Malaysia Mengangkat Bahasa Melayu Sebagai Bahasa Kedua ASEAN

2 hari lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
ASEAN
Iklan

Motivasi di balik gagasan itu bukan politik semata?

***

Mantan Perdana Menteri Malaysia bapak Ismail Sabri Yaakob, selaku Pelindung Pertubuhan Aspirasi Bahasa Melayu Malaysia (PAABM), meresmikan Simposium Antarabangsa Aspirasi Bahasa Melayu (SAABM) ke-4 pada Sabtu, 11 Oktober 2025. Simposium bertempat di Hotel Royale Chulan, Kuala Lumpur.

Dalam sambutannya sebagai pembuka simposium yang mengangkat tema “Meningkatkan Aspirasi Internasionalisasi Bahasa Melayu”, beliau mengusulkan agar perjuangan bahasa Melayu dibawa ke KTT ASEAN ke-47, agar dapat ditingkatkan statusnya sebagai bahasa kedua ASEAN melalui pendekatan regional yang komprehensif.

Pada kesempatan yang sama, bapak Ismail Sabri Yaakob memperkenalkan buku berjudul Bahasa Melayu Mengangkat ASEAN: Ekonomi, Warisan, dan Kecerdasan Buatan, hasil kerja sama Pertubuhan Aspirasi Bahasa Melayu Malaysia (PAABM) dan Penerbit Universitas Putra Malaya (UPM). Penerbit UPM yang terindeks di Scopus tersebut turut meningkatkan nilai akademik dan pengakuan internasional terhadap upaya memperkuat bahasa Melayu di panggung global.

Beliau mengusulkan pembentukan gugus tugas ASEAN, yang melibatkan para pakar bahasa dan diplomat untuk merumuskan kebijakan bahasa dan peta jalan jangka panjang guna memperkuat posisi bahasa Melayu.

Sebenarnya isu tersebut sudah pernah disampaikan bapak Ismail Sabri Yaakob pada tahun 2022 sewaktu beliau masih menjabat sebaga PM Malaysia. Tapi bapak Nadiem Makarim (Mendikbudristek RI saat itu)  menolak usulan PM Malaysia tersebut. Bahasa Indonesia lebih cocok menjadi bahasa kedua ASEAN ditinjau dari sisi historis, hukum dan linguistik. Itu juga merupakan faktor yang mendukung keberhasilan bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi UNESCO.

Dalam wawancaranya seusai meresmikan Simposium Antarabangsa Aspirasi Bahasa Melayu ke-4, bapak Ismail Sabri Yaakob mengemukakan bahwa Amerika, Kanada, Australia, New Sealand mereka menggunakan bahasa Inggris. Tidak ada bahasa Amerika, Kanada, Australia, New Sealand. Ini bermaksud menyindir Indonesia, sebaiknya menyebut bahasa kebangsaannya dengan sebutan bahasa Melayu.

Malaysia mencontohkan bahasa Inggris pascakolonisasi sehingga banyak dipakai di negara-negara jajahannya. Tidak menjelaskan akar bahasa Inggris dari bahasa Jermanik Barat. Orang Inggris yang mampu mengembangkan sehingga wajar disebut bahasa Inggris. Suatu bahasa itu bersifat dinamis, dapat berkembang secara alami, dan dapat pula dikembangkan secara sengaja oleh penuturnya, demikian juga yang terjadi dengan bahasa Indonesia.

Malaysia menganggap bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu seolah hanya untuk klaim kebesaran bahasa Melayu (klaim jumlah penutur). Padahal di Malaysia sendiri pernah beberapa kali mengganti istilah bahasa Melayu ke bahasa Malaysia dan sebaliknya. Ketika Indonesia merdeka, bahasa selain bahasa Indonesia disebut bahasa Daerah, termasuk bahasa Melayu. Ketika seseorang menyebut bahasa Melayu, perspektifnya adalah sebagai bahasa daerah, ini merujuk pada data badan bahasa di Indonesia, terdapat 87 dialek bahasa Melayu,

Memang bahasa Indonesia berakar dari bahasa Melayu Riau, namun ketika sebuah bahasa melahirkan bahasa baru, maka bahasa baru tersebut bukanlah bahasa yang sama, melainkan entitas yang berbeda. Saat ini, bahasa Indonesia telah berkembang jauh melampaui bahasa Melayu dan telah menjadi identitas bangsa Indonesia.

 Pengembangan bahasa Indonesia melalui konsep yang matang dan kaidah baku. Dari ejaan, tata bahasa (gramatika) yang lebih kompleks dan terstruktur, tata bentukan / penggunakan awalan dan akhiran, struktur (susunan kalimat yang efektif, Subyek Prediket Obyek Keterangan / SPOK), pengembangan kosa kata, dan pembentukan kata serapan dalam Bahasa Indonesia mempunyai kaidah baku. Sehingga dalam konteks Indonesia, bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu modern yang sudah distandarisasi. Bahkan banyak warga Melayu Malaysia menganggap banyak hal tentang bahasa Indonesia dianggap bahasa baku dari bahasa Melayu.

Sebenarnya banyak hal pelik yang terjadi di Malaysia. Wacana KSBM (Kerangka Standard Bahasa Melayu) yang sebetulnya suatu ide yang bagus belum juga terwujud. Jika Malaysia sungguh ingin bahasa Melayu dihormati di kawasan, seharusnya dimulai dari dalam dengan menjadikan bahasa Melayu standart, benar-benar hidup, dihargai, dan dibanggakan oleh seluruh rakyatnya tanpa terkecuali.

Jika suatu bahasa aktif digunakan maka akan hidup, dinamis, dan selalu berubah. Kemampuannya untuk berkembang secara alami terjadi karena adanya kebutuhan penutur untuk beradaptasi dengan perubahan zaman, sosial, dan teknologi. Pengembangan dengan sengaja bisa dilakukakn oleh pemerintah kerajaan Malaysia untuk mencapai tujuan tertentu, seperti persatuan, kemajuan ilmu, atau standarisasi komunikasi, dan juga menjadi simbol jati diri bangsa.

Usulan Malaysia agar bahasa Melayu dijadikan bahasa kedua ASEAN terkesan seperti memaksakan. Bagaimana mungkin ingin memimpin bahasa di tingkat Asia Tenggara jika di dalam negeri sendiri tidak mampu memuliakan bahasa tersebut? Kehormatan bahasa tidak datang dari sekadar usulan internasionalisasi, simposium, seminar atau mengadakan lomba pidato. Melainkan dari bagaimana bangsa itu menghargai dan menggunakannya secara luas.

Reaksi dan kecaman dari Indonesia pada bapak Ismail Sabri Yaakob bukan semata karena usulannya tentang bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN. Bapak Ismail Sabri Yacoob pernah menyatakan "Alam Melayu adalah diaspora Malaysia", bahkan sampai Suriname dikatakan diaspora Malaysia. Dari perspektif Indonesia pernyataan tersebut sangat absurd. Adakah Alam Melayu? Jika anggaplah bahwa orang Indonesia percaya bahwa Alam Melayu itu ada, dikatakan diaspora Melayu saja salah. Karena suku-suku di Indonesia punya sejarah tersendiri. Apalagi dikatakan diaspora Malaysia. Sejak kapan ada istilah Malaysia, atau hanya untuk menggiring opini bahwa Melayu itu Malaysia?

Pernyataan mantan Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob mengenai "Alam Melayu adalah diaspora Malaysia" jelas bukan pandangan historis yang diakui secara luas, melainkan lebih merupakan ekspresi politik yang memicu kontroversi. Hal itu semakin menguatkan bahwa bapak Ismail Sabri Yacoob berupaya memutarbalikkan fakta sejarah dan mencoba mengklaim wilayah yang secara historis memiliki hubungan dengan Indonesia.

Yang tentunya juga membuat pandangan orang Indonesia terhadap bapak Ismail Sabri Yaakob hanya berpolitik untuk memperluas pengaruh Malaysia dalam narasi regional atau untuk membela posisi budaya Melayu Malaysia di mata internasional. Motivasi di balik gagasan menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN bukan semata politik?

 

https://nangnayokoaji.blogspot.com/2025/10/malaysia-mengangkat-bahasa-melayu.html#more

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Nang Nayoko Aji

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler