x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kita adalah Bagaimana Kita Membaca

Membaca dalam sunyi membawa kita kepada kedalaman. Ia membawa kita kepada penjelajahan tempat-tempat baru dan perkenalan dengan karakter yang tak terduga.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mungkin kita banyak membaca: berita, gosip, kicauan, pesan singkat, apapun yang sangat beraroma teknologi digital yang sampai kepada kita silih berganti dengan begitu cepat. Apakah semua yang kita baca itu merasuk ke dalam pikiran, memengaruhi cara kita memandang sesuatu, mengubah perilaku? Atau sekedar menyenangkan hati untuk sesaat, menimbulkan sensasi keterkejutan yang segera menghilang, atau memantik kita untuk berkomentar buruk?

Sempatkah kita membaca dalam keadaan tenang, sunyi, tanpa tergesa-gesa, dan kita betul-betul menikmati setiap kalimat yang kita baca? Bahkan, membaca buku sekalipun, di saat ini kita kurang bisa menikmati—terburu-buru atau membiarkan diri diburu oleh urusan lain. Dunia yang serba tergesa-gesa membuat kita kehilangan kenikmatan membaca buku.

Rasanya kita perlu menyempatkan kembali untuk membaca di dalam sunyi—terbebas dari apapun yang beraroma internet dan digital. Bahkan, mungkin tidak membaca e-book, melainkan buku yang dicetak di atas kertas, yang aromanya menggoda indera penciuman. Membaca e-book dapat menggoda kita untuk beralih kepada fitur e-mail, facebook, ataupun twitter dengan satu dua sentuhan pada tombol gawai.

Membaca dalam sunyi membawa kita kepada kedalaman. Ia membawa kita kepada penjelajahan tempat-tempat baru, perkenalan dengan karakter yang tak terduga, hingga petualangan imajinatif yang mengagetkan. Mungkin kita berempati kepada karakter tertentu, barangkali pula kita merasa kasihan, atau jengah. Inilah pembacaan yang membuat kita sanggup beranjak dari keseharian yang terburu-buru. Inilah pembacaan yang memberi kedalaman, bahkan mungkin hanya pembaca intelektual dan emosional, tapi juga spiritual.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Membaca dalam sunyi adalah cara untuk mengatasi terkikisnya lebih jauh kepekaan emosional, rasa empati, kepedulian, hingga solidaritas murni kita kepada sesama maupun kepada alam. Bukan hanya novel, cerita pendek, ataupun puisi yang sanggup membawa kita kepada kedalaman, tapi juga biografi yang jujur ataupun sketsa historis dari sebuah peristiwa yang mencekam di masa lampau. Kita mendapati kemanusiaan yang robek oleh perang di Vietnam dalam Tuyet karya Bur Rasuanto, kita juga mendapati kepedihan yang sukar menguap dalam

Benak kita sanggup menampung kekayaan bahasa, pengisahan yang rinci, kiasan, metafor, alegori—betapa kita menyia-nyiakan benak bila hanya mengisinya dengan berita, kicauan, gosip, atau rumor tanpa ujung dan pangkal. Novel melatih kita untuk sanggup menghadapi situasi emosional yang berubah-ubah, juga absurditas, ketegangan, mungkin pula dilema moral. Biografi yang jujur membukakan betapa tidak sederhananya menjadi manusia.

Kesanggupan diri manusia untuk mengasah kemampuan kognitif dan kepekaan emosional dipengaruhi sejauh mana kita membaca dan bagaimana kita membacanya. Ini tidak ubahnya ‘sirkuit membaca’—ketika kita membaca begitu dalam, kita mengasah pikiran dan perasaan, dan ketika pikiran dan perasaan semakin peka, kita membaca lebih dalam lagi. Membaca seperti ini melindungi diri kita dari pengalihan oleh hiruk-pikuk di sekitar kita, yang berusaha membetot perhatian kita dari fokus kepada kata, kalimat, diksi, nuansa, juga substansi—sesuatu yang mengingatkan kita betapa berharga ketenangan itu di tengah ketergesaan. (sumber ilustrasi: 1ms.net) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler