x

Iklan

Wulung Dian Pertiwi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Nyantri Pada Gayatri

Gayatri Rajapatni adalah perempuan pemeran utama di balik kejayaan Majapahit. Dia punya andil penting dalam membentuk nama-nama besar kerajaan Majapahit. Namanya terabaikan sejarah karena pilihannya tidak menampilkan diri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tugas manusia bermoral adalah menemukan cita-cita mulia, lalu setia pada cita-cita itu - Gayatri Rajapatni

 

Gayatri tidak seterkenal Hayam Wuruk, Maha Patih Gajah Mada, Raden Wijaya, atau Ratu Tribhuwana Tungga Dewi jika kita bicara nama. Lakonnya bahkan sering terabaikan sejarah, dan seperti tak berandil, meski sebenarnya, kesimpulan sejarawan Profesor Earl Drake dalam bukunya Gayatri : The Woman Behind The Glory of Majapahit, Gayatri berperan utama membentuk nama-nama pelaku besar, kerajaan besar nusantara, Majapahit.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya sendiri mengagumi Gayatri karena sejarah menulis kesempatan menjadi raja sebenarnya pernah jatuh padanya, namun menjunjung keluhuran, perempuan mulia ini memilih menahan diri dan mundur. Gayatri itu selir Raden Wijaya, raja pertama Majapahit, sekaligus adik kandung permaisuri kerajaan, Sri Parameswari Dyah Dewi Tribhuwaneswari. Tribhuwaneswari dan ketiga adiknya memang diperistri Raden Wijaya, Tribhuwaneswari menjadi Sri Parameswari (permaisuri), sementara Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri menjadi selir-selir.

Istimewanya, Rajapatni justru didapat Gayatri, yang adalah gelar lazim bagi prameswari menandakan perempuan utama kerajaan, bupati estri atau perempuan pemimpin perempuan-perempuan negeri, dan katanya, menandakan perempuan terkasih sang raja. Ketika keturunan raja dari prameswari tidak ada yang mungkin dinobatkan, maka Rajapatni-lah yang biasanya meneruskan tahta. Ini menimpa Gayatri ketika Jayanegara, Raja Kedua Majapahit, putra Raden Wijaya, mangkat karena pembunuhan. Jayanegara masih muda dan belum berketurunan, sehingga harusnya, Gayatri menggantikan.

Gayatri menolak. Sebagai putri bungsu Kertanegara (raja terakhir Singosari), ia tidak murni Majapahit. Demi menghindari perpecahan, demi menghilangkan kemungkinan keinginan orang-orang lama Singosari bangkit, yang sangat mungkin membahayakan Majapahit, Gayatri mengajukan putri tertuanya, Tribhuwana Wijaya Tunggadewi, meneruskan tahta.

Selanjutnya Tribhuwana Tunggadewi dikenal menjadi Ratu pertama Majapahit yang tegas dan bijaksana. Ini hasil Gayatri mengukir mendidik pribadi. Meski diwarnai beberapa pemberontakan, Tribhuwana Tunggadewi berhasil memadamkan pembelotan-pembelotan masa pemerintahannya dengan sering turun langsung memimpin pasukan kerajaan. Waktu itu, sudah ada Gajah Mada sebagai punggawa Majapahit, meski belum menjadi Patih Daha atau panglima utama.

Seiring waktu, Gajah Mada, yang bukan dari lingkar istana atau keluarga raja, menduduki jabatan penting, bahkan tertinggi, dalam pasukan perang Majapahit, digelari Maha Patih. Ini diluar kebiasaan masa itu ketika para pembesar kerajaan selalu wangsa atau berhubungan trah dengan raja. Pengangkatan Gajah Mada mustahil sekedar karena prestasi gemilang, ada campur tangan pembesar istana dalam penentuannya, dan satu-satunya penasehat utama Sri Ratu, yang sabdanya hampir menyerupai keputusan, adalah Ibu Suri, Sang Gayatri Rajapatni.

Hayam Wuruk, putra Ratu Tribhuwana Tunggadewi, meski dinobatkan menjadi raja di usia 16 tahun, buktinya mempersembahkan masa kejayaan. Wilayah Majapahit terus meluas. Beberapa sumber menyatakan tahun sama penobatan Hayam Wuruk dengan tahun wafat sang ibu suri, Gayatri, sehingga nasehat-nasehat Gayatri tidak mungkin lagi melatari keputusan-keputusan Raja Besar, Hayam Wuruk. Tapi sekian tahun sebelumnya, Hayam Wuruk telah berada dalam didikan langsung Gayatri, sehingga pribadi raja besar adalah andil Sang Rajapatni.

Semasa belia, Gayatri menjadi saksi kerajaannya porak poranda oleh serangan Jayakatwang dari Kediri. Sebelumnya, karena muslihat Jayakatwang, Raden Wijaya ipar Gayatri, yang kala itu patih andalan Singosari, justru memukul mundur pasukan Kediri di wilayah barat Singasari yang ternyata hanya upaya menarik keluar panglima unggulan dari jantung kerajaan. Ketika pertahanan Singasari lemah tanpa Raden Wijaya, Jayakatwang membumihanguskan keraton termasuk berhasil membunuh Raja Kertanegara, ayah Gayatri.

Gayatri berjanji meneruskan cita-cita ayahanda, Raja Kertanegara, membangun kerajaan besar Jawa. Sumpahnya terucap sambil menggenggam tangan jenazah sang ayah, sebelum ia diboyong ke Kediri menjadi rampasan perang. Konon, sumpah itu yang menggerakkan Raden Wijaya bertekad.

Raden Wijaya memukul kembali Kediri dari kekuatan yang sedikit demi sedikit dibangun di Desa Tarik, sebuah wilayah yang sebenarnya anugerah Jayakatwang pada Raden Wijaya karena menyerahkan diri bersedia tunduk pada Kediri. Penyerahan diri itu strategi saja merebut kembali kehormatan. Majapahit didirikan Raden Wijaya 10 November 1293 di Tarik. Segera setelah perebutan Singosari dan penghancuran Jayakatwang, Raden Wijaya, Raja Majapahit Pertama, menikahi Putri Gayatri, sekaligus menggelarinya Rajapatni.

Menurut saya, Gayatri utama karena perannya membesarkan para pembesar tanpa tampil mengedepan. Kesetiaan pada cita-cita membangun kerajaan unggul tanah Jawa dibuktikannya tanpa melalaikan keluhuran, termasuk meninggalkan kesempatan menjadi raja. Bahkan ketika segala cita-citanya seperti mudah terwujud dengan menjadi raja, Gayatri tidak tergiur memenangkan ambisi pribadinya itu. Pilihannya adalah memenangkan keluhuran, menimbang kepantasan garis keturunannya mengemban amanat memimpin kerajaan. Keluhuran mahal hari ini, yang nampak usang dijaman semua orang pingin tampil ke depan, sepertinya semua orang perlu nyantri atau mempelajari keutamaan jiwa Gayatri.

Gayatri paduan kecantikan, kelembutan, kecerdasan, dan kemuliaan, tulis Prof. Drake. Itu terwujud pada arca Prajnaparamita di makamnya, persembahan tertinggi pemeluk Budha pada mendiang, lambang laku hidup penuh kesempurnaan arif bijaksana. Makam Gayatri, yang ditandai komplek candi, dinamai Candi Gayatri, ada di Boyolangu, Tulungagung, Jawa Timur.

Arca Prajnaparamita-nya sendiri telah melintasi samudera karena masa penjajah Belanda sempat disimpan di Rijksmuseum Voor Volkenkunde di Leiden, Belanda, meski kemudian dikembalikan ke pemerintah Indonesia pada 1978. Kini, arca dari Candi Gayatri, Tulungagung, itu tersimpan di Gedung Arca, Museum Nasional Indonesia, Jakarta. Patung Prajnaparamita dari makam Gayatri menjadi harta arkeologi mahal dunia karena tidak banyak patung Prajnaparamita tersisa. Satu, yang tersisa, dimiliki Indonesia.

 

Foto : Tiruan Prajnaparamita sedang dibuat di Leiden, Belanda (luk.staff.ugm.ac.id)

Ikuti tulisan menarik Wulung Dian Pertiwi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler