x

Iklan

Fatwa Azmi Asy-syahriza

Anak ingusan yang mengetik dengan jari kecilnya, memandang dengan dua bola mata indahnya, dan mempunyai hati sebagaimana hati manusia.
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Madrasah, Pusat Peradaban Pendidikan Dunia [1/2]

Madrasah terkenal dengan berbagai peradaban di bidang pendidikan dunia, bagaimana mempertahankannya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Madrasah, berasal dari kata darasa-yadrusu-darsan yang berarti belajar. Madrasah adalah tempat belajar, iya atau kita biasa sebut sekolah. Namun, di Indonesia, madrasah lebih disebut sebagai sekolah berbasis agama Islam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Madrasah mulai didirikan dan berkembang pada abad ke 5 H atau abad ke-10 atau ke-11 M. pada masa itu ajaran agama Islam telah berkembang secara luas dalam berbagai macam bidang ilmu pengetahuan, dengan berbagai macam mazhab atau pemikirannya. Pembagian bidang ilmu pengetahuan tersebut bukan saja meliputi ilmu-ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an dan hadis, seperti ilmu-ilmu al-Qur’an, hadits, fiqh, ilmu kalam, maupun ilmu tasawwuf tetapi juga bidang-bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika dan berbagai bidang ilmu-ilmu alam dan kemasyarakatan. 

Aliran-aliran yang timbul akibat dari perkembangan tersebut saling berebutan pengaruh di kalangan umat Islam, dan berusaha mengembangkan aliran dan mazhabnya masing-masing. Maka terbentuklah madrasah-madrasah dalam pengertian kelompok pikiran, mazhab atau aliran. Itulah sebabnya sebagian besar madrasah didirikan pada masa itu dihubungkan dengan nama-nama mazhab yang masyhur pada masanya, misalnya madrasah Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah atau Hanbaliyah.

   Berdasarkan dengan keterangan di atas, jelaslah bahwa penggunaan istilah madrasah, sebagai lembaga pendidikan Islam maupun sebagai aliran atau mazhab bukanlah sejak awal perkembangan Islam, tetapi muncul setelah Islam berkembang luas dan telah menerima pengaruh dari luar sehingga terjadilah perkembangan berbagai macam bidang ilmu pengetahuan dengan berbagai macam aliran dan mazhabnya.

Madrasah pernah mengalami masa-masa jayanya ketika Islam masih berbentuk khilafah. Dimana pada zaman dahulu madrasah menjadi pusat peradaban modern. Bagaimana tidak, semua ilmu-ilmu pendidikan yang bersifat agama maupun kehidupan manusia masuk didalam tubuh madrasah. Ilmu-ilmu agama seperti fiqih, tasawuf, dan hadis mempunyai kepentingan dalam hidupnya agama islam. Juga ilmu-ilmu dunia seperti ilmu kedokteran, astronomi, hingga teknologi dimiliki oleh madrasah.

Madrasah bukan saja menghidupi agama islam, namun, semua kebaikannya dirasakan oleh umat manusia. Madrasah juga banyak menghadirkan kader-kader ilmuwan yang luar biasa pemikirannya dan manfaatnya hingga saat ini. Ibnu Sina/Averus menciptakan pemikiran tentang ilmu bedah manusia yang hingga saat ini masih digunakan dalam operasi-operasi kedokteran. Al-Khawarizmi yang menciptakan angka 0, yang dari angka tersebut bisa menghasilkan teknologi-teknologi yang kita rasakan saat ini. Aku rasa, perusahaan seperti Apple, Samsung, serta Microsoft harus banyak berterimakasih terhadap pemikirannya tersebut. Jadi, tak perlu menyombongkan diri dalam teknologi tersebut. Karena pada asalnya teknologi tersebut lahir dari seorang ilmuwan muslim yang berasal dari madrasah.

Sesuai dengan ayat pertama yang turun dari Al-qur’an, seperti itulah gambaran pendidikan islam yang seharusnya. IQRA! – Bacalah! Metode pendidikan yang berakar dari ‘Baca’ sepertinya memang harus digembar-gemborkan lagi. Entah apa maksud terperinci dari ayat tersebut, yang pasti dari kebiasaan baca itulah umat islam bisa maju.

Banyak sekali buku-buku yang ditulis oleh ilmuwan cerdas umat islam yang menjadi pedoman dalam pendidikan saat ini. Namun, saat terjadi peperangan di Baghdad, buku-buku tersebut dibakar dan dibuang ke sungai oleh umat lain. Sepertinya, pamor madrasah yang begitu jaya juga banyak yang tidak suka, padahal, ilmu itu bisa digunakan untuk seluruh umat. Miris sekali.

Dan sekarang, umat islam sedang mengalami masa kemunduran dan keterpurukan. Umat islam seperti tidak punya pedoman dalam bidang pendidikan dan kehidupan. Kita lebih senang mengenal Steve Jobs hingga menonton film dokumenternya disbanding membaca kisa dan biografi Ar-Razes. Kita lebih dianggap gaul jika mengetahui asal mula Facebook dan penciptanya yakni Mark Zuckerberg yang berasal dari Israel dibanding mempelajari ilmu-ilmu yang ditulis oleh Al-Ghazali. Bahkan, ketika kita jatuh sakit, kita lebih percaya kepada Ilmu kedokteran yang berasal dari China dibanding percaya terhadap ilmu kedokteran ibnu sina.

Sedih rasanya, sampai kapan ini akan berakhir? Munculnya madrasah di Indonesia sepertinya masih ‘kurang’ greget untuk menjadi pusat peradaban pendidikan. Madrasah atau yang biasa disebut pesantren ini lebih terkenal dengan kekumuhan atau kelusuhannya. Maaf, bukan aku menjelekkan, namun aku berani berbicara seperti itu karena memang seperti itu faktanya. Aku juga berasal dari madrasah, mungkin hingga 12 tahun ini aku hinggap di pendidikan madrasah. Hingga saat ini masih banyak umat islam yang sekolah di sekolah Kristen atau sekolah internasional dan sebagainya. Aku tak menyalahkan. Tapi, aku juga tak bisa membiarkan begitu saja. Memang benar, pamor sekolah internasional yang terlihat bersih, rapih, dan tertata harusnya menjadi cambuk bagi umat islam yang berpedoman pada hadis nabi yang berarti ‘kebersihan adalah sebagian dari iman’. Pesantren yang menjamur di Indonesia harusnya bisa mencontohkan seperti itu. Jangan sampai pamor pendidikan Islam malah terlihat jelek dan kalah dibanding pendidikan yang lain. Bagaiman umat Islam mau maju kalau madrasahnya saja sudah dianggap jelek?

Metode pembelajaran dan akhlak madrasah aku rasa sudah baik. Ketika kyai datang, para santri menundukkan kepala dan berbaris untuk menyalaminya. Namun, lagi-lagi, jangan sampai pamor madrasah yang baik itu tertutupi oleh fasilitas yang kurang mumpuni. Seberapa susahnya sih umat islam mau menyumbangkan hartanya untuk generasi berikutnya?

Memang ada beberapa madrasah yang sudah memperbaiki fasilitasnya, namun tetap saja ada pembebanan biaya yang cukup tinggi. Aku tahu, belajar memang juga butuh biaya, seperti imam Ghazali yang menjual tiang rumahnya untuk belajar, tetapi, aku ingin ada satu lembaga Islam yang menaungi bidang pendidikan yang dananya berasal dari umat itu sendiri. Sehingga generasi-generasi selanjutnya hanya tinggal belajar tanpa memikirkan biayanya, karena biayanya sudah ditanggung oleh umat.  Apalagi di Indonesia ini, umat Islam terbesar didunia. Apa tidak mungkin?

Aku juga memperhatikan belakangan ini muncul muatan pelajaran yang kurang masuk dalam pendidikan Islam. Yang aku inginkan, penekanan pelajaran dalam ilmu-ilmu agama ditambahkan lagi. Moral generasi ini perlahan sudah mulai hancur, akidahnya mulai terjual, semuanya harus bisa dicegah dalam madrasah.

Madrasah bukan tempat doktrin terorisme, madrasah berisi generasi yang diajarkan tentang artinya keberagaman dan perbedaan. Tak pernah selama aku belajar di madrasah diajarkan tentang terorisme. Aku bersumpah.

[Lanjut ke part 2]

Ikuti tulisan menarik Fatwa Azmi Asy-syahriza lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler