang hilang dapat membuat hidup sia-sia,

Pendahuluan

Bayangkan seseorang yang berlari tergesa-gesa di jalanan, melihat arlojinya setiap lima menit, takut terlambat—tetapi sebenarnya ia tidak tahu ke mana tujuannya. Ia hanya berlari, semakin cepat, semakin letih, namun tak pernah benar-benar sampai.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kehidupan modern sering kali mirip dengan ilustrasi itu. Kita berlomba-lomba mengejar sesuatu: pencapaian karier, pengakuan sosial, kekayaan, atau validasi di media sosial. Kita sibuk menampilkan diri, sibuk mengikuti tren, sibuk menunjukkan bahwa hidup kita “sempurna”. Namun di balik itu, banyak yang merasa kosong, kehilangan arah, bahkan frustasi ketika melihat pencapaian orang lain lalu membandingkannya dengan diri sendiri.

Arloji memang penting—ia menunjukkan waktu, kecepatan, dan sisa hari yang kita miliki. Tetapi, lebih dari itu semua, kita memerlukan kompas. Kompas membantu menentukan arah perjalanan, visi, dan tujuan. Waktu tanpa arah hanyalah pelarian yang sia-sia. Lebih baik kehilangan arloji daripada kehilangan kompas.

Mengapa Waktu Penting tapi Tidak Cukup

Kita mengenal pepatah time is money. Waktu dianggap sangat berharga, dan memang benar: dengan manajemen waktu yang baik, kita bisa lebih produktif dan lebih teratur. Perusahaan, sekolah, bahkan aktivitas pribadi tak bisa lepas dari pengaturan waktu.

Namun, waktu saja tidak cukup. Kecepatan tanpa arah hanya membawa kita pada kesibukan yang melelahkan. Banyak orang merasa hidupnya penuh aktivitas, tetapi hatinya kosong. Rutinitas yang monoton membuat mereka seperti robot: bangun, bekerja, pulang, tidur, lalu mengulang siklus yang sama. Daya kritis pun mati, kreativitas terkubur, dan pada akhirnya hidup kehilangan makna.

Pentingnya Kompas: Visi, Arah, dan Tujuan

Kompas dalam kehidupan melambangkan visi dan arah. Ia menjadi panduan agar kita tidak tersesat di tengah perjalanan. Tanpa kompas, sekencang apa pun kita melaju, kita bisa saja berputar-putar tanpa sampai pada tujuan.

Viktor Frankl dalam bukunya Man’s Search for Meaning menekankan bahwa manusia mampu bertahan hidup bukan karena kekuatan fisik atau banyaknya waktu, melainkan karena makna yang ia pegang. Makna inilah yang menjadi kompas kehidupan.

Stephen Covey juga menegaskan dalam The 7 Habits of Highly Effective People: “Begin with the end in mind.” Mulailah dengan tujuan akhir di pikiran. Artinya, sebelum berlari, pastikan kita tahu ke mana kaki diarahkan. Kapal besar di tengah samudra tidak akan mengandalkan jam, melainkan kompas. Arah yang tepatlah yang membawa kapal itu ke pelabuhan, bukan kecepatan semata.

Hubungan antara Waktu dan Arah

Waktu adalah kendaraan, arah adalah tujuan. Kita bisa mengelola waktu sebaik apa pun, tetapi tanpa arah yang jelas, kita hanya akan berkendara tanpa henti di jalanan yang tak berujung.

Kehilangan arloji masih bisa ditolong—kita dapat bertanya kepada orang lain tentang jam berapa sekarang. Tetapi kehilangan kompas berarti kita benar-benar tersesat. Akibatnya bukan hanya terlambat, melainkan tidak pernah sampai pada tujuan.

Seperti pepatah, “lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.” Terlambat berarti masih ada kemungkinan sampai. Tetapi tersesat berarti kita kehilangan arah, kehilangan tujuan, bahkan kehilangan makna hidup itu sendiri.

Dampak Kehilangan Kompas dalam Kehidupan Modern

Banyak anak muda hari ini mengalami burnout. Mereka mengejar deadline, sibuk mengikuti ritme cepat kehidupan modern, tetapi di dalam hati bertanya: Sebenarnya aku mau ke mana?

Fenomena ini melahirkan krisis eksistensial. Banyak pilihan terbuka, tapi minim arah yang jelas. Hasilnya, kita melihat orang kaya tetapi merasa hampa, pekerja sukses tetapi depresi, mahasiswa berprestasi tetapi kehilangan semangat hidup.

Tanpa kompas, kesuksesan yang dikejar bisa berubah menjadi jebakan. Kekayaan tanpa makna, karier tanpa tujuan, atau prestasi tanpa kepuasan batin.

Menemukan dan Menjaga Kompas Hidup

Bagaimana menemukan kompas hidup?

Pertama, lakukan refleksi diri. Kenali apa yang benar-benar penting, nilai-nilai apa yang ingin dijunjung, dan prioritas apa yang harus dipegang.

Kedua, tulislah visi hidup. Buatlah semacam life purpose statement—pernyataan sederhana tentang tujuan hidup, yang menjadi pegangan dalam setiap keputusan.

Ketiga, carilah mentor atau komunitas yang sehat. Kehadiran orang lain dapat menjadi penunjuk jalan ketika kita mulai goyah.

Keempat, jangan lupakan spiritualitas. Doa, meditasi, atau refleksi batin bisa menjadi kompas terdalam yang memberi arah melampaui logika manusia.

Terakhir, selaraskan kompas dengan arloji. Arah yang benar akan menjadi sia-sia bila tidak diikuti dengan langkah terencana. Waktu adalah sahabat setia ketika kita tahu tujuan kita.

Penutup

Kehilangan waktu mungkin membuat kita terlambat. Tetapi kehilangan arah berarti kita tak pernah sampai. Karena itu, jangan hanya sibuk memandangi arloji, pastikan kita selalu membawa kompas.

Lebih baik kehilangan arloji daripada kehilangan kompas, sebab waktu bisa dikejar, tetapi arah yang hilang dapat membuat hidup benar-benar sia-sia.

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Sopian Purba

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler