x

Iklan

Angiola Harry

Hanyalah penulis biasa
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kerja Serius Gaji Becanda

Tapi dari sisi lain, hal tersebut mengartikan bahwa betapa besar potensi masyarakat atas hal-hal yang partisipatif.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Belakangan di media sosial sering muncul viral foto dengan tajuk "Bekerja Serius, Gaji Becanda. Bekerja Becanda, Gaji Serius" dengan gambar yang cukup ironis. Gambar di foto itu berupa frame foto yang dipecah dua; frame pertama bergambar para artis yang sedang mengisi acara pentas musik televisi, sedang berhura-hura di ajang hedonis, sementara frame kedua bergambar seorang guru yang sedang mengajar murid sekolah dasar.

Gambar tersebut seolah ingin mempertanyakan, mengapa tenaga, pikiran, dan bakti guru yang begitu tinggi demi kualitas tunas bangsa, hanya dibayar seperti orang yang mengerahkan seperempat daya dan upayanya saja. Sebaliknya, mereka yang bergajul bercanda tiada jelas di hadapan penonton abege yang juga mungkin kurang jelas apa tujuan mereka ikut berhura-hura di acara itu, malah dibayar sebesar orang yang mempertaruhkan nyawa.

Tapi dari sisi lain, hal tersebut mengartikan bahwa betapa besar potensi masyarakat atas hal-hal yang partisipatif. Dalam hal ini, ada yang keliru dari persepsi masyarakat, terutama generasi muda saat ini. Mengapa acara televisi yang demikian malah tinggi sekali minatnya ketimbang acara yang lebih mendidik? Ada sesuatu yang harus dilakukan agar persepsi bisa diarahkan ke arah lebih berkualitas, bukan ke arah yang minim manfaat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Karir

Secara kasat rasa, itu sebenarnya hanyalah fenomena yang kebetulan baru tersadari oleh adanya viral media sosial. Bila melongok ke perkantoran, bahkan beberapa institusi negara, banyak dijumpai ketidakadilan yang bisa dikatakan semirip.

Coba perhatikan mereka yang telah menua tampilannya, uban di rambut mendominasi, tenaga dan energi telah berkurang, statis, tapi malah seolah bercokol dengan gaji dinamis. Hanya karena jabatan mereka telah di level tinggi. Sebaliknya, mereka yang relatif lebih muda, bersemangat, taktis, dinamis, malah bergaji kecil. Hanya karena dianggap masa karir yang masih hijau.

Padahal dengan level yang makin tinggi, idealnya, harus lebih dinamis dan produktif, bukan malah terjerat di zona nyaman. Otak mereka beku, hanya bisa memerintah, tahu beres, dan memanfaatkan hasil kerja para kaum muda untuk menongkrak karir mereka. Lebih parah lagi, ketika jabatannya makin tinggi dipakai untuk menghambat yang muda untuk naik.

Karena mereka statis, jadi takut disalip. Namun ketakutan mereka diredam bukan dengan cara yang sportif. Tapi dengan menghalangi kinerja sang muda tersebut. Tak ayal, geliat turn over di perusahaan pun kian meningkat. Seperti yang dipaparkan psikolog Puspita Zorawar, "They Hate Their Boss".

Dalam hal ini, perusahaan, organisasi, atau institusi yang membuat terobosan adil, sangat patut diberi apresiasi tinggi. Seperti menyediakan tunjangan atau bonus prestasi, bagi mereka yang memang benar-benar menyuguhkan produktivitas bermanfaat untuk kemajuan bersama. Boleh saja, mereka yang pemula, bergaji lebih rendah. Namun apa yang mereka kerjakan sehingga menghasilkan hal baik untuk kemajuan bersama, tercatat baik dan mendapat harga yang pantas dari perusahaan atau institusi tersebut.

Sebaliknya, mereka yang ada di posisi atas, bila memang kurang produktif apalagi statis, cukup hanya dengan gaji saja. Dengan begitu, tak ada celah untuk berlaku sewenang-wenang, apalagi memanfaatkan kinerja para kaum muda yang dinamis, kreatif, dan enerjik tersebut. Namun sayang, di Indonesia, perusahaan yang bisa seperti itu tak banyak.

Konsultan sumber daya manusia PT. Ekselensia Persada mencatat, bila sebuah perusahaan ingin bisa dibilang sebagai World Class Company, maka dia harus memiliki nilai survey engagement sebesar 4,29. Di seluruh Indonesia, hanya ada 29% perusahaan yang mendapat nilai survey sebesar itu. Sementara Malaysia terdapat 32% dan Singapura 42%. Artinya perusahaan bagus di negara sebesar Indonesia cuma sedikit sekali, dibanding di negara sekecil Malaysia apalagi Singapura.

Ikuti tulisan menarik Angiola Harry lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu