Komisi 1 Sorot Budaya Korupsi Di Dompu NTB

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Maraknya praktek korupsi di Kabupaten Dompu Provinsi NTB, baik yng dilakukan oleh Bupati, mantan Bupati, dan pejabat selama ini, yang sudah diproses oleh penegak hukum, menjadi sorotan Komisi 1 DPRD Kabupaten Dompu Provinsi NTB. Komisi yang membidangi huk

Dompu, NTB - Menjelang akhir tahun anggaran 2014, komisi-komisi di DPRD Dompu melakukan evaluasi kinerja terhadap seluruh dinas atau instansi yang ada dilingkup Pemerintah Kabupaten Dompu. Penilaian kinerja ini berfokus pada perencanaan dan realisasi program yang sudah disusun sebelumnya, serta daya serap anggaran yang sudah dialokasikan oleh DPRD bersama pemerintah dalam rapat penetapan APBD.

Dalam evaluasinya, Komisi 1 yang membidangi hukum dan pemerintahan menyoroti praktek korupsi yang terus terjadi selama ini. Ketua Komisi I Kaharuddin Ase ketika ditemui diruang kerjanya Rabu (03/12) menyayangkan terjadinya penyimpangan anggaran yang dilakukan oleh Bupati, mantan Bupati, pejabat eselon maupun aparatur di bawahnya, yang mengakibatkan mereka harus berurusan dengan hukum.

Politisi Partai PAN tersebut memberikan salah satu contoh kasus peminjaman dana oleh Setda Dompu kepada para rentenir sejak tahun 2011.  Kasus yang menyita perhatian publik tersebut sudah ditangani oleh Polres Dompu. Sudah ditetapkan lima tersangka, yaitu Adil Paradi,S.Ip saat ini menduduki jabatan sebagai kepala BKD, Saladin Hasan mantan Asisten III Setda Dompu, Muhammad alias Memet mantan Bendahara Setda Dompu, M. Noor mantan Bendahara Setda Dompu, dan Budiyanto alias Tito, mantan Kasubbag rumah tangga Setda Dompu, yang saat ini menjabat sebagai salah satu kepala bidang pada Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Dompu.

"Kenapa Pemda harus berhutang pada rentenir, padahal anggaran sudah diketok palu? Kalau ada peminjaman kepada rentenir, lalu ke mana anggaran yang sudah disetujui DPRD? Ungkapnya.

"Kalaupun anggaran tidak cukup," lanjutnya, "maka pemerintah bisa meminta tambahan anggaran ketika pembahasan APBD perubahan atau, jika terpaksa, bisa melakukan pinjaman ke perbankan atau koperasi yang jelas payung hukumnya."

"Mereka (pemerintah, red) sudah tahu bahwa rentenir adalah lintah darat dengan pengenaan bunga yang sangat mencekik, hingga 25 persen. Kalau memang pemerintah kekurangan anggaran dan terpaksa harus berhutang, mereka bisa meminta pinjaman ke lembaga perbankan atau koperasi yang memiliki payung hukum jelas," ulangnya.

"Oleh sebab itu," katanya, "pemerintah harus mengubah pola pikir dalam menyelenggarakan pemerintahan, terutama dalam mengelola anggaran, sehingga tidak ada lagi Bupati, atau mantan Bupati, pejabat atau PNS yang diciduk oleh penegak hukum lantaran tersandung kasus korupsi. Korupsi sudah menjadi budaya di daerah kita, jika melihat track record beberapa pejabat selama ini," pungkas Kahar.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Miftahul Yani Yani

Lahir dan besar di Magenda Dompu - NTB, senang menulis apapun secara bebas. Email : [email protected]. Hp. 087866921180

0 Pengikut

img-content

Setengah Masyarakat Dompu Ikut Program BPJS

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
img-content

Wagub NTB Monitor Persiapan Pilkada Dompu

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler