x

Pendemo Qomat berunjuk rasa sambil membawa bendera Indonesia di depan kedutaan besar RRC di Kuningan, Jakarta, 15 Desember 2016. Mereka juga menyinggung dugaan kasus penistaan agama yang dilakukan gubernur non aktif Basuki Tjahaja Purnama. TEMPO/Ilha

Iklan

Akal Sehat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Parameter Keberhasilan Pendidikan Agama

Agama masih bersifat ritual simbolik, belum diimplementasi dalam kehidupan bermasyarakat

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Agama secara hakekat tentunya berisikan tuntunan dalam meraih keberhasilan hidup di dunia dan akherat. Dalam mensosialisasikan ajaran agama itu maka diperlukan pendidikan. Di negeri ini yang taat beragama ini patut bersyukur karena telah memiliki program pendidikan agama di sekolah-sekolah. Namun persoalannya, apa tolok ukur sukses tidaknya pendidikan (atau penerapan) agama Islam di Indonesia?

Menurut hemat saya keberhasilan itu sederhana saja yakni apakah kehidupan di Indonesia telah berhasil dan mencapai tingkat yang lebih baik dibanding negara-negara lain yang tidak agamis. Indikator yang bisa kita lihat apakah penerapan ajaran agama, sebagai kelanjutan dari pendidikan agama di ruang kelas itu telah berhasil mengakat harkat hidup mereka? Dalam konteks berbangsa dan bernegara bagaimana prestasi negara dibidang ekonomi, pendidikan, implementasi hak-hak azasi manusia, tingkat korupsi dan indikator lainnya. Maka dalam hal ini kita menyaksikan bersama betapa (masih) terpuruknya bangsa ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dibidang ekonomi negara ini belum membanggakan karena masih banyak rakyat yang hidup dalam garis kemiskinan. Di bidang pendidikan pun demikian pula, dalam berbagai riset dan kenyataan keluaran pendidikan di Indonesia secara rata-rata masih jauh dari harapan. Dibidang korupsi justeru Indonesia dikenal sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Pendek kata, negeri yang penduduknya beragama ini masih belum mampu menerapkan nila-nilai ajaran agama yang mulia tersebut.

Dari sisi kehidupan masyarakat Muslim, berdasarkan hasil survey yang diterbitkan oleh salah satu jurnal (Berkeley-based Global Economy Journal) pada 2010 tentang "How Islamic are Islamic Countires? atau seberapa jauh negara Islam itu Islami? ternyata Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia berada di peringkat bawah bersama negara-negara Muslim lainnya. Sementara Selandia Baru sebagai negara non Muslim ditempat pertama disusul Luxembourg dan negara-negara non Muslim lainnya. Ini menunjukkan ternyata negara non Muslim dinyatakan lebih "Islami" dibanding negara Muslim.

Negara-negara maju di dunia mayoritas penduduknya bukan umat Islam tetapi aspek integritas, kejujuran, ketekunan, disiplin, dan berbagai sifat baik lainnya sudah dikenal sangat tinggi dibanding negara-negara berkembang yang penduduknya dominan beragama Islam. Fenomena ini membuat kita bertanya-tanya, mengapa ajaran Islam yang begitu sarat dengan nilai-nilai luhur tersebut tetapi tidak tampak secara terang benderang di negara ini yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Kondisi ini semestinya menjadi introspeksi atau bahan evaluasi pemerintah Indonesia yang pejabatnya banyak yang Muslim, mengapa nilai-nilai Islami itu tidak melekat erat pada diri penganutnya sehingga bisa membumi di negeri kaya sumber alam ini?

Menurut hemat saya, pendidikan agama di Indonesia jangan dibatasi sekedar "classroom" atau di ruang-ruang kuliah lalu manakala berada di ruang-ruang publik ternyata nilai-nilai agama tidak ditemukan. Penerapan agama masih bersifat ritual simbolik dan rutinitas belaka, tidak dijabarluaskan dalam bentuk implementasi di lapangan dalam kehidupan bermasyarakat, apalagi dalam berbangsa dan bernegara. Tata cara pengajaran dan pembelajaran agama di sekolah-sekolah belum berhasil signifikan menghiasi kehidupan pribadi-pribadi Muslim secara merata. Pekerjaan rumah bangsa ini mestinya disikapi serius oleh pemerintah yang bertugas mengedukasi masyarakat agar nilai-nilai Islam dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu aturan, peraturan dan hukum yang berpihak pada nilai-nilai luhur keagamaan mestinya juga menjadi acuan pemerintah dalam mengarahkan masyarakat berbangsa dan bernegara.

Disamping itu pendidikan jangan diartikan sempit sebatas pendidikan formal karena dalam sistem pendidikan nasional terdapat pendidikan formal, non formal dan informal. Muatan praktik keagamaan sepatutnya berupa perilaku peserta didik (anak) baik di sekolah formal, non formal dan keluarga. Kawasan kognitif pelajaran agama yang senantiasa ditonjolkan di ruang-ruang kelas itu perlu merambah sampai pada kawasan sikap dalam wujud-wujud kebaikan perilaku anak didik. Pemerintah dalam hal ini dapat membuat program-program terintegrasi yang mengejawantahkan nilai-nilai luhur agama baik dalam pendidikan formal, non formal dan informal.

Sabagaimana kita lihat bahwa fenomena kekerasan, kriminalitas, penyimpangan perilaku dan perbuatan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai agama marak dilakukan anak bangsa ini bahkan banyak diantara mereka berlatar belakang pendidikan tinggi. Apabila persoalan ini tidak dicermati dengan baik maka bisa jadi persoalannya akan semakin runyam dan oleh karenanya sangat miris bagi masa depan berbangsa dan bernegara. Pemerintah perlu menaruh perhatian serius terkait persoalan ini.

Mengapa pemerintah yang kerap dipersalahkan atas lemahnya keluaran pendidikan di Indonesia? Saya kira wajar saja sebab pada diri pemerintah melekat erat otoritas, memiliki 'senjata' dan wewenang yang sangat besar dibandingkan dengan komunitas masyarkat biasa. Oleh karena itulah pemerintah akhirnya dianggap bertanggungjawab dalam membelajarkan masyarakat agar dapat menerapkan ajaran agama di Indonesia secara baik dan benar. Semakin lama kita tidak menyadari kekeliruan kita dalam pembenahan pendidikan agama semakin sulit nantinya kita membentuk kualitas pribadi anak bangsa. Pendidikan yang komprehensif tidak hanya menjadikan anak bangsa ini bermutu secara akademik (pinter) tetapi juga berkualitas secara mentalitas (karakter).

Malang, Maret 2016

Oleh Aries Musnandar

Penasehat Ikatan Alumni Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta

Akademisi Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang

 

Ikuti tulisan menarik Akal Sehat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB