G30S 1965: Lima Jejak Keterlibatan Amerika
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBPeran Amerika Serikat dalam G30S 1965 dan peristiwa setelah itu semakin terkuak setelah Amerika membuka banyak data intelijen.
Lima puluh tahun belum cukup buat membuka tabir peristiwa 30 September (G30S) 1965. Terlalu banyak sisi kelam tragedi politik sekaligus kemanusiaan ini yang belum terungkap. Peristiwa berdarah ini mengorbankan tak hanya nyawa sederet jenderal, tapi juga ratusan ribu orang yang kemudian dibantai. Mereka adalah orang-orang yang dicap sebagai pengikut Partai Komunis Indonesia.
Satu hal yang kini semakin terang: besarnya peran Amerika Serikat dalam G30 S dan rentetan kejadian setelahnya. Peran itu semakin terkuak setelah Amerika membuka banyak data intelijen pada sekitar tahun 1965 bagi publik. Setidaknya ada 5 indikasi yang memperkuat dugaan keterlibatan Amerika:
1. Kebijakan Dewan Keamanan Amerika 1955
Rencana menumbangkan Presiden RI sudah dimulai sejak Mei 1955, sebulan setelah Sukarno menggalang gerakan non-blok lewat konferensi Asia Afrika di Bandung. Dewan Keamanan Amerika (National Security Council-NCS) menggariskan kebijakan itu. Pada dokumen NSC 5518, yang dibuka pada 1994, dinyatakan jelas bahwa operasi rahasia menjatuhkan Sukarno perlu dilakukan jika ia semakin memberi angin kepada partai sayap kiri.
2. Operasi penghancuran komunis
Sebuah komisi khusus di Badan Keamanan Nasional (National Security Agency—NSA) menyetujui operasi untuk menghancurkan komunis di Indonesia. Persetujuan ini terungkap dalam dokumen rahasia Central Intelligency Agency (CIA) bertanggal 23 Februari 1965 yang dipublikasikan pada 2001. Komisi ini setuju CIA berkolaborasi secara diam-diam dengan kelompok antikomunis di Indonesia.
3. Perhatian amat intensif terhadap politik Indonesia
Intensitas itu terungkap dari ratusan dokumen CIA yang telah dibeberkan. Pada 3 Oktober 1965, misalnya, terungkap laporan dari Direktur Wilayah Timur Jauh, FJ Blouin, kepada Pejabat International Security Affair, McNaughton. Blouin memaparkan secara rinci situasi dan kontak-kontak dengan pejabat di Indonesia. Ia kemudian memprediksi yang akan terjadi. Menurut dia, jika tentara merayakan Hari TNI pada 5 Oktober dengan prosesi besar-besaran karena kematian para jenderalnya, hal ini menjadi mementum tentara mengambil posisi menentukan.
4. Pengakuan bekas diplomat Amerika
Seorang bekas diplomat Amerika, Robert J. Martens, sempat mengeluarkan keterangan penting. Ia membongkar aktivitas CIA yang mendata sekitar 5000 tokoh PKI, mulai pimpinan pusat sampai ke daerah. Daftar ini yang kemudian diserahkan ke militer Indonesia. Pengakuan Martens ditulis oleh wartawan Kathy Kadane dipublikasikan lewat States News Service pada 17 Mei 1990.
Martens belakangan membantah soal itu. Ia menyebutkan daftar yang ia buat hanya sejumlah tokoh PKI berdasarkan liputan media komunis di Indonesia. Duta Besar AS untuk RI pada masa itu, Marshall Green, juga menganggap laporan itu sebagai “sampah”. Hanya, dalam laporan CIA berjudul "Coup and Counter Reaction: October 1965-March 1966", jelas terungkap Kedutaan AS di Jakarta terus melaporkan perkembangan nasib tokoh-tokoh PKI ke Washington, misalnya, ditahan atau meninggal.
5. Bantuan Amerika ke pejabat TNI
Terungkap adanya permintaan bantuan obat-obatan dan peralatan komunikasi dari pejabat militer pro Suharto di Indonesia kepada Amerika. Telegram 1 November 1965 dari Marshal Green di Jakarta kepada Menteri Luar Negeri Dean Rusk di Washington menggambarkan itu.
Masih banyak catatan lain mengenai indikasi keterlibatan Amerika dalam peristiwa 30 September 1965 dan rentetan gejolak politik dan kejadian berdarah setelah itu. Majalah Tempo edisi 5-12 Oktober 2015 mengungkap sepak terjang intel Amerika di Indonesia saat itu secara mendalam dan lengkap.*
Artikel aktual: Pemilu 2019: Jokowi Bisa Kalahkan Penantang Baru, Jika…
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
74 Tahun Merdeka: Peran TNI di Era Presiden Jokowi Kebablasan?
Senin, 12 Agustus 2019 12:49 WIBTiga Penyebab Ide Densus Antikorupsi Bikin Gaduh
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler