x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Di Amerika, Rasisme Belum Juga Mati

Negara yang mengakui keragaman tak terhitung jumlahnya, tapi tragedi Charleston, AS, menunjukkan bahwa rasisme belum juga padam.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Entah apa yang berkecamuk dalam benak Dylan Storm Roof ketika ia menyalakkan senjata apinya di dalam Gereja Emmanuel EMA di Charleston, South Carolina, AS. Ia satu-satunya kulit putih di tengah jemaat yang tengah memelajari kitab suci. Tak ada prasangka dalam hati dan benak jemaat—tapi justru hati dan benak Dylan yang dipenuhi prasangka. Sembilan orang yang dilahirkan berkulit hitam (jelas bukan pilihan mereka terlahir berkulit hitam) melepas jiwa mereka di hari naas itu.

Entah apa pula yang berkecamuk dalam benak ayah Dylan ketika memberi kado senjata api untuk ulang tahun anaknya yang ke-21. Mungkinkah ini kebetulan belaka atau semacam simbol dari regenerasi sikap rasis yang tetap hidup di sebagian masyarakat AS—dan sang ayah mengenali kecondongan rasis anaknya, lalu memberinya alat untuk mewujudkan kecondongan itu? Memberi penegasan dan dukungan?

Di Ferguson, Missouri, AS, Agustus tahun lalu, seorang pemuda 18 tahun ditembak oleh polisi. Beberapa letupan senjata api dilepaskan oleh polisi meskipun pemuda itu telah mengangkat tangan dan menghadapkan wajahnya ke arah polisi. “Aku tak bersenjata! Aku tak bersenjata!” teriaknya hendak menyerahkan diri. Jasadnya dibiarkan tengkurap di tengah jalan di musim panas waktu itu hingga empat jam setelah peluru menerjang tubuhnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apakah polisi akan melepas 6 kali tembakan seandainya Michael Brown, nama remaja itu, berkulit putih? Bahkan, apakah satu peluru pun akan ia lepaskan? Hitam dan putih menjadi pembeda pokok dalam urusan ini dan memantik kerusuhan di Missouri hingga berhari-hari.

Kematian pemuda Brown dan jemaat gereja itu membuktikan bahwa rasisme belum lagi mati di bumi Amerika. Belum, sekalipun Barack Obama berhasil menjadi presiden dua kali di negeri yang selalu menyebut diri kampiun demokrasi itu—ini kontradiksi yang nyata dan telanjang. Juga di sejumlah negeri lain yang mengidentikkan diri dengan julukan itu; rasisme belum juga mati.

Rasisme menjadi bagian dari sejarah Amerika yang masih berjalan hingga hari ini. “Rasisme telah menjadi bagian Amerika sejak awal-mulanya,” ujar Ta-Nehisi Coates. Harriet Stowe menulis panjang dalam fiksinya yang nyata dan terbit pada 1852: Uncle Tom’s Cabin. Dan hingga masa yang kemudian, kisah dengan nuansa muram bagi keluarga berkulit hitam itu masih didengungkan oleh penulis seperti Harper Lee lewat To Kill a Mockingbird.

Para penulis fiksi mencatat apa yang oleh sejarawan tidak dituliskan: imajinasi, empati, dan keyakinan—sesuatu yang telah menjadikan fiksi mampu menghidupkan kenyataan yang diam. “Fiksi menyingkapkan kebenaran yang dikaburkan oleh realitas,” kata Ralp Waldo Emerson. Demokrasi yang tampak di permukaan dengan begitu antusias, di negeri Amerika justru menyimpan sekam rasisme yang siap meledak kapan saja. Barangkali karena, seperti kata Coates, “Rasisme bukan sekedar ‘orang kulit putih lebih bermakna ketimbang orang kulit hitam’, tapi merupakan unsur struktural kunci bagi bangsa dan masyarakat kita.”

Sebagai unsur struktural, sikap rasis itu telah diestafetkan kepada anak-anak muda seperti Dylan Roof yang lahir di era Internet—mereka adalah anak-anak yang tergolong ‘digital natives’. Ayahnya memberi hadiah senjata api pada hari ulangtahun Dylan ke-21: apakah sang ayah tak memahami kecondongan anaknya, ataukah ia memang memberi dukungan?

Negara yang mengakui keragaman tak terhitung jumlahnya, tapi tragedi Charleston itu menunjukkan bahwa rasisme belum juga padam. Paham ini bahkan diwariskan sebagai bentuk kebanggaan identitas. Mungkinkah benih rasis itu juga tumbuh dalam diri kita? (sumber foto: tempo.co) ** 

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB