x

Iklan

Asti Tyas Nurhidayati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Terpikat Burung Hantu Limbad

Master Limbad, pesulap spesialis aksi berbahaya, menginspirasi anak muda Jakarta untuk memelihara burung hantu. Tertarik pesona mistis si burung malam?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kicauan nyaring riuh terdengar dari puluhan kios petak kecil berukuran 4 x 4 meter di Jalan Barito, Jakarta Selatan.  Nada tinggi rendah silih berganti memenuhi gendang telinga dan mendamaikan hati. Terasa lebih nyaman untuk dinikmati, dibandingkan dengan bunyi raungan sepeda motor, derum mobil dan lengkingan klakson angkutan umum. Serasa berada di oase menyegarkan di antara bangunan tinggi angkuh menjulang serta riuh rendah kesibukan perkantoran, pusat perbelanjaan dan lalu-lintas Jakarta kota Metropolitan.

Sejauh mata memandang di Pasar Burung Barito, beraneka warna dan bentuk makhluk lucu mengusik rasa ingin tahu untuk mengamati lebih dekat. Tak hanya aneka jenis burung yang dijual di sana. Kucing, anjing, ayam, ular, hamster, bahkan berang-berang pun dapat ditemui di situ. “Biasanya anak SMP atau SMA cari ini,” kata Pak Paimo, seorang penjual burung, sambil menunjuk dua ekor burung hantu mini dalam sebuah kandang kecil di bagian depan kiosnya. Javan Scoops Owl alias Celepuk Reban ini mempunyai status konservasi risiko rendah sehingga sering dijadikan sebagai hewan peliharaan. Disebut mini karena panjang tubuh celepuk dewasa maksimal hanya 30 cm. “Sejak Limbad ngetop di TV, banyak yang cari burung hantu untuk dipelihara di rumah. Katanya supaya keren seperti Limbad,” tambahnya sambil tertawa.

Master Limbad, terkenal setelah menjadi pemenang The Master di RCTI, kontes sulap pertama di Indonesia. Limbad konsisten dengan aliran faqir magic, aksi sulap ekstrim berisiko tinggi dan memancing ketegangan penonton.  Menarik truk dengan rambut. Dikubur hidup-hidup dengan semen beton selama 12 jam. Berdiri selama 20 jam tanpa makan dan minum di atas menara setinggi 20 meter. Berada di dalam aquarium selama 20 jam berturut-turut. Penampilannya pun sangat khas dan misterius. Diam minim suara. Rambut ikal gembel panjang. Kumis dan jenggot panjang menghiasi wajahnya. Kostum selalu hitam, lengkap dengan ikat kepala hitam pula. Dulu Limbad selalu ditemani burung hantu. Mitos mistis si burung malam sebagai penjelmaan hantu dan pemberi tanda kematian ini pun membuat penampilan Master Limbad semakin menyeramkan.     

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Burung hantu Limbad sih mahal. Yang putih bisa sampai dua juta. Yang hitam harganya satu juta. Anak SMP atau SMA biasanya ke sini, cari burung hantu mini. Murah meriah. Lucu lagi,” ujar laki-laki berusia 53 tahun asal Demak yang telah berjualan di Pasar Burung Barito selama sepuluh tahun. “Bayi celepuk harganya Rp 200,000 sampai Rp 250,000 per ekor. Celepuk dewasa harganya Rp 100,000 sampai Rp 150,000. Bayi kan lebih lucu, bisa diajarin. Nggak akan terbang lepas karena nggak bisa cari makan sendiri. Kalo celepuk dewasa biasanya dibeli untuk ngusir tikus di rumah, ” Pak Paimo menerangkan.

Minggu pagi itu, matahari bersinar cerah. Angin bertiup sepo-sepoi menyegarkan raga. Bayi burung ribut mencicit kelaparan.  “Setiap pagi dan sore, saya suapi anak-anak burung ini dengan bubur susu bayi. Dokter hewan yang kasih tahu. Murah.  Cuma dua ribu rupiah,” kata Pak Paimo seraya mengambil dua ekor bayi celepuk dari sebuah kandang kecil. Dia menyedot bubur susu bayi dalam mangkuk kecil menggunakan sebuah pipet kecil. Dengan terampil, dia menyuapkan bubur susu kepada si bayi celepuk melalui pipet. Bayi celepuk lucu berusia sebulan itu menelan bubur susu dengan lahap.

Jika Anda datang di saat yang tepat di Pasar Burung Barito, Anda bisa menyaksikan pemilik kios memberi makan binatang jualannya.  Atraksi unik menarik yang sayang untuk dilewatkan. “Celepuk bisa dikasih jangkrik. Sekali makan cukup tiga ekor. Harganya seribu rupiah. Mudah dan murah perawatannya. Makanya ABG (Anak Baru Gede) senang pelihara celepuk, ” ujar Pak Paimo sambil menyodorkan jangkrik kepada si bayi celepuk. Sekali sambar, jangkrik pun berpindah ke paruhnya yang mungil. Bayi celepuk pun asyik mengunyah si jangkrik malang, sarapan paginya.

Burung dan beraneka hewan peliharaan eksotis lainnya memberikan rezeki buat keluarga Pak Paimo dan puluhan pedagang lainnya di Pasar Burung Barito. “Lumayan, hasil jualan di sini bisa menyekolahkan dua anak di kampung. Sulung sudah SMA. Nomer dua baru kelas empat SD,” tambahnya. “Habis lebaran, baru jualan sepuluh hari bisa dapat lima juta. Lagi beruntung aja. Pemasukan tidak tentu sih, ” ujarnya sambil tersenyum.  Saya terusik untuk bertanya bagaimana bila ada yang meminta disediakan burung yang hampir punah seperti Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) misalnya. Pak Paimo menjawab dengan tegas, “Saya nggak mau jualan burung langka yang dilindungi. Takut ditangkap. Jualnya juga susah. Peminat sedikit karena harganya mahal. Jualan kayak gini, lebih tenang karena tidak melanggar undang-undang.” 

Manusia sebagai makhluk sempurna yang paling tinggi derajatnya di muka bumi, selayaknya mencari rezeki halal dengan cara yang baik. Menjaga, mengatur dan memanfaatkan sumber daya alam anugerah Yang Maha Kuasa secara bertanggung jawab dan berkelanjutan bagi generasi kini dan masa depan.

 

Ikuti tulisan menarik Asti Tyas Nurhidayati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler