x

Warga muslim berjabat tangan dengan warga Nasrani pada acara silturahmi Hari Raya Natal di Kampung Losari Sawahan, Ambarawa, Kabupaten Semarang, 25 Desember 2016. Silaturahmi lintas agama ini juga dilakukan saat Hari Raya Idul Fitri dan telah berlang

Iklan

Akal Sehat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pendidikan Karakter Berjiwa Pancasila

Dalam pendidikan karakter, agama-agama di Indonesia bisa bertemu dalam penghormatan terhadap nilai-nilai keutamaan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Senyatanya, berbagai perilaku negatif masyarakat dan elites menyeruak sekarang ini seperti aksi-aksi kekerasan seksual (pemerkosaan), pembunuhan, anarkistis, tawuran, kecurangan, suap menyuap, tindak korupsi dan mafia hukum mulai dari kelas teri hingga kakap telah menghiasi kehidupan berbangsa dan bernegara sehari-hari. Tak dapat dipungkiri bahwa polemik tentang masalah karakter bangsa ini didasarkan keprihatinan atas perilaku anak bangsa baik pada lapis bawah hingga elite yang sangat jauh dari nilai-nilai Pancasila. Upaya perbaikan kualitas bangsa menjadi semakin penting mengingat belakangan ini marak dibahas perlunya pendidikan karakter yang dapat membentuk karakter bangsa (nation and character building).

Disadari bahwa perhatian pendidikan kita masih berbasis kognitif (baca kecerdasan akademik). Meskipun kemampuan intelektual siswa diperlukan, tetapi berbagai penelitian menunjukkan bahwa kemampuan intelektual sebagai bagian dari tataran kognitif itu hanya mampu menyumbangkan 20 persen keberhasilan unjuk kerja individu dalam melaksanakan pekerjaan. Sedangkan 80 persen lainnya berasal dari kecakapan insaniyah atau popular disebut soft skills. Semuanya ini sesungguhnya bermuara pada pendidikan karakter (Goleman, Peter Salovey, Meyer, Bar On, Sternberg, 2005). Penelitian lain menunjukkan kecakapan insaniyah akan mampu membentuk kemampuan kecerdasan anak didik lebih baik jika diberlakukan sejak dini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Walau secara kuantitatif pembangunan pendidikan di jenjang SD dan sekolah menengah menunjukkan hasil impresif terutama semenjak keluarnya instruksi presiden (Inpres) Sekolah Dasar (SD) tahun 1970 an - sehingga pemerintah berani mencanangkan kebijakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun -, namun secara kualitatif kinerja sistem pendidikan nasional justru semakin merosot. Dalam perspektif ilmu pendidikan rendahnya mutu lulusan pendidikan disebabkan pembelajaran di sekolah masih terpaku pada paradigma dan cara-cara pengajaran (pembelajaran) tradisional berupa penerusan informasi yang hanya melibatkan kemampuan berpikir tingkat rendah (low cognitive skills) yaitu menghafal. Menurut ahli, kerangka pikir penerusan informasi yang telah bercokol lama tersebut, sudah saatnya diganti dengan paradigma pembelajaran yang lebih mendidik (Raka Joni 2005).

Dari sisi pembelajaran sosial diungkap bahwa perubahan perilaku seperti terbentuknya karakter bangsa melalui program pendidikan karakter akan efektif apabila para elite pemimpin menampilkan suatu modelling perilaku atau contoh keteladanan (Albert Bandura, 1997). Fenomena perilaku kebanyakan elite pemimpin yang berada dalam pusaran korupsi ditambah lagi miskinnya empati terhadap penderitaan rakyat akan bisa menafikan hasil dari pendidikan karakter itu sedniri. Sehingga karakter bangsa yang diharapkan tersebut menjadi sia-sia dan tidak dapat terwujud dalam waktu dekat.

Kecakapan insaniyah ini dapat dikembangkan melalui pendidikan karakter, Beberapa tahun lalu kementerian pendidikan dan kebudayaan Indonesia sempat menetapkan delapan belas nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa yang mesti ditumbuhkembangkan dalam diri peserta didik melalui mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Kedelapan belas nilai itu adalah religious, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta Tanah Air, menghargai prestasi, bersahabat / komunikatif, cintadamai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.

Pada mata pelajaran umum penanaman nilai-nilai itu dilakukan secara terintegrasi. Artinya, materi pembahasan bahan ajar dikaitkan pada upaya pembantukan karakter siswa. Pada pelajaran agama dan kewarganegaraan bersifat monolitik, maksudnya bahwa pembelajaran disusun memang untuk membentuk karakter siswa. Oleh karena itu rencana pelaksanaan pembelajaran( RPP) kedua bentuk itu (monolitik dan terintegrasi) senantiasa diarahkan agar nilai-nilai budaya dan karakter bangsa itu dapat diejawanthkan dalam perilaku sehari-hari yang berkarakter sesuai nilai-nilai budaya bangsa.

Pendidikan Karakter Pancasila

Menarik disimak pendapat cendekiawan Adian Husaini (2011) yang menyatakan bahwa dalam soal pendidikan karakter bagi anak didik berbagai agama di Indonesia bisa bertemu. Agama Islam, Kristen dan berbagai agama lain bisa bertemu dalam penghormatan terhadap nilai-nilai keutamaan. Nilai kejujuran, kerja keras, sikap ksatria, tanggung jawab, semangat pengorbanan, dan komitmen pembelaan terhadap kaum lemah dan tertindas, bisa diakui sebagai nilai-nilai universal agama yang mulia. Bisa jadi, masing-masing pemeluk agama mendasarkan pendidikan karakter pada nilai-nilai agamanya masing-masing.

Berbagai program pendidikan dan pengajaran - seperti pelajaran Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewargaan Negara (PPKN), Pendidikan Moral Pancasila (PMP) belum mencapai hasil optimal, karena pemaksaan konsep yang sekularistik. Tidak ada sosok karakter yang patut diketengahkan dalam program itu. Padahal, program pendidikan karakter, sangat memerlukan contoh dan keteladanan.

Salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan nasional kita adalah guru atau pendidik. Pembenahan terhadap lembaga pendidkan tenaga kependidikan (LPTK) sebagai lembaga penyedia guru sejauh yang saya ketahui belum dilakukan secara sistematik dan sistemik. Sistematik dalam arti program LPTK bersifat teratur dan tersusun dengan baik. Sistemik mengandung makna bahwa hasil kinerja LPTK dapat berdampak pada persoalan lain seperti kualitas keluaran, mutu karakter peserta didik dan sebagainya.

Menurut hemat penulis terdapat kesenjangan antara arah pendidikan yang disusun dalam UU dan praktek pendidikan di lapangan. Dalam Undang Undang Sistem pendidikan no 20 tahun 2003 bab 2 pasal 3 keluaran yang diharapkan sangat sempurna yakni menghasilkan lulusan pendidikan yang memiliki kecakapan intelektual beriman, bertaqwa, berakhlak dan lainnya.

Tetapi dalam kenyataan praktek pendidikan mengarahkan anak didik hanya pada kecerdasan intelektual semata. Dalam konteks ini mereka (anak didik) "dikejar-kejar" untuk sukses ujian nasional (UN). Tiap hari mereka dicekoki rumus-rumus dan pelajaran bersifat mekanistis berupa hafalan dan dilatih dengan soal-soal dalam tingkatan koginitif tingkat rendah saja. Sedangkan sisi afeksi dan penanaman nilai etika norma dan moral sangat jauh api dari panggang alias tidak terbukti dalam praktek, masih sebatas jargon tertulis dan semboyan yang enak diucapkan tetapi tidak menjadi perhatian di kelas atau di sekolah.

Manakala pendidikan lebih mementingkan aspek kecerdasan intelektual (pinter) ketimbang aspek karakter budi pekerti (mentalitas), maka tidak mengherankan jika akhirnya kita hanya menghasilkan orang-orang pinter yang “keminter atau minteri wong” (sombong, curang, berbohong, serakah dan sebagainya).

Karakter manusia Indonesia yang memiliki nilai ketimuran itu tentu berbeda dengan karakter masyarakat komunis Cina atau Barat yang liberal. Pendidikan di negeri kita mesti bersandar pada pendidikan karakter yang beradab dengan nilai-nilai filsafat dasar bangsa yang tersemai dalam Pancasila, sehingga pendidikan di Negara ini menjadikan manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, bermusyawarah, menjunjung nilai kebersamaan/kekeluargaan, adil dan beradab. Inilah karakter manmusia Indonesia yang dibentuk dari sistem pendidikan berbasis nilai-nilai Pancasila.

 

Oleh: Aries Musnandar

Penasehat Ikatan Alumni Kurikulum Dan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta

Penasehat CIES FEB Universitas Brawijaya, Malang JATIM

Peneliti Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang – Jawa Timur

 

Ikuti tulisan menarik Akal Sehat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB