Awan Biru di Ranting Cemara

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Musim semi tak akan bosan dipandang. Ibarat gadis desa nan cantik, musim semi selalu ditunggu-tunggu.

Musim semi tak akan bosan dipandang. Ibarat gadis desa nan cantik, musim semi selalu ditunggu-tunggu. Kedatangannya sejenak membawa pembaruan bagi orang-orang di belahan Eropa. Maka, dengan musim semi, semua sudut Eropa seolah-olah menjadi sudut Eropa yang baru.

Semangat baru ini memang bukan lahir dari ranah politik. Pembaruan ini lahir dari alam sendiri. Tanpa dikomandoi, tanpa dipilih, tanpa diperintah, tanpa dibuat undang-undang. Alam dengan sendirinya menghadiahkan itu pada manusia. Alam yang baru ini—dengan demikian—hanya butuh mimpi.

Maksudnya, manusia tidak perlu memerintah alam untuk mendatangkan musim semi. Manusia cukup bermimpi. Sebab, tanpa mimpi pun, alam akan memberikan pembaruan itu pada manusia. Maka, manusia hendaknya berguru dan menaruh respek pada alam.

Dari bawah ranting pohon tampak langit biru. Ini menjadi baru bagi dunia Eropa setelah selama 3 bulanan melewati masa langit gelap di musim dingin. Musim semi pun hadir membawa terang. Terang yang bukan saja putih tapi sekaligus biru. Biru dalam khazanah astrologi dikaitkan dengan batas jarak pandang mata. Maka, biru itu adalah simbol totalitas. Mata memberikan dirinya sampai titik batas ini. Dan, di sinilah manusia menemukan keindahan birunya.

Keindahan yang dipandang dari seluruh muka bumi. Termasuk di bawah ranting pohon. Ranting itu memang sedang dalam proses pembaruan. Sebentar lagi dia akan berdaun. Saat ini, tampak Cuma ranting saja. Ia juga memberikan totalitasnya sampai menjatuhkan daun-daunnya agar batangnya tetap hidup.

Totalitas inilah yang ditunjukkan sebuah pohon dan mata manusia. Ketika keduanya dipadukan, hanya keindahan yang ada. Saat mata bekerja secara total, manusia akan sampai pada titik biru. Demikian dengan pohon yang bekerja secara total, kehidupannya akan diperpanjang. Pohon tidak berhenti (mati) pada musim dingin tetapi maju terus sampai menerima keindahan di musim semi.

Rupanya keindahan alami itu hanya bisa diraih dengan totalitas yang nyata. Bukan polesan debat, bukan manisnya kata-kata, bukan janji-janji yang menidurkan pikiran rakyat. Maukah kita belajar dari pohon dan mata yang bekerja secara total?

 

PRM, 3/4/2017

Gordi

Bagikan Artikel Ini
img-content
Gordi Saja

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Sebelum Gadis-gadis Nigeria Tertawa

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
img-content

Kongo: Satu Negara, Dua Pemimpin

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler