x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Gerhana Matahari dan Momen Melek Sains

Inilah kesempatan baik bagi ilmuwan untuk berbagi pengetahuan dengan masyarakat awam mengenai fenomena alam.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“When the moon covers the sun, we have a solar eclipse. What do you call it when birds do that?”

--Kim Young-ha (Penulis)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tanggal 9 Maret mendatang kita berkesempatan menyaksikan fenomena alam yang luar biasa: gerhana matahari total. Mereka yang berada di 11 provinsi dapat melihat gerhana total, sedangkan mereka yang tidak berada di jalur totalitas dapat menyaksikan gerhana matahari sebagian yang tidak kalah menarik.

Sepanjang umur kita masing-masing, kesempatan untuk dapat melihat peristiwa ‘bumi sepenuhnya gelap’ ini hanya beberapa kali. Gerhana matahari total tergolong langka. Terakhir kali, kita di Indonesia dapat melihat fenomena alam ini pada tahun 1995 atau 20 tahun yang lampau dan gerhana berikutnya akan terjadi pada 2042 atau 26 tahun mendatang.

Peristiwa langka ini, tentu saja, sayang bila dilewatkan. Salah satu aktivitas yang mungkin dilakukan ialah menyaksikan gerhana bersama para ilmuwan, khususnya para astronom. Para ilmuwan mesti turun gunung. Sebagai warga yang memiliki pemahaman lebih baik mengenai fenomena alam ini, awam berharap para astronom dapat berbagi pengetahuan dan pemahaman.

Selama ini, mungkin masih ada orang yang menafsirkan gerhana matahari total dengan berbagai mitos. Misalnya, gerhana terjadi akibat raksasa marah yang menelan matahari. Agar matahari tidak hilang karena ditelan Batara Kala, orang-orang harus membuat suara gaduh, umpamanya memukul-mukul kentongan atau lesung (alat penumbuk padi di pedesaan), agar raksasa jahat memuntahkan kembali matahari yang ia telan.

Sebagai pembanding, di negara Barat sekalipun masih cukup banyak orang yang beranggapan bahwa bumi ini datar dan bahwa matahari berputar mengelilingi bumi. Intinya, tidak semua orang memahami fenomena alam di sekitarnya, sebab tidak semua orang belajar tentang astronomi meskipun barang sedikit.

Lantaran itu, dalam hemat saya, momen gerhana matahari total ini sebaiknya dimanfaatkan oleh para ilmuwan, terutama para astronom, untuk mendekatkan kaum awam dengan fenomena alam melalui sains. Aktivitas meneropong langit menjelang dan ketika gerhana berlangsung akan jadi pengalaman yang mengesankan dan menyenangkan bagi siapapun. Keluarga-keluarga dapat diajari cara membuat teropong sendiri, bila memungkinkan.

Kegiatan meneropong bersama-sama tak kalah menarik. Acara ini bisa didahului dengan ceramah publik mengenai fenomena gerhana maupun cara terbaik mengintip matahari menghilang dan membuat bumi gelap gulita. Bila para astronom senior bersedia turun gunung dan berbagi pengetahuan serta pemahaman dengan masyarakat awam, saya percaya ketertarikan keluarga terhadap astronomi khususnya, dan fenomena alam umumnya, akan bertambah. Apa lagi jika disertai dengan pemutaran film tentang angkasa dan semesta ini.

Inilah kesempatan para ilmuwan untuk mempromosikan sains kepada masyarakat bahwa sains itu menarik, menantang, dan menyenangkan. Siapa tahu, kegiatan  semacam ini dapat mendorong peningkatan literasi sains remaja kita. Semakin banyak warga yang melek sains, semakin baik bagi kehidupan kita bersama. Pemerintah mestinya juga tergerak untuk mendorong aktivitas ini, jangan hanya memikirkan bagaimana ‘menjual’ fenomena gerhana agar kunjungan wisatawan asing bertambah. (foto: tempo.co) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu