Penulis, aktivis, sociopreneur.\xd\xd Menyuarakan nalar kritis dan semangat mandiri dari pesantren ke publik digital #LuffyNeptuno
Dari Pesantren untuk Negeri: Kiprah Santripreneur Baznas 2025
2 hari lalu
Santripreneur bukan sekedar program lomba, melainkan panggilan zaman. Dari pesantren lahir santri yang berani berwirausaha.
Antara Syukur dan Keresahan
Alhamdulillah, pada tahun ini saya dinyatakan masuk dalam 100 besar finalis Santripreneur 2025 klaster Haji dan Umroh. Sebuah capaian yang patut disyukuri, karena bukan hanya meneguhkan ikhtiar pribadi, tetapi juga menjadi tanda bahwa gerakan ekonomi berbasis pesantren semakin diakui di kancah nasional khususnya.
Namun di balik rasa syukur itu, ada keresahan yang tidak bisa saya sembunyikan. Dunia haji dan umroh yang seharusnya menjadi ladang keberkahan bagi orang isalam telah lama diperlakukan seperti layaknya industri travel wisata. Jamaah sering kali tidak lebih dari hanya sekedar konsumen, sementara ibadah yang suci diperlakukan sebagai komoditas dagang yang menghasilkan cuan. Maka keberhasilan lolos ke ajang ini harus dibarengi dengan sikap kritis.
Apakah program seperti Santripreneur yang dieksekusi oleh Baznas ini mampu menghadirkan perubahan nyata, atau sekadar menambah aktor baru dalam panggung lama yang penuh problem?
Antara Doa dan Industri
Setiap muslim yang mampu tentu mendambakan untuk bisa menunaikan haji atau umroh. Doa-doa itu terucap sejak masa kanak-kanak, lalu terus dipupuk sepanjang hidup hingga dewasa. Banyak orang di desa rela menabung belasan bahkan puluhan tahun, menjual tanah, atau melepaskan ternak hanya demi kesempatan pergi ke tanah suci.
Tetapi perjalanan itu tidak pernah mudah. Antrean haji bisa mencapai belasan bahkan puluhan tahun. Biaya pun terus naik dari tahun ke tahun. Umroh yang dahulu terasa lebih terjangkau, kini tidak lagi semurah yang dibayangkan. Di tengah kerinduan umat, muncullah biro-biro perjalanan yang menawarkan jalan cepat. Ada yang tulus melayani, tetapi tidak sedikit yang justru merugikan jamaah. Kasus penipuan travel umroh dan gagalnya keberangkatan haji kerap menjadi headline berita, meninggalkan luka yang mendalam bagi ribuan calon jamaah.
Fenomena ini memperlihatkan satu hal yakni ibadah telah berubah menjadi industri. Brosur dicetak penuh warna, paket dibuat seolah eksklusif, janji pelayanan diumbar, tetapi banyak yang tidak sesuai kenyataan. Ketika ibadah menjadi komoditas, maka jamaah kehilangan posisi mulia dan hanya dilihat sebagai sumber keuntungan saja.
Kelemahan Sistemik dan Kerentanan Jamaah
Ada beberapa persoalan mendasar yang membuat jamaah rentan. Pertama, birokrasi yang panjang dan kuota yang terbatas. Antrean haji yang begitu lama membuat banyak orang mencari jalan pintas melalui program khusus yang biayanya jauh lebih tinggi. Disinilah sering muncul penyimpangan hingga isu penyalahgunaan wewenang dengan cara menjual porsi haji reguler menjadi program ibadah haji khusus.
Kedua, biaya yang tidak transparan. Banyak biro perjalanan tidak memberikan rincian yang jelas, sehingga jamaah tidak tahu kemana uang mereka dialokasikan. Kondisi ini membuka ruang manipulasi.
Ketiga, rendahnya literasi masyarakat. Banyak jamaah percaya begitu saja pada janji tanpa membaca detail kontrak atau mengecek legalitas biro. Ketika masalah kemudian muncul, mereka sulit menuntut keadilan.
Keempat, lemahnya etika bisnis. Tidak sedikit penyelenggara perjalanan yang lebih mengutamakan keuntungan ketimbang pelayanan. Padahal, uang yang mereka terima adalah hasil keringat, tabungan, bahkan pengorbanan besar dari jamaah kecil.
Kombinasi faktor-faktor ini membuat ibadah haji dan umroh menjadi ladang yang subur bagi praktik curang. Dan selama sistem tidak diperbaiki, jamaah akan terus berada dalam posisi lemah.
Santri dan Panggilan Ekonomi Umat
Dalam konteks inilah, gerakan Santripreneur menjadi penting. Santri tidak cukup hanya dikenal sebagai penjaga kitab kuning dan pewaris tradisi dakwah. Santri juga harus terjun ke ranah ekonomi untuk memberikan solusi nyata.
Pesantren memiliki potensi besar untuk membangun dan membentuk jaringan sosial yang luas, nilai-nilai kejujuran dan amanah, serta kultur kebersamaan. Modal sosial ini dapat menjadi basis membangun usaha yang lebih berkeadilan. Santri yang berwirausaha tidak hanya sekedar mencari keuntungan, tetapi membawa misi moral untuk menjaga keberkahan.
Program seperti Santripreneur yang digaungkan Baznas ini diharapkan dapat membuka ruang bagi santri untuk mengasah diri. Namun, tantangan sesungguhnya bukan hanya bagaimana memenangkan kompetisi atau memperoleh modal jutaan, melainkan bagaimana menghadirkan model usaha yang berbeda dari logika pasar yang rakus.
Filosofi Ikhtiar
Dalam ajang ini saya membawa gagasan usaha bernama Doa Ibu. Nama itu lahir dari keyakinan bahwa doa seorang ibu adalah energi paling tulus yang mengiringi langkah hidup seorang anak. Tidak bisa dibeli dengan uang, tidak bisa diukur dengan angka, tetapi mampu membuka jalan terjal yang sulit dilalui sekalipun.
Filosofi itu yang ingin saya tanamkan dalam usaha haji dan umroh. Bahwa pelayanan harus dilandasi ketulusan, bukan tipu daya. Harga harus transparan, keuntungan harus wajar, dan jamaah harus diperlakukan layaknya keluarga, bukan sebagai konsumen belaka.
Doa Ibu bukan sekadar biro perjalanan, melainkan ikhtiar untuk mengembalikan wajah haji dan umroh pada makna keberkahan. Ia ingin menjadi jalan kecil bagi masyarakat desa yang selama ini berjuang keras agar bisa menyentuh Ka’bah dan mencium hajar aswad seperti yang bertahun-tahun jamaah impikan.
Transformasi yang Diharapkan
Salah satu indikator keberhasilan program pemberdayaan adalah ketika penerima manfaat tidak lagi menjadi mustahik, tetapi naik kelas menjadi muzaki. Santripreneur telah menunjukkan jejak awal ke arah itu, dimana banyak peserta mulai mampu meningkatkan pendapatan pribadinya hingga mendekati nishab zakat yang artinya ia memiliki kelebihan harta yang bisa ia zakatkan dalam bentuk zakat mal.
Jika santri mampu bertransformasi menjadi pelaku usaha yang mandiri, maka dampaknya bukan hanya pada dirinya sendiri, tetapi juga pada ekosistem pesantren dan masyarakat sekitar. Ekonomi pesantren bisa berkembang, desa bisa bergerak, dan jamaah mendapat layanan yang lebih aman dan nyaman.
Namun, transformasi ini hanya akan bermakna jika nilai keberkahan tetap dijaga. Sebab tanpa nilai itu, santri hanya akan menjadi pengusaha biasa yang terjebak dalam logika pasar, tidak ada bedanya dengan pelaku usaha lain yang lebih mementingkan laba ketimbang amanah.
Kritik yang Perlu Terus Digaungkan
Meski program seperti Santripreneur Baznas patut diapresiasi, kritik tetap harus digaungkan. Sebab persoalan mendasar dalam industri haji dan umroh tidak bisa selesai hanya dengan melahirkan biro-biro baru.
Pertanyaan yang harus dijawab seperti apakah usaha-usaha ini sungguh akan berbeda dari pola lama? Apakah mereka mampu menjaga kepercayaan jamaah, menghadirkan transparansi, dan menolak praktik curang? Ataukah mereka hanya menjadi bagian dari sistem yang sama, dengan wajah baru tetapi nilai lama?
Disinilah pentingnya kesadaran moral. Santri harus berani membedakan diri, harus membawa standar etika yang lebih tinggi. Bukan hanya sekedar ikut bersaing bisnis, tetapi menghadirkan alternatif yang jujur dan berpihak pada umat dan rakyat kecil.
Doa dan Harapan
Masuk 100 besar finalis Santripreneur adalah awal, bukan akhir. Perjalanan masih panjang, tantangan masih besar. Tetapi saya percaya, selama langkah ini berangkat dari niat tulus, Allah akan membuka jalan.
Industri haji dan umroh memang penuh masalah, tetapi di dalamnya ada peluang untuk memperbaiki, mengembalikan, dan memuliakan jamaah. Santri harus hadir sebagai penggerak perubahan, bukan sebagai penonton.
Saya ingin menegaskan kembali. Ibadah bukan barang dagangan, ia adalah panggilan suci dan setiap usaha yang berkaitan dengannya harus dijalankan dengan doa, kejujuran, dan keberkahan.
Doa Ibu adalah simbol dari keyakinan itu. Bahwa setiap ketulusan adalah fondasi, dan keberkahan adalah tujuan. Semoga ikhtiar kecil ini menjadi bagian dari gerakan besar untuk mengembalikan marwah ibadah di tengah industri yang kian materialistik.

Sociopreneur | Founder Neptunus Kreativa Publishing
8 Pengikut
Baca Juga
Artikel Terpopuler