Menata Pola Tidur Remaja untuk Kesehatan Mental Optimal

3 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
kualitas tidur
Iklan

Tidur bukan sekadar aktivitas pasif, taoi investasi jangka panjang bagi kualitas hidup, keberhasilan akademik, dan hadapi tekanan sosial

Wacana ini ditulis oleh Risa Ramadhani Br Panjaitan, Luthfiah Mawar M.K.M., Helsa Nasution, M.Pd., dan Dr. M. Agung Rahmadi, M.Si. Lalu diedit oleh Aisyah Umaira, Andieni Pratiwi, Andine Mei Hanny, Dwi Keisya Kurnia, dan Naila Al Madina dari IKM 6 Stambuk 2025, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UIN Sumatera Utara.

Hasil wawancara kualitatif dengan beberapa remaja mengungkapkan pola tidur mereka yang sangat bervariasi. Sebagian merasa sulit tidur tepat waktu karena tekanan akademik, tuntutan organisasi, maupun hiburan digital. Narasi mereka menekankan bahwa ketidakaturan tidur tidak hanya membuat mereka lelah secara fisik, tetapi juga menimbulkan perasaan cemas dan stres yang sulit diatasi. Kesadaran akan pola tidur, demikian para responden, adalah kunci untuk menjaga kesejahteraan mental.

Tidur merupakan kebutuhan biologis fundamental yang berperan krusial dalam pemulihan tubuh dan pikiran. Selama tidur, tubuh melakukan regenerasi sel, memproses informasi yang diterima sepanjang hari, serta mengatur keseimbangan hormon (Saikunna et al., 2022). Namun, bagi remaja, tekanan akademik yang tinggi dan aktivitas non-akademik seringkali mengganggu durasi dan kualitas tidur (Ramadita et al., 2023). Mengorbankan waktu tidur demi menyelesaikan tugas, mengikuti organisasi, atau kegiatan lainnya membawa konsekuensi nyata bagi kesehatan fisik dan mental. Kesehatan mental adalah kondisi di mana individu mampu menyadari potensinya, mengelola tekanan hidup, serta berinteraksi secara positif dalam kehidupan sehari-hari. Gangguan kesehatan mental, yang menjadi salah satu beban utama penyakit pada remaja, dapat muncul dalam bentuk perilaku merugikan diri sendiri atau depresi, yang termasuk penyebab utama kecacatan pada usia muda.

Menurut WHO (2021), masa remaja merupakan periode penting dalam perkembangan sosial dan emosional, yang menentukan kesehatan mental jangka panjang. Faktor-faktor seperti tidur yang cukup, olahraga rutin, kemampuan mengendalikan emosi, serta penyelesaian masalah yang efektif, semuanya saling terkait dengan kualitas kesehatan mental. Semakin banyak faktor risiko yang dialami remaja, semakin besar kemungkinan dampak negatif terhadap kesehatan mental mereka.

Kualitas tidur yang baik terbukti memiliki efek signifikan terhadap pengelolaan stres, kecemasan, dan depresi. Remaja yang memiliki pola tidur teratur cenderung lebih mampu mengendalikan tekanan hidup dan mempertahankan kesejahteraan mentalnya. Sebaliknya, ketidakaturan tidur dapat memicu gangguan kognitif, menurunkan konsentrasi, serta memperburuk fungsi emosional. Penelitian terkini menunjukkan bahwa tidur yang cukup dan teratur mendukung keberhasilan akademik sekaligus meningkatkan kualitas hidup secara menyeluruh (Ellen Bernadet Lomboan et al., 2023; Aulia et al., 2024).

Pola tidur dan kesehatan mental memiliki hubungan timbal balik yang kompleks. Gangguan tidur seperti insomnia atau hypersomnia sering menjadi indikator awal gangguan psikologis, sementara gangguan psikologis juga dapat memperburuk kualitas tidur, membentuk siklus yang sulit diputus. Baglioni et al. (2016) menekankan bahwa insomnia kronis merupakan prediktor kuat munculnya depresi dalam lima tahun ke depan, menegaskan bahwa gangguan tidur tidak hanya konsekuensi, tetapi juga faktor risiko utama bagi masalah mental.

Beberapa gangguan tidur yang memengaruhi kesehatan mental antara lain insomnia, sleep apnea, dan parasomnia. Insomnia, gangguan tidur paling umum, menyebabkan stres berkepanjangan, mudah tersinggung, dan gangguan konsentrasi. Sleep apnea, yang ditandai henti napas sementara saat tidur, menurunkan kadar oksigen di otak sehingga memengaruhi fungsi kognitif dan emosional. Parasomnia, seperti mimpi buruk dan sleepwalking, walaupun lebih sering terjadi pada anak-anak, juga dapat mengganggu stabilitas mental, terutama jika dikaitkan dengan trauma psikologis.

Dampak ketidakaturan tidur terhadap fungsi kognitif dan sosial sangat nyata. Kurang tidur menurunkan atensi, memori, serta kemampuan memecahkan masalah, sehingga individu lebih rentan melakukan kesalahan dan kehilangan rasa percaya diri. Selain itu, kemampuan membangun hubungan sosial juga terpengaruh. Ketidakstabilan interaksi sosial menyebabkan isolasi, menurunkan empati, dan memperkuat perasaan kesepian, yang secara keseluruhan berdampak negatif terhadap kesehatan mental.

Strategi untuk meningkatkan kualitas tidur dan kesehatan mental mencakup pembentukan kebiasaan tidur sehat, penjadwalan waktu tidur yang konsisten, serta praktik relaksasi seperti olahraga ringan, yoga, atau meditasi. Integrasi kebiasaan ini ke dalam rutinitas harian memungkinkan remaja untuk memaksimalkan potensi akademik dan sosial, sekaligus memperkuat kesejahteraan emosional.

Menyadari pentingnya pola tidur yang sehat bagi kesejahteraan mental adalah langkah krusial. Tidur bukan sekadar aktivitas pasif, melainkan investasi jangka panjang bagi kualitas hidup, keberhasilan akademik, dan kemampuan menghadapi tekanan sosial. Remaja yang mampu menata tidur mereka dengan bijak tidak hanya menjaga kesehatan mental, tetapi juga membangun landasan yang kokoh untuk kehidupan dewasa yang produktif dan memuaskan. Dengan pemahaman, disiplin, dan intervensi yang tepat, pola tidur yang baik dapat menjadi fondasi utama bagi kesejahteraan fisik dan psikologis yang berkelanjutan.

Risa Ramadhani Br Panjaitan

(corresponding author: [email protected])

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler