x

Iklan

Nur Syarifah Rasyid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menaikan Kualitas Fit and Proper Test Calon Hakim Agung

Ujian pemahaman calon terhadap pengetahuan tugas dan fungsi Hakim Agung sebagai hakim kasasi belum dielaborasi secara optimal oleh Komisi Yudisial

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

April lalu, Komisi Yudisial (KY) telah menjaring 49 calon Hakim Agung (10 diantaranya adalah calon Hakim Adhoc Tipikor) yang lolos mengikuti serangkaian seleksi calon Hakim Agung. Sebelumnya, ke-49 calon tersebut telah mengikuti beberapa tahapan seleksi, mulai dari seleksi administratif (seleksi Tahap I) yang dilanjutkan dengan seleksi kualitas (seleksi Tahap II) serta  asesmen kepribadian dan tes kesehatan (seleksi Tahap III).

Pada seleksi kualitas yang lalu, kemampuan para calon telah dinilai antara lain melalui karya profesi yang dinilai oleh pimpinan dan anggota KY; karya tulis yang dinilai oleh akademisi; studi kasus kode etik dan/atau pedoman perilaku Hakim; studi kasus hukum formil dan materil yang dinilai oleh Hakim Agung atau mantan Hakim Agung; dan tes objektif yang dinilai oleh tim teknis dari Hakim Agung, mantan Hakim Agung, akademisi dan tenaga ahli KY. Sedangkan pada asesmen kepribadian para calon dinilai melalui Leaderless Group Discussion (LGD), presentasi,  interview, ujian tertulis psikometri, self asesmen kompetensi dan problem analisis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selanjutnya, dalam waktu dekat kemampuan para calon Hakim Agung juga akan kembali diuji melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) untuk mengisi 8 posisi Hakim Agung yang kosong, yakni 4 orang untuk Kamar Perdata, 1 orang masing-masing untuk Kamar Pidana, Kamar Agama, Kamar Militer dan Kamar Tata Usaha Negara dan 3 orang untuk Hakim Adhoc Tipikor di MA. Berkaca pada mekanisme fit and proper test calon Hakim Agung yang pernah dilakukan oleh KY pada tahun-tahun sebelumnya, fit and proper test cenderung hanya dijadikan sebagai forum untuk mengklarifikasi hasil temuan dalam penelusuran rekam jejak dan belum dimanfaatkan untuk menggali kompetensi atau kemampuan para calon dalam melaksanakan tugas pokoknya sebagai Hakim Agung, yakni memutus perkara. Padahal, sebagai pihak yang merekrut Hakim Agung, KY berperan besar dalam mewujudkan cita-cita Mahkamah Agung (MA) dalam mewujudkan kesatuan hukum dan konsistensi putusan melalui penerapan sistem kamar [sistem yang membagi Hakim Agung ke dalam kamar-kamar perkara yang sesuai dengan latar belakang atau keahliannya.red] yang telah dimulai sejak tahun 2011.

Meski sejak 2014, KY telah secara konsisten menjaring Hakim Agung sesuai dengan kebutuhan kamar, namun kesempatan untuk menguji pemahaman calon terhadap pengetahuan tugas dan fungsi Hakim Agung sebagai hakim kasasi belum dielaborasi secara optimal oleh KY. Sebagai contoh, hampir tidak pernah dalam fit and proper test maupun tahapan seleksi lainnya, KY menggali lebih lanjut pemahaman para calon terkait dengan fungsi MA sebagai judex juris [pemeriksa penerapan hukum dari suatu perkara.red], penerapan independensi kehakiman dalam konteks MA sebagai judex juris, batasan wewenang MA sebagai judex juris, serta beban kerja dan manajemen perkara di MA.

Perlu diingat bahwa calon Hakim Agung berasal dari beragam latar belakang (hakim, advokat, akademisi, notaris, pejabat pemerintah, dan lain-lain) yang tidak seluruhnya memiliki pengalaman dalam memutus perkara. Ditambah lagi di MA juga  belum memiliki mekanisme induksi (pengenalan) bagi para Hakim Agung baru dalam memahami seluk beluk MA serta tugas dan tanggung jawabnya sebagai Hakim Agung. Karena itu, selain memastikan bahwa calon yang akan direkrut memiliki kemampuan subtansi hukum yang mumpuni, KY juga sebaiknya perlu memastikan bahwa para calon Hakim Agung tidak hanya memahami kondisi MA dan beban kerja yang akan diembannya, tetapi juga mengetahui teknik/cara memutus perkara, serta memahami tugas dan fungsinya sebagai Hakim Judex Juris, berikut dengan batasan-batasannya.

Alangkah disayangkan, jika proses penggalian kemampuan subtansi hukum yang telah dimulai KY sejak tahap seleksi kualitas tidak dilanjutkan dengan penggalian kemampuan dalam memahami wewenang dan mengenali medan. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi KY untuk menyempurnakan mekanisme fit and proper testnya. Selain untuk meningkatkan kualitas seleksi yang telah dilaksanakan, “perubahan” ini juga sekaligus kesempatan untuk membuktikan bahwa KY jilid III “berbeda” dengan jilid-jilid sebelumnya.

Nur Syarifah, peneliti pada Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP)

Ikuti tulisan menarik Nur Syarifah Rasyid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler