x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Rahasia Ali Moertopo, Salah Satu Arsitek Orde Baru

Ali Moertopo mengendalikan jaringan luas, baik di militer maupun sipil, untuk memastikan bahwa semua unsur masyarakat dapat dikendalikan agar pemerintahan Orde Baru berjalan tanpa gangguan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mereka yang lahir pada awal 1960-an rasanya cukup usia untuk memiliki kesadaran politik mengenai Indonesia pada sekitar 1970-an hingga 1980-an. Oleh sebab itu, mereka mestinya cukup mengenal—atau setidaknya pernah mendengar—nama Ali Moertopo. Lelaki yang kerap tampil berkacamata tebal ini sering dibicarakan oleh anak-anak muda 1970-an hingga awal 1980an sebagai ‘orang di belakang layar’ dari sejumlah peristiwa penting di negeri ini.

Karya tim redaksi Tempo Media ini, yang diterbitkan bersama Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) tampaknya diminati publik. Sejak terbit pertama kali, April 2014, hingga Maret 2015, buku ini sudah dicetak tiga kali. Bagi mereka yang pernah hidup pada era Kopkamtib dan sejenisnya, karya menjadi sejenis pengingat tentang salah satu tokoh penting yang menjadi tangan kanan sekaligus operator kebijakan Soeharto ini.

Bagi generasi yang lebih muda, buku ini dapat memenuhi rasa ingin tahu mengenai praktek-praktek intelijen dan politik di masa rezim Orde Baru. Banyak hal gelap terjadi pada masa itu, dan melalui karya ini Tempo berusaha membuka helai demi helai tirai yang menutupi kegelapan itu—tentang apa yang terjadi dan siapa yang berperan di dalamnya. Salah satunya sosok kontroversial ini, yang jejaknya nyaris ada di banyak peristiwa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ali adalah orang di belakang kepastian Golar untuk memenangi setiap Pemilu di masa Orde Baru (di masa itu sungguh tidak terbayangkan perpecahan terbuka seperti sekarang bakal dialami Golkar). Ia mengendalikan jaringan luas, baik di militer maupun sipil, untuk memastikan bahwa semua unsur masyarakat dapat dikendalikan agar pemerintahan Orde Baru berjalan tanpa gangguan. Ia bahkan sejak awal bekerja keras untuk melapangkan jalur Soeharto meraih kursi presiden.

Buku ini berusaha merekonstruksi sosok dan peran Ali Moertopo dalam sejarah Indonesia setelah kemerdekaan—khususnya dalam mendirikan dan membangun Orde Baru. Dalam menyusun buku yang semula merupakan laporan utama Majalah Tempo ini, tim redaksi mesti bergegas menghimpun informasi dari orang-orang yang pernah mengenal dekat Ali, yang rata-rata sudah mulai senja, seperti Jusuf Wanandi, Harry Tjan Silalahi, Rahman Tolleng, serta orang kepercayaan Ali seperti Aloysius Sugiyanto dan Joseph Halim.

Ali, dalam rekonstruksi ini, tampil sebagai sosok yang bukan hanya mengatur segala sesuatu (seperti melakukan operasi intelijen, menggagas peleburan partai politik, menggerakkan diskusi dan demonstrasi) dari balik meja. Ia, misalnya, terjun berpidato dalam kampanye Golkar pada 1971 dengan berseragam militer. Ali juga mendirikan lembaga think thank Centre for Strategic and International Studies (CSIS) yang masih berkiprah hingga sekarang maupun mendirikan suratkabar Suara Karya yang menjadi corong Golkar.

Sebagai orang kepercayaan Soeharto, Ali kerap menunaikan tugas-tugas khusus. Ia diperintahkan untuk memanggil pulang Prof. Sumitro Djojohadikusumo yang mengasingkan diri ke luar negeri pada masa pemerintahan Soekarno. Soeharto memerlukan tenaga ayah Prabowo Subianto ini untuk duduk di kabinet sebagai Menteri Perdagangan. Tugas yang diberikan Soeharto kepada Ali memang bermacam-macam. Melalui tim Operasi Khusus yang ia pimpin, Ali aktif melancarkan pula operasi intelijen, membidani kelahiran Golkar, hingga urusan Indocina.

Kedekatan Ali dengan Soeharto sudah berlangsung sejak Ali menjadi bawahan di Divisi Diponegoro. Bersama orang dekat Soeharto lainnya, Soedjono Hoemardani, Ali mudah menemui Soeharto di kediaman Jl. Cendana, hingga suatu ketika Ali harus mengikuti aturan protokoler seperti orang lain, menyusul kekhawatiran Soeharto terhadap popularitas Ali yang terus meningkat. Setelah sempat menjabat Menteri Penerangan, Ali kemudian menjadi Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Saat itulah, Ali merasa Soeharto telah menghukumnya.

Tempo menunjukkan peran penting Ali dalam peristiwa pertama yang paling menggegerkan Indonesia sejak tragedi 1965, yakni Malari (Malapetaka 15 Januari 1974) ketika pecah demonstrasi besar-besaran di Jakarta menentang penanaman modal Jepang (Laporan Tempo mengenai peristiwa Malari ini juga dibukukan tersendiri: Massa Misterius Malari). Di balik peristiwa ini berlangsung persaingan sengit antara Ali, yang berusaha mengamankan posisi Soeharto, versus Jenderal Soemitro, yang dianggap membahayakan posisi Presiden lantaran popularitasnya di mata mahasiswa sedang meningkat.

Membaca Rahasia-rahasia Ali Moertopo, kita disuguhi ‘cerita di balik layar’ dari peristiwa-peristiwa penting yang mewarnai perjalanan Orde Baru sejak kelahirannya, yang di dalamnya Ali Moertopo—sosok yang senantiasa berkacamata hitam—memainkan perannya. (Foto: Ali bersama Soeharto; sbr foto: buku Rahasia-rahasia Ali Moertopo/dokumentasi keluarga) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler