x

Iklan

Gusrowi AHN

Coach & Capacity Building Specialist
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Katanya Pasrah, Kok Masih Khawatir?

Pasrah itu mudah diucapkan, sulit dilakukan. Walaupun merasa sudah pasrah. Belum dikatakan 'pasrah', jika kita masih merasa cemas dan khawatir.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Cuaca buruk, pesawat mengalami turbulence, dan bergoncang hebat. Bayangan anak saya yang pertama muncul. Saya semakin cemas, ketika teringat cerita-cerita kecelakaan pesawat yang pernah ada. Saya berusaha untuk tenang, dan berpikir se-positif mungkin. Tetap saja, saya tidak bisa mengatasi dengan baik kecemasan dan rasa takut yang ada.” Begitu, cerita curhat seorang penumpang, se-pesawat dengan saya dalam perjalanan ke salah satu kota di Sumatera.

Menarik kiranya belajar dari pengalaman banyak orang menghadapi tekanan pikiran dan psikologis ketika mengalami kejadian tersebut. Beberapa cara bagaimana menghadapi situasi tersebut antara lain: Berusaha pasrah. Berserah diri. Berusaha tidur. Menghibur diri dengan mendengarkan musik dan menonton film. Berdoa. Berusaha menikmati situasi ‘sebisa mungkin’. Mencoba meyakinkan diri sendiri, bahwa segalanya akan berakhir ‘bahagia’. Cuek dan biasa saja. Memikirkan hal-hal yang positif, dan menghindari pikiran-pikiran negatif terkait situasi yang dialami, dan masih banyak lagi.  

Tetapi, menurut saya, berbagai tip, masukan, saran yang kita dapatkan dalam kondisi ‘normal’ bisa jadi tidak berguna sama sekali ketika kita mengalami sendiri situasi sulit seperti diatas. Saran seperti: “Udah pasrah aja”, nampaknya hanya mudah diucapkan. Prakteknya? Sulit sekali.

Menjalani ‘pasrah’ itu sendiri sangatlah personal. Tidak bisa disamakan antara pengalaman satu dengan yang lain. Ketika pasrah, kita benar-benar dituntut ‘fokus’ menyiapkan diri untuk menerima dengan lapang dada, ikhlas atas apapun yang mungkin bisa terjadi. Termasuk pasrah jika ‘kematian’ menjadi situasi terburuk yang akan terjadi dan dialami.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bayang-bayang tentang keluarga, orangtua, teman, kerabat, pekerjaan, tanggungan-tanggungan yang belum diselesaikan, merasa diri masih banyak dosa, adalah beberapa contoh ‘godaan’ dan ‘ujian’ yang menyebabkan pasrah tidak mudah untuk direngkuh, dirasakan, dan dijalani.  Jika kita merasa ‘pasrah’ atas keadaan sulit yang kita alami, namun di saat yang sama, kita masih merasakan cemas, takut dan khawatir. Itu maknanya, kita belum sepenuhnya ‘pasrah’.

Itulah tidak mudahnya menjalani pasrah. Walaupun, saya tetap setuju jika “pasrah” menjadi amalan penting bagi mental kita. Selama pasrah tidak kita jadikan sebagai pilihan utama menghadapi keadaan sulit, pasrah akan lebih dahsyat manfaatnya.  

Mari kita jadikan ‘pasrah’ sebagai salah satu landasan menjalankan berbagai aktivitas dan upaya kita. Dengan pasrah, artinya, kita memiliki niat kuat menjauhkan diri kita dari segala kekhawatiran, kecemasan, dan ketakutan yang mungkin akan menimpa diri kita. Melapisi ‘pasrah’ dengan usaha keras, tak kenal lelah mencari akar masalah dan solusi, bisa berdampak luar biasa terhadap semangat hidup kita. Insya Alloh.  #gusrowi

 

 

Ikuti tulisan menarik Gusrowi AHN lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler