x

Iklan

marwan mas

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Keberhasilan Amnesti Pajak

Pengampunan atau amnesti pajak (tax amnesty) mulai mendapat sambutan positif dari wajib pajak, dan hal ini menjadi indikasi mencapai keberhasilan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Keberhasilan Amnesti Pajak

Oleh Marwan Mas

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Bosowa, Makassar

       Saat ini, program pengampunan atau amnesti pajak (tax amnesty) memasuki periode kedua 1 Oktober sampai 31 Desember 2016 (tiga bulan kedua), setelah periode pertama 1 Juli sampai 30 September 2016. Periode ketiga nanti pada 1 Januari sampai 31 Maret 2017. Banyak pengamat menilai periode pertama telah menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, kalau belum bisa disebut “keberhasilan”. Sinyal positif menuju keberhasilan atas gagasan pemerintah dapat dilihat pada jumlah yang signifikan pemasukan “uang tebusan” dan “repatriasi atau laporan harta wajib pajak” yang dapat menjadi objek pajak.

       Indikasi keberhasilan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) dalam amnesti pajak, bukan hanya dilihat pada uang tebusan dan repatriasi, melainkan juga tingginya antusias dan partisipasi publik mengikuti amnesti pajak menjelang penutupan periode pertama. Kita berharap agar wajib pajak dari kalangan pengusaha kakap dan orang-orang kaya yang menyimpan dananya di luar negeri, secepatnya menarik dananya dan menyimpannya pada bank-bank dalam negeri. Bahkan juga menginvestasikannya agar perekonomian Indonesia semakin membaik.

       Berdasarkan data statistik amnesti pajak yang dilansir pada laman resmi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan untuk periode pertama, jumlah penerimaan uang tebusan mencapai Rp97,1 triliun (58,8%) dari target Rp165 triliun sampai akhir program pada Maret 2017. Begitu pula laporan harta (repatriasi) mencapai Rp Rp3.540 triliun dari target Rp1.000 triliun. Memang untuk repatriasi belum sampai setengah dari target, tetapi indikasi keberhasilan patut diapresiasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

       Repatriasi merupakan surat pernyataan harta untuk pengampunan pajak, seperti dimaksud dalam UU Nomor 11/2016 tentang Pengampunan Pajak (UU Pengampunan Pajak). Repatriasi atau kewajiban pajak yang harus dilaporkan menurut Pasal 3 Ayat (5) UU Pengampunan Pajak, adalah “kewajiban pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak penjualan atas barang mewah”. Sedangkan uang tebusan (Pasal 1 butir-7 UU Pengampunan Pajak) yaitu sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak.

Kenapa Diberi Amnesti?

       Kenapa disebut pengampunan (amnesti)? Karena harta yang sebetulnya termasuk objek pajak tetapi tidak dilaporkan kepada kantor pajak termasuk tindak pidana pajak. Akan tetapi diampuni atau tidak diproses hukum kalau harta pribadi itu dilaporkan pada masa amnesti pajak dengan membayar uang tebusan. Untuk periode pertama, uang tebusan hanya sebesar 2% dari yang seharusnya pajak yang dibayar. Pada periode kedua ini, uang tebusan sebesar 3% dan periode ketiga meningkat menjadi 5% (Pasal 4 Ayat (1) UU Pengampunan Pajak).

       Amnesti diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) UUD 1945, yaitu hak presiden selaku kepala negara “memberikan pengampunan” terhadap warga negara yang melakukan tindak pidana. Presiden memberikan ampunan dalam bentuk tidak dikenakan proses hukum yang diberikan sebelum kasusnya masuk dalam penyidikan dengan mengikuti syarat yang ditentukan. Memang pada awal program ini banyak kalangan yang meragukan keberhasilannya, bahkan ada yang mengeritik karena dianggapnya melanggar konstitusi.

       Sama seperti rencana pemberian amnesti kepada kelompok separatis Aceh pimpinan Nurdin alias Din Minimi untuk tidak diproses hukum. Usulan pemberian amnesti itu, kabarnya akan direalisasi setelah program amnesti pajak rampung sampai periode ketiga. Jaminan hukum yang diberikan dalam amnesti pajak hanya terkait pada pelanggaran administrasi pajak dan tindak pidana perpajakan. Tidak termasuk pada tindak pidana lain seperti korupsi, narkoba, atau terhadap dana yang dialihkan ke pihak lain dalam bentuk pencucian uang.

       Data wajib pajak yang diserahkan kepada aparat pajak dalam amnesti pajak bersifat rahasia. Tidak boleh dibocorkan kepada pihak lain, termasuk penyidik kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Itu salah satu bentuk perlindungan bagi wajib pajak yang mengikuti amnesti pajak. Tetapi tidak berarti program amnesti pajak mengabaikan penegakan hukum. Penyidikan tetap dapat dilakukan terhadap dana yang diduga hasil korupsi dan pencucian uang dengan mencari alat bukti sendiri.

      Itulah hasil dari kerja keras pemerintah melalui aparat perpajakan dengan harapan agar pemerintah mampu meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Malah Presiden Jokowi ikut memantau proses amnesti di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak pada hari terakhir. Presiden menegaskan (Media Indonesia, 1/10/2016), antusiasme masyarakat mengikuti amnesti pajak merupakan bentuk kepercayaan (trust) rakyat kepada pemerintah yang harus diapresiasi.

Kepastian Hukum

       Sasaran menarik aset-aset warga negara Indonesia (WNI) yang disimpan di luar negeri mulai menunjukkan sinyal menggembirakan. Betapa tidak, aset berupa simpanan dana dan investasi dalam bentuk bisnis dan investasi surat-surat berharga, jika ditanam dalam negeri dapat meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara  (APBN). Dana yang selama ini hanya menguntungkan negara lain, dapat dipartisipasikan dalam pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang selama ini digaungkan Presiden Jokowi-JK sebagai salah satu upaya peningkatan perkonomian dan kesejahteraan rakyat.

       Tidak bisa dinafikan kalau amnesti pajak telah memberikan keuntungan sekaligus memotivasi wajib pajak untuk membangun negeri sendiri, terutama dana yang disimpan di luar negeri. Di sinilah sikap “nasionalisme WNI” diuji, apakah membangun negeri sendiri dengan menarik dana kembali ke Indonesia yang disimpan di luar negeri, atau justru hanya menguntungkan negara lain. Mari membangun negeri sendiri, semua wajib pajak yang belum melaporkan hartanya yang belum terkena pajak kepada kantor pajak. Tidak ada yang berat dalam membangun negeri ini jika dilakukan secara gotong royong, apalagi pajak memberi konstribusi besar terhadap APBN.

       Jika pun ada upaya sejumlah bank Singapura yang mencoba mencegah penarikan dana nasabah WNI, tetapi realitasnya tidak membawa pengaruh negatif bagi keberhasilan amnesti pajak. Ini tidak lepas dari kesadaran akan pentingnya membangun negeri sendiri, meski pada awal program ini digulirkan sempat menimbulkan keraguan bagi pengusaha dan orang kaya Indonesia yang menyimpan uangnya di luar negeri. Realitas itu harus dijaga dengan memberikan kepastian hukum dan pelayanan terbaik bagi wajib pajak pada periode kedua dan periode ketiga.   

       Masih ada waktu enam bulan yang harus dimanfaatkan. Maka itu, harus ada sinergi antara aparat pajak, wajib pajak, dan pemerintah agar lebih efektif atau tidak terjadi miskomunikasi. Teladan yang ditunjukkan Presiden Jokowi yang turun langsung meninjau pelaksanaan program di akhir periode pertama, dari satu sisi dapat memotivasi semua pihak untuk bekerja maksimal. Paling penting lagi agar menjadi wajib pajak yang taat dengan memberikan kepastian hukum dan stabilitas politik dalam beraktivitas dan menjalankan usaha rakyat.(*)

Makassar, 8 Oktober 2016

 

Ikuti tulisan menarik marwan mas lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu