x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Teror Bom di Subway St. Petersburg, Rusia, 03 April 2017

Ada dua kelompok yang selalu menjadi terangka utama setiap terjadi teror di Rusia: kelompok Chechen Independence Movement dan pendukung Islamic State (IS).

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada Senin, 03 April 2017, sekitar pukul pukul 14.00, sebuah kereta bawah tanah (subway) baru saja meninggalkan stasiun Sennaya Ploshchad di jantung kota St Petersburg. Lalu sekitar pukul pukul 14.20 local time, saat kereta belum tiba di stasiun berikutnya (Tekhnologicheskii Institut), bom meledak di gerbong ketiga dari depan. Seusai ledakan, kereta berhenti. Dinding gerbong yang diledakkan terlihat rusak berat, dan dipenuhi asap ledakan sampai ke gerbong kedua dan keempat. Namun gerbong ketiga, yang menjadi titik ledakan tidak terlepas dari rangkaian gerbong. Masinis akhirnya memutuskan melanjutkan perjalanan ke stasiun berikutnya, Tekhnologicheskii Institut, untuk memudahkan evakuasi.

Sekitar pukul 14.26 waktu Moskow, Kantor Metro St. Petersburg menerima laporan pertama tentang ledakan di Subway St. Petersburg. Dan ledakan terjadi ketika Presiden Vladimir Putin sedang bertemu dengan Pemimpin Belarusia, Aleksandr Lukashenko, di St. Petersburg.

Akibat ledakan itu, 11 orang tewas dan 50-an orang cedera. Sebagian di antaranya mengalami luka kritis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seperti diketahui, jaringan subway St Petersburg merupakan salah satu yang tersibuk dan terpadat di dunia: mengangkut sekitar 2 juta penumpang setiap hari, dan sepanjang hari selalu dalam keadaan sibuk dan padat. Jaringan transportasi Rusia memang beberapa kali telah menjadi sasaran aksi teror sejak beberapa tahun terakhir.

Daftar aksi teror di Rusia

Selama 15 tahun terakhir, Rusia sudah mengalami beberapa aksi teror, antara lain:

2002, serangan dan penyanderaan di teater Dubrovka, Moscow, yang berakhir dengan penyerbuan aparat keamanan Rusia ke dalam teater, dan membunuh para pelaku. Ketika itu, Rusia tidak mengumumkan detail jumlah korban, karena diduga banyak sandera yang ikut tewas ketika Apkam menyerbu ke dalam teater.

2014, serangn teror terhadap School Number One di Beslan. Pelakunya menuntut Rusia menarik pasukannya dari Chechnya.

27 Nopember 2009, serangan terhadap kereta cepat jurusan Moskow – St. Petersburg, yang mengakibatkan 26 tewas dan lebih dari 100 orang cedera. Aksi ini diklaim oleh kelompok Doku Umarov, Pemimpin Chechen.

Maret 2010, aksi teror berupa bom bunuh diri kembar di subway Moskow, yang dilakukan oleh dua wanita, dan menewaskan 40 orang serta mencederai lebih dari 100 orang. Pemimpin Chechen Doku Umarov juga mengklaim bertanggungjawab atas ledakan tersebut.

Januari 2011, aksi bom bunuh diri di Bandara Domodedovo airport, Moskow, yang menewaskan 37 orang.

31 Oktober 2015, pesawat Rusia yang terbang dari Sharm el-Sheikh di Mesir dengan tujuan St Petersburg Rusia meledak di udara dan jatuh di pegunungan Sinai Utara Mesir. Semua penumpang 224 orang tewas, termasuk 7 awak pesawat. Pesawat Airbus tipe A321-200 itu dioperasikan oleh maskapai Rusia, Kogalymavia. Beberapa jam setelah kejadian, IS mengklaim bertanggung jawab, dan selanjutnya mengancam akan menjadikan Rusia “the sea of blood”.

Dua kelompok tersangka utama

Setiap kali terjadi aksi teror di Rusia, biasanya ada dua kelompok yang langsung dijadikan pihak tersangka utama: kelompok Chechen nationalists dan pendukung Islamic State (IS). Dua kelompok ini kadang sulit dipisahkan secara tajam.

Sebab kelompok Chechen nationalists atau Chechen Independence Movement telah berganti nama menjadi Caucasus Emirate. Mereka bercita-cita memberlakukan Syariat Islam di wilayah mayoritas Muslim di bagian utara Caucasus. Pemimpinnya, Doku Umarov, yang disebut sebagai amir telah terbunuh pada 2013, diduga karena racun yang dikirim melalui pihak ketiga. Sejak itu, aksi kelompok Caucasus Emirate mulai berkurang.

Lalu memasuki tahun 2014, khususnya sejak ISIS terbentuk di Irak dan menguasai Mosul  pada Juni 2014, sebagian kombatan Caucasus Emirate pergi ke Suriah/Irak untuk berjihad. Mereka bergabung dengan ISIS, Jabhat Nusrah ataupun kelompok lainnya. Diperkirakan, foreign fighters asal Rusia dan negara-negara bekas Uni Soviet yang pergi berjihad ke Suriah atau Irak diperkirakan sekitar 9.000 orang (menurut The Economist). Jumlah ini jauh lebih banyak dibanding foreign fighters asal Indonesia.

Selain faktor Chechen Independence Movement yang telah berganti nama menjadi Caucasus Emirate, faktor lain yang diduga menjadi pemicu tambahan untuk aksi teror di Rusia saat ini dan ke depan adalah intervensi militer Rusia yang mendukung Rezim Bashar Assad di Suriah sejak September 2015. Pada 31 Oktober 2015, beberapa jam setelah meledakkan pesawat Rusia di Sinai Utara Mesir, IS mengeluarkan pernyataan dan mengancam akan menjadikan Rusia “the sea of blood”.

Karena itu, ke depan, Rusia termasuk salah satu negara kandidat kuat untuk menjadi bulan-bulanan aksi teror, yang mungkin dilakukan para mujahidin Rusia eks Suriah/Suriah, setelah pulang kembali ke negaranya.

Syarifuddin Abdullah | Selasa, 04 April 2017 / 07 Rajab 1438H

Sumber foto: http://www.theaustralian.com.au: gambar sebagian korban ledakan.

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB