x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Perjalanan Menuju Dunia di Balik Kata-kata

Membaca buku adalah ikhtiar menyingkapkan dunia yang digambarkan penulis dalam kata-kata.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Membaca buku, bagi saya, lebih dari sekedar menyusuri huruf demi huruf yang berjumlah puluhan ribu, bukan hanya menapaki kata demi kata. Membaca buku adalah perjalanan dalam rangka mengonstruksi pemahaman terhadap narasi yang sedang kita baca. Saya berusaha mencerna kalimat-kalimat yang ditorehkan penulis dan menafsirkan dengan berbekal apa yang saya miliki selama ini: pengetahuan, pengalaman, kemampuan berbahasa, bahkan juga emosi dan suasana hati ketika membaca.

Saat memilih buku tertentu untuk saya baca, saya bukan hanya mengandalkan pikiran—buku apa yang harus saya baca untuk membantu pemahaman saya tentang sejarah sains, tapi mungkin lebih mendengarkan suara hati dan keinginan saya—membaca The Lonely City karya Veronica Laing kelihatannya menarik. Kadang-kadang unsur kebutuhan lebih menonjol, di lain waktu faktor ketertarikan lebih kuat: saya sedang ingin membaca novel penulis Amerika Latin.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Diperlukan kesenyawaan antara saya sebagai pembaca dengan teks yang saya baca agar membaca buku jadi pengalaman yang bukan hanya berarti dalam konteks pengetahuan maupun mengasah perasaan, tapi juga menyenangkan. Bukankah sering terjadi kita dipaksa membaca buku yang sedang tidak kita ingin baca dalam kaitan tugas menulis di bangku kuliah? Kesenyawaan yang bersifat sementara sekalipun tetap diperlukan agar membaca buku meninggalkan jejak dalam pikiran dan hati.

Membaca buku, bagi saya, adalah perjalan menuju dunia di balik kata-kata. Apa sih yang ingin disampaikan penulis melalui kata-kata yang ia rangkai dengan susah payah hingga ratusan halaman? Apa yang ia inginkan dari pembaca (bila ada) melalui kata-kata yang ia tulis-hapus tulis-hapus hingga berpuluh hari, bahkan bisa bertahun-tahun? Saya menduga, mereka ingin menyingkapkan sebuah dunia—tentu saja, dunia dalam penglihatannya.

Colson Whitehead mengandalkan riset mendalam untuk menulis novelnya The Underground Railroad (resensi saya atas karya ini dimuat di Majalah Tempo edisi 24 April 2017), yang berkisah tentang ikhtiar pelarian seorang budak muda perempuan dari horor yang terjadi di perkebunan. Saya menyusuri pengisahan Whitehead lembar demi lembar dan mentautkan kisah pelarian Cora dengan pengetahuan sejarah perbudakan Amerika, ingatan dari bacaan lain, serta minat untuk memahami perjuangan manusia melawan penindasan.

Kesenyawaan dengan teks membangkitkan empati dan mengusik kemanusiaan dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak sepenuhnya terjawab. Membaca novel,  bahkan bisa pula membaca karya non-fiksi, sanggup membangkitkan rasa empatetik—bagaimanapun, sebuah bangsa yang menyatakan kampiun demokrasi pernah punya sejarah gelap perbudakan, yang dalam derajat tertentu masih meninggalkan jejaknya dalam kehidupan masyarakat AS sekarang.

Begitulah, minat, rasa ingin tahu, bekal pengetahuan sebelumnya, ingatan, bahkan juga pengalaman pribadi berbaur menciptakan pengalaman membaca yang mungkin saja emosional. Ketika itulah, dunia di balik kata-kata yang dihadirkan penulisnya mulai tersingkap—kita mungkin terpana, terkejut, marah, sedih, atau merasa bosan dan menolak dunia sang penulis. Apapun halnya, membaca buku mampu mengayakan batin bila kita membacanya sepenuh hati. (Sumber foto: pexels.com) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler