Strategi Pencegahan dan Penanggulangan Stunting pada Anak di Indonesia
3 jam lalu
Stunting tidak muncul secara tiba-tiba. Faktor utamanya adalah kekurangan gizi yang berlangsung lama
Wacana ini ditulis oleh Naysila Prasetio, Luthfiah Mawar M.K.M., Helsa Nasution, M.Pd., dan Dr. M. Agung Rahmadi, M.Si. Lalu diedit oleh Nadia Saphira, Amanda Aulia Putri, Naysila Prasetio, Winda Yulia Gitania Br Sembiring, dan Annisa Br Bangun dari IKM 5 Stambuk 2025, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UIN Sumatera Utara.
Dalam sebuah wawancara lapangan di salah satu desa di Jawa Tengah, seorang ibu muda menuturkan dengan penuh keprihatinan mengenai pertumbuhan anaknya yang tampak lambat dibanding teman sebaya. Kisah itu menjadi cermin dari persoalan stunting yang masih menghantui banyak keluarga di Indonesia, sebuah kondisi gagal tumbuh yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis pada periode 1.000 hari pertama kehidupan, dari dalam kandungan hingga usia dua tahun.
Konsekuensinya bukan hanya terlihat dari tinggi badan yang lebih pendek, tetapi juga menyentuh perkembangan otak, sistem imun, serta kemampuan belajar anak. Apabila persoalan ini tidak segera ditangani, stunting akan menurunkan kualitas hidup individu hingga dewasa dan meningkatkan risiko berbagai penyakit metabolik seperti diabetes dan hipertensi. Dengan demikian, stunting bukan sekadar masalah keluarga, melainkan tantangan strategis bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Stunting tidak muncul secara tiba-tiba. Faktor utamanya adalah kekurangan gizi yang berlangsung lama, terutama pada ibu hamil dan anak balita. Ibu yang tidak memperoleh asupan nutrisi memadai, seperti protein, zat besi, kalsium, dan vitamin, berpotensi melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. Setelah lahir, anak yang sering terkena infeksi akibat sanitasi buruk atau pola asuh yang tidak tepat juga berisiko mengalami pertumbuhan terhambat. Contohnya, anak yang sering diare karena konsumsi air minum yang tidak bersih kehilangan nutrisi penting yang menjadi modal utama untuk pertumbuhan optimal.
Langkah pencegahan stunting sejatinya dimulai sejak masa kehamilan. Ibu hamil perlu mengonsumsi makanan bergizi seimbang, rutin menjalani pemeriksaan kehamilan, serta mengonsumsi tablet zat besi untuk mencegah anemia. Setelah lahir, pemberian Air Susu Ibu eksklusif selama enam bulan pertama menjadi langkah krusial, karena ASI mengandung seluruh nutrisi esensial yang dibutuhkan bayi untuk pertumbuhan optimal. Pada usia enam bulan ke atas, bayi perlu dikenalkan pada Makanan Pendamping ASI yang beragam, meliputi sayur, buah, protein hewani, dan karbohidrat dengan tekstur serta porsi sesuai usia. Tidak kalah penting adalah menjaga kebersihan lingkungan, seperti mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, memastikan air minum aman, serta membuang sampah dengan benar. Anak yang jarang sakit akan lebih efektif menyerap nutrisi yang dikonsumsinya.
Keluarga berperan sebagai garda depan pencegahan stunting. Orang tua perlu memahami pentingnya gizi seimbang, imunisasi lengkap, serta pemantauan pertumbuhan anak. Aktivitas sederhana seperti menimbang berat badan dan mengukur tinggi anak di posyandu setiap bulan menjadi strategi efektif untuk mendeteksi hambatan pertumbuhan sejak dini. Peran ayah tidak kalah penting, mulai dari menyediakan makanan bergizi, menemani pemeriksaan kesehatan anak, hingga memberikan dukungan emosional. Dukungan tersebut menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, harmonis, dan mendukung perkembangan anak secara menyeluruh.
Kerja sama masyarakat menjadi fondasi yang tidak dapat diabaikan. Pencegahan stunting memerlukan lingkungan yang sehat dan kolaboratif, di mana kader posyandu, tokoh masyarakat, dan tenaga kesehatan bekerja bersama untuk memberikan edukasi gizi, menyelenggarakan pemeriksaan rutin, serta memastikan akses air bersih. Program inovatif seperti dapur sehat, kebun gizi, dan kelas edukasi bagi ibu hamil dapat menjadi sarana pembelajaran sekaligus implementasi gizi seimbang. Warga juga dapat menanam sayur dan buah di pekarangan rumah untuk memenuhi kebutuhan pangan bergizi, sementara kegiatan bersih-bersih lingkungan mengurangi risiko penyakit yang dapat menghambat pertumbuhan anak.
Pemerintah memiliki peran strategis dalam memastikan akses kesehatan terjangkau, distribusi bantuan gizi, serta kampanye edukasi yang berkelanjutan. Survei Status Gizi Indonesia 2024 menunjukkan angka stunting nasional menurun menjadi 19,8 persen dari 21,5 persen pada 2023, dengan target 18,8 persen pada 2025. Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, menekankan fokus pada enam provinsi prioritas yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Banten, yang menyumbang sekitar 50 persen kasus nasional. Upaya konsisten di wilayah-wilayah tersebut dapat secara signifikan menurunkan angka stunting secara nasional.
Bagi anak yang telah mengalami stunting, peluang perbaikan masih terbuka. Fokus pada peningkatan gizi, stimulasi perkembangan, dan pemeriksaan kesehatan rutin tetap esensial. Meskipun tinggi badan mungkin sulit dikejar, kemampuan belajar dan perkembangan otak anak tetap dapat dioptimalkan melalui intervensi yang tepat. Orang tua dianjurkan berkonsultasi secara rutin dengan tenaga kesehatan untuk panduan pemulihan gizi dan pemantauan pertumbuhan anak.
Masa depan bangsa sangat tergantung pada generasi bebas stunting. Pencegahan yang dimulai dari kesadaran bersama, penerapan pola hidup sehat, pemenuhan gizi seimbang, dan kolaborasi antara keluarga, masyarakat, serta pemerintah dapat memutus rantai stunting. Setiap langkah kecil, mulai dari pemberian ASI eksklusif hingga pemantauan pertumbuhan di posyandu, merupakan investasi besar bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia. Generasi yang sehat dan cerdas akan lebih siap menghadapi tantangan global.
Pendidikan dan literasi gizi menjadi elemen pendukung yang tidak kalah penting. Ibu dengan pengetahuan baik tentang pola makan sehat dan pengolahan makanan yang tepat dapat menyediakan asupan gizi seimbang bagi anak. Literasi gizi dapat diperkuat melalui penyuluhan, kelas memasak sehat di posyandu, dan kampanye kreatif melalui media digital. Orang tua perlu kemampuan memilah informasi yang benar agar tidak terjebak pada mitos atau tren yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak.
Kisah sukses lapangan menunjukkan efektivitas kerja sama lintas sektor. Di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, program 'Rumah Gizi' melibatkan kader kesehatan, tokoh agama, dan kelompok ibu muda untuk menanam sayur serta mengolah makanan bergizi. Dalam dua tahun terakhir, angka stunting menurun lebih dari lima persen. Keberhasilan ini menegaskan bahwa perubahan signifikan dapat dicapai melalui langkah sederhana yang konsisten dan partisipasi seluruh elemen masyarakat.
Dengan demikian, pencegahan dan penanggulangan stunting merupakan tanggung jawab kolektif. Generasi sehat adalah generasi yang unggul secara fisik, kognitif, dan sosial. Kesadaran bersama, langkah-langkah konsisten, dan kolaborasi lintas sektor akan menjadi kunci dalam membangun masa depan bangsa yang lebih sejahtera dan berdaya saing tinggi.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Baca Juga
Artikel Terpopuler