x

Banjir Buku Anak

Iklan

Setyaningsih

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Buku, Konferensi, dan Anak

Keberadaan Konferensi Anak Indonesia adalah satu upaya rasa anak-anak bersuara untuk urusan yang sering ditentukan oleh orang dewasa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Di Jakarta selama 7-10 November 2016, 36 anak terpilih dari SD seluruh Indonesia membincangkan buku dalam gelaran Konferensi Anak Indonesia 2016 oleh majalah Bobo. “Aku dan Jendela Dunia” menjadi tema konferensi tahun ini dengan 3 ajuan tema: Buku yang Membuat Aku Pintar, Perpustakaan di Sekolahku, dan Buku-buku yang Kusukai (Bobo, 22 September 2016). Mengisi formulir saja tidak cukup menentukan diri jadi peserta, mereka harus menulis pengisahan diri dengan buku-buku. Acara memang telah berlalu, tapi Indonesia layak mendokumentasikan sebagai salah satu peristiwa monumental anak bersama buku.

Jika benar konferensi anak mampu membawa anak-anak dari seluruh Indonesia dengan perbedaan geografis berkaitan dengan rasa buku, kita tentu mendapati ragam keasikan. Cerita pertemuan dengan buku tentu memberi ragam rasa: kegembiraan, kesedihan, kesialan, kejutan, dan keajaiban. Ada pertarungan kata di tengah kondisi tidak menentu. Artinya, justru anak-anak yang paling tahu kondisi perbukuan di dunia kanak. Kesaksian anak-anak atas buku jauh lebih penting dari pemerintah pengurus masalah literasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagai bagian dari konferensi, anak-anak mendapat kesempatan berdialog dengan Duta Baca Najwa Shibab dan berkunjung ke perpustakaan megah ala Eropa milik BJ Habibie (Kompas, 9 November 2016). Dua tokoh ini tentu potensial dipilih untuk mewakili dunia literasi Indonesia. Pertemuan dengan tokoh amat menentukan imajinasi anak atas buku dalam keluarga, sekolah, kampung, kota. Mengundang Najwa Shihab bahkan tampak wajib. Perpustakaan Habibie memberi pukau, terutama pada jumlah koleksi dan tentu saja ruang. Namun, penyelenggara seolah luput bahwa kontributor konferensi adalah anak-anak yang mesti dipertemukan dengan tokoh baca-buku cilik atau tokoh dewasa yang membaca serta menekuni bacaan anak.

Najwa memang memiliki pengakuan biografis masa kecil hidup bersama buku-buku anak dalam rumah keluarga. Tidak dipungkiri bahwa ia dibesarkan oleh kasih buku dan orang tua buku. Itu di masa kecil. Penyelenggaran sulit menjamin bahwa Najwa Shihab masih serius menekuni bacaan anak sebagai pembaca atau pengapresiasi. Najwa lebih menyasar gairah membaca di kalangan anak muda. Apalagi, Najwa Shihab pasti sedang sangat sibuk beracara sebagai seorang intelektual dewasa yang nyaris selebritis.

Raga di Jendela

Entah, kita mungkin sempat pula mengajukan tanya kenapa penyelenggara konferensi masih menggunakan istilah “Jendela Dunia” untuk memetaforakan buku. Istilah itu nyaris klise meski tidak usang sebagai jargon dunia literasi. Di perpustakaan, ruang kelas, atau buku pelajaran, “jendela buku” selalu terpampang menggantikan buku sampai mengendap dalam ingatan. Begitu sulit istilah lain dicipta. Dengan mengandaikan buku sebagai jendela, berarti kita hanya bisa beradegan membuka atau berdiri memandang jauh di luar jendela.

Raga sulit bisa atau boleh masuk. Tidak serupa pintu atau gerbang, raga di depan jendela kita boleh masuk, berpindah, menjelajah, atau mencari. Anak tentu celaka jika nekat “masuk jendela” yang bisa berarti melompat, mencongkel, atau masuk secara paksa. Sungguh, dalam dunia pendidikan dan sosial tindak “masuk jendela” memang sangat tidak beretika. Kriminalitas pun sering menjadikan jendela jadi saksi tindak kesalahan. Apalagi, mengingat kondisi kekinian dari kebanyakan jendela yang diterali besi. Kesempatan bebas ke luar semakin terasa.

36 anak di haribaan buku telah berusaha membuktikan daya hidup buku anak-anak Indonesia. Meski ibu suka menonton sinetron, ayah jarang mengajak plesir ke loakan serta toko buku, buku-buku sulit menjangkau daerah terpencil, guru susah jadi mulut buku, atau gim gawai lebih menggoda diajak berteman, buku pernah menempati biografi kecil. Bukan karena duta baca atau duta buku anak-anak Indonesia membaca. Apalagi, pejabat, mahasiswa, atau selebritis jelas tidak menentukan nasib membaca.

Biar saja mereka yang menyebut diri sebagai pemerintah selalu merasa gawat dan krisis untuk urusan minat baca. Apalagi, data dari UNESCO 2012 yang menyatakan indeks membaca penduduk Indonesia hanya 0,0001 selalu jadi pembesaran atas krisis membaca. Dari 1000 orang Indonesia hanya ada 1 yang menghabiskan buku dalam setahun. Badan Pusat Statistik 2012 menyatakan bahwa sebagian sangat besar orang Indonesia lebih suka bertelevisi (91, 68) dan sisanya (17, 66) masih mampu membaca buku, koran, dan majalah (Kompas, 28 April 2015).

Saya tidak terlalu yakin bahwa “orang Indonesia” yang dimaksud itu termasuk anak-anak. Tuduhan tidak melek baca ini sungguh berlebihan. Beberapa kali saya mengikuti teman mengajar di SD Al-Islam 2 Jamsaren Surakarta, keadaan bertolak. Kelas menulis dan bercerita setiap Selasa selalu bertambah padat. Anak-anak dari kelas 1 sampai 5 menulis cerita dan memikirkan buku dengan sadis. Ganjaran buku selalu jadi idaman dan pantas dipertarungkan antara sesama teman. Meski di perpustakaan ada buku, mereka masih nekat minta dibawakan buku-buku bacaan untuk dipinjam. Sungguh tidak bisa disimpulkan bahwa Indonesia mengalami darurat karena tidak membaca. Anak-anak tetap membaca dan menyukai buku, bahkan sangat tangguh menjadi petarung buku.

Keberadaan Konferensi Anak Indonesia adalah satu upaya rasa anak-anak bersuara untuk urusan yang sering ditentukan oleh orang dewasa. Menjadikan mereka sebagai kontributor konferensi berarti menjadikan mereka sebagai warga Indonesia yang bersuara melampaui anggota dewan yang makin hari makin malas. Masalah baca dan perpustakaan yang sering dikabarkan gawat, mangkrak, atau sepi peminat memang cobaan nasional. Namun, kita percaya ada anak-anak ingin bersetia di hadapan buku. Ada atau tidak acara konferensi atau sejenisnya, anak bertekad menjadi pembaca buku.  

Ikuti tulisan menarik Setyaningsih lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB