Tiga Penyebab Ide Densus Antikorupsi Bikin Gaduh
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBRencana yang disokong DPR ini diduga bertujuan menandingi KPK.
Presiden Joko Widodo harus meminta Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian mengkaji lagi ide pembentukan Detasemen Khusus Antikorupsi. Rencana yang sudah disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat itu memerlukan anggaran Rp 2,6 trilun. Penelaahan secara cermat diperlukan agar duit rakyat tidak hambur-hamburkan buat rencana yang belum tentu berfaedah besar.
Sesuai rancangan Kapolri, Densus Antikorupi akan dipimpin oleh jenderal bintang dua atau berpangkat Inspektur Jenderal. Bermarkas di Jakarta, lembaga ini memiliki unit di setiap kepolisian daerah yang bertanggung jawab langsung ke kepala Densus, bukan ke Kapolda. Jumlah personel mencapai 3.560 orang. Anggaran trilunan rupiah itu akan digunakan buat belanja modal Rp 1,5 triliun, belanja pegawai Rp 786 miliar, dan belanja barang Rp 359 miliar .
Penyokong ide itu berargumen soal pentingnya memerangi korupsi di daerah, termasuk penyelewengan dana desa. Pemberantasan korupsi di daerah tidak bisa mengandalkan Komisi Pemberantasan Korupsi yang jangkauan dan sumber dayanya terbatas. Hanya, banyak aspek yang perlu diteliti agar tak terjebak pada anggapan simpel: semakin banyak lembaga yang peduli terhadap pemberantasan korupsi, otomatis kejahatan ini akan cepat terbasmi.
Setidaknya ada tiga hal yang membuat rencana Densus Antikorupsi justru merusak sistem hukum dan strategi nasional memerangi korupsi.
1. Diduga sebagai upaya menandingi KPK
Rencana yang disokong oleh Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat itu diduga bertujuan menandingi, bahkan melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Manuver politikus Senayan ini semakin gencar setelah Komisi Antikorupsi membongkar korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik yang diduga melibatkan Ketua DPR Setya Novanto. Lewat Panitia Angket, mereka menyiapkan skenario memangkas kewenangan hingga membubarkan KPK.
2. Wewenang dan independensi
Kapolri Jenderal Tito Karnavian berargumen bahwa kinerja polisi menangani kasus korupsi tak maksimal karena anggarannya kecil. Tito lantas mengusulkan anggaran besar buat membentuk Densus Antikorupsi. Cara pikir ini mungkin tepat untuk membangun Densus Antiterorisme. Kepolisian tinggal minta tambahan anggaran biaya operasional dan pembelian senjata buat mendongkrak kinerja.
Bagi lembaga antikorupsi, yang paling penting justru wewenang dan independensinya. KPK berjalan efektif karena independen dan dilengkapi wewenang besar oleh undang-undang.Tak cuma mempunyai wewenang menyadap, Komisi Antikorupi juga digdaya karena menyatukan penyidik dan penuntut dalam satu atap. Hal ini memungkinkan proses peradilan dilakukan secara cepat.
3. Dasar hukum yang lemah
Bisa saja Densus Antikorupsi meniru model KPK tapi tak ada dasar hukumnya. Terobosan yang digagas sebagian politikus Senayan sungguh tak elok. Ada yang mengusulkan pembentukan Densus Antikorupsi cukup lewat peraturan atau keputusan presiden. Tujuannya agar lembaga ini bisa merintis mekanisme proses hukum ala KPK seraya menunggu pembuatan Undang-undang tentang Densus Antikorupsi.
Cara ini amat sembrono lantaran bisa menabrak banyak aturan: Undang-Undang Kepolisian, Undang Undang Kejaksaan dan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana. Sejauh ini Kejaksaan Agung pun menolak bergabung Densus Antikorupsi Polri. "Saya tekankan keberadaan Densus Tipikor tidak harus membuat kejaksaan berbaur di dalamnya," ujar Jaksa Agung M. Prasetyo.*
Artikel lain:
Ternyata Inilah Pemicu Heboh Senjata Brimob
Pak Anies, Pejabat Daerah Tak Bisa Minta Prioritas di Jalan
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
74 Tahun Merdeka: Peran TNI di Era Presiden Jokowi Kebablasan?
Senin, 12 Agustus 2019 12:49 WIBTiga Penyebab Ide Densus Antikorupsi Bikin Gaduh
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler