x

Iklan

Lenny Herawati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Toleransi dan Sikap Tegas di Tengah Konflik Rumah Ibadah

Maraknya konflik antar agama yang dilatarbelakangi pendirian rumah ibadah semakin menunjukkan bahwa telah terjadi intoleransi umat beragama di Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Maraknya konflik antar agama yang dilatarbelakangi pendirian rumah ibadah semakin menunjukkan bahwa telah terjadi intoleransi umat beragama di Indonesia. Kasus ini sepertinya sudah menyebar rata di seluruh wilayah kepulauan Indonesia yang mana setiap wilayah mempunyai umat agama mayoritas dan minoritas. Sebagai contoh yaitu konflik di Kota Bitung, Aceh, dan Manokwari yang terjadi pada tahun 2015. Berlanjut pada awal Maret 2016, telah terjadi penolakan oleh umat muslim terhadap pembangunan gereja di kota Bekasi.

Konflik yang terjadi antara umat agama Islam dan Kristen terkait pendirian tempat ibadah sebenarnya sudah lama terjadi di Indonesia dan sudah ada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006. Peraturan ini berisi pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah/wakil kepala daerah dalam memelihara kerukunan umat beragama, pemberdayaaan forum kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadah. Peraturan ini adalah suatu payung hukum dan sebagai upaya untuk menjembatani konflik antar agama. Baik kepala atau wakil kepala daerah dan seluruh umat beragama di suatu wilayah wajib menjunjung tinggi peraturan yang telah ditetapkan sebagai pedoman masyarakat yang taat hukum.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mengacu pada peraturan tersebut, pembangunan rumah ibadah disyaratkan mendapat ijin sedikitnya 60 KTP warga sekitar dan 90 KTP penduduk setempat pengguna rumah ibadah. Ini merupakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh setiap umat agama terkait masalah perijinan. Jika melihat perkembangan zaman, pelayanan publik saat ini merupakan kebutuhan seluruh masyarakat. Akan tetapi, perlu diwaspadai jangan sampai menjurus ke arah pemanfaatan untuk kepentingan tertentu. Apabila hal ini terjadi, maka akan dapat menodai nilai-nilai toleransi antar agama, padahal setiap agama selalu mengajarkan nilai-nilai kebaikan yang wajib dilakukan umat agama tersebut.

Tugas untuk menjaga kedamaian dan kerukunan bukan hanya tanggung jawab antar umat agama saja, melainkan juga peran kepala/wakil daerah setempat. Sebagai pemimpin yang baik, dibutuhkan suatu ketegasan dalam menjalankan tugas dan amanat sesuai peraturan yang telah menjadi kesepakatan bersama. Aspek politik sejauh ini telah mendominasi aspek lain tanpa terkecuali agama, namun sangat disayangkan jika agama sudah diracuni oleh politik. Kepala daerah harus memegang prinsip, tidak boleh mencampur aduk antar politik dan agama supaya masing-masing umat beragama yang berada di wilayahnya dapat hidup rukun berdampingan dan menjunjung tinggi rasa saling menghargai.

Konflik antar agama yang terjadi di Indonesia harus disikapi dengan bijak dan secara persuasif. Ini artinya tidak perlu berlarut-larut dan menghindarkan dari pertikaian atau korban. Negara Indonesia merupakan negara yang majemuk dan menetapkan ada 5 agama yang diakui secara sah. Dengan demikian, masing-masing umat beragama harus menjunjung tinggi sikap toleransi terhadap perbedaan yang ada pada setiap agama. Jangan mudah terprovokasi pihak-pihak tertentu yang mengatasnamakan agama, namun dibalik itu ada sebuah kepentingan tertentu baik individu maupun kelompok. Perbedaan agama dan kepentingan jangan sampai selalu menimbulkan perasaan diskriminasi yang berujung pada pertikaian.

Jika nilai-nilai toleransi dan sendi-sendi harmoni antar agama khususnya Islam dan Kristen terjalin dengan baik, konflik seperti ini tidak akan lagi muncul dan bergejolak di wilayah Indonesia. Untuk lebih menguatkan lagi, seluruh masyarakat harus memahami kembali peraturan dan hukum sebagaimana yang sudah ada yaitu Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006. Hal yang lebih penting yaitu dibutuhkan sinergitas antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan aparat keamanan dalam menyelesaikan setiap konflik yang terjadi. Pemerintah dapat secara tegas menegakkan hukum sesuai dengan prinsip keadilan, kebhinekaan, dan kesetaraan. Penegakan hukum ditujukan kepada siapapun yang melakukan pelanggaran, apapun agama dan keyakinannya akan mendapat sanksi dan hukuman sesuai peraturan dan undang-undang yang berlaku.

Ikuti tulisan menarik Lenny Herawati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB