x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kesia-siaan Hidup Manusia

Absurditas ala Albert Camus dalam novel The Stranger

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Orang Aneh

Judul dalam Bahasa Inggris: The Stranger

Penulis: Albert Camus

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penterjemah: Max Arifin

Tahun Terbit: 2005

Penerbit: Matahari

Tebal: 165

ISBN: 979-3618-19-1

 

Novel “Orang Aneh” adalah salah satu karya Albert Camus yang dianggap mewakili pandangan Camus tentang hidup, yaitu absurditas. Karya lainnya yang juga menggambarkan secara gamblang tentang absurditas hidup adalah “Mitos Sisifus.” Kedua karya Camus ini menjelaskan bahwa hidup manusia itu absurd, penuh dengan hukuman dimana Tuhan pun tak mampu membela. Namun jika hidup yang penuh hukuman tersebut dijalani terus-menerus dan direnungkan, maka hidup yang demikian adalah sesuatu yang biasa dan bahkan menyenangkan.

Dalam novel “Orang Aneh” ini Camus menceritakan tentang kehidupan tokoh “aku” (Tuan Mersault). Mersault adalah seorang biasa, pekerja tingkat rendah pada sebuah perusahaan kecil saja. Hidupnya pas-pasan sehingga tak mampu menghidupi ibunya yang sudah mulai tua. Akibatnya ia mengirimkan ibunya ke panti wreda. Ia tinggal di apartemen kumuh yang dihuni oleh orang-orang seperti dia – miskin. Kehidupannya sehari-hari biasa saja tanpa ada ambisi, tanpa sebuah cita-cita yang muluk-muluk. Mersault menjalani hidupnya dengan datar.

Novel ini terdiri atas dua bagian. Bagian pertama menceritakan kehidupan Mersault yang biasa-biasa saja. Datar. Sebuah kehidupan yang bisa dialami oleh siapa saja. Sedangkan bagian kedua adalah kisah Mersault yang sudah mulai memikirkan tentang hidupnya karena dia dipenjara. Di bagian kedua inilah Camus menjelaskan pandangannya tentang absurditas. Camus menceritakan tentang kehiduan adalah sebuah proses hukuman yang tiada henti. Kematian adalah kewajaran dan hanya sebuah titik akhir. Namun saat kehidupan dipikirkan, maka kehidupan itu akan sangat membahagiakan. Tidak ada alasan untuk tidak berbahagia dalam menjalani segala apa yang terjadi dalam kehidupan. Termasuk saat menghadapi kematian.

Kisah diawali saat Mersault menerima telegram bahwa ibunya meninggal. Ia datang ke pemakaman ibunya. Ia tidak merasa terlalu sedih menghadapi kematian ibunya. Ia tidak mau saat petugas panti akan membukakan peti yang sudah terlanjur ditutup supaya ia bisa melihat wajah ibunya. Ia pun tidak terlalu khidmad mengikuti upacara pemakaman ibunya. Bahkan ia segera pulang setelah upacara selesai.

Sekembali dari upacara penguburan ibunya, ia bertemu dengan Marie kekasihnya saat ia pergi berenang. Setelah berenang mereka makan malam dan kemudian menonton bioskop. Sekembali dari menonton bioskop mereka berdua tidur bersama di kamar Mersault.

Suatu hari Mersault mencoba membantu perselisihan Raymond, seorang mucikari dengan pacarnya. Akibatnya, Mersault terlibat dalam perselisihan Raymond dengan orang-orang Arab teman pacar Raymond. Perselisihan tersebut sampai menimbulkan perkelahian.

Pada suatu hari, saat Mersault sedang bermain di pantai, ia bertemu dengan salah seorang Arab yang berseteru dengan Raimond. Karena Mersault akan ditikam oleh si orang Arab, maka ia menembak orang Arab tersebut sampai mati. Mersault ditangkap dan dipenjara.

Dalam proses persidangan, Mersault mengatakan secara jujur apa yang dilakukannya. Ia tidak berupaya membela diri dan mencari pembenaran. Bahkan sering ia merasa tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh jaksa penuntut dan pembelanya. Ia dinyatakan bersalah dan dihukum mati di depan umum. Saat menunggu eksekusi, Mersault menolak kunjungan pendeta.

Saat di penjara itulah Mersault memiliki banyak waktu untuk merenung. Ia menyatakan bahwa “seseorang haruslah berusaha membiasakan dirinya pada sesuatu” (hal. 102). Menurutnya ada empat hukuman yang dihadapi di dalam sel (dalam hidup manusia), yaitu: (1) nafsu seks (hal. 102), perasaan kekurangan atau tidak memiliki sesuatu (hal. 104) dan kebosanan (hal. 104). Jika manusia bisa menghadapi hukuman tersebut, maka ia akan menjadi biasa dengan hidupnya, dan bahkan bisa menikmatinya. Camus menggambarkan betapa tenangnya Mersault dalam menghadapi kematiannya.

Banyak manusia resah dan bahkan menderita karena memikirkan kehidupan saat ini dan kehidupan setelah mati. Manusia berupaya mati-matian supaya terlepas dari penderitaan tersebut. Bagi Camus hal tersebut tidak perlu dilakukan, bahkan tidak perlu dipikirkan. Sebab kehidupan manusia adalah absurd. Satu-satunya yang perlu dilakukan dalam hidup adalah menjalaninya dengan kebahagiaan.

 

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB