x

Iklan


Bergabung Sejak: 1 Januari 1970

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Reformasi TNI dan Allan Nairm

Laporan investigasi Allan Nairm menjadi sesuatu yang mengganggu reformasi TNI

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh : Ikhsan Yosarie

Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Universitas Andalas

 

Laporan investigasi Allan Nairm sontak menjadi perhatian nasional beberapa waktu yang lalu. Isu-isu yang muncul dalam investigasi tersebut, terlepas benar atau salah, menjadi sesuatu yang mengganggu reformasi TNI. Selain karena isi laporannya yang membahas tentang wacana kudeta atau makar, aktor-aktor yang terlibat di dalamnya juga merupakan elit politik nasional. Aksi-aksi yang terjadi belakangan, juga di kaitkan dengan makar di dalam hasil investigasi pihak yang bersangkutan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Beberapa waktu kemudian, hasil investigasi itu di bantah oleh pihak-pihak yang tersebut namanya. Pada salah satu program TV swasta, kasus ini juga sempat secara khusus dibahas dengan menghadirkan Panglima TNI, pengamat militer, dan tokoh-tokoh lainnya.

Makar, kudeta, tindakan subversif, pemberontakan, atau upaya melawan pemerintahan yang sah lainnya, menjadi momok bagi keberlangsungan stabilitas negara. Negara-negara yang sempat mengalami hal demikian, butuh waktu relatif lama untuk memulihkan stabilitasnya. Bukan hanya stabilitas pemerintahan, politik, dan ekonomi, tetapi ketenangan hidup masyarakat juga perlu di pulihkan. Sehingga, negara-negara yang tengah mengalami instabilitas politik sekalipun harus cerdas dalam menghadapi instabilitas tersebut, jangan sampai menjadi korban adu domba dari pihak luar.

Telah berubah

Mengenai upaya makar atau mendongkel pemerintahan Indonesia yang sah, sepertinya hal ini masih perlu di kaji dan di buktikan lebih jelas lagi. Hal ini tidak terlepas dari fundamentalnya isu ini untuk kepentingan stabilitas negara, dan mengancam integrasi nasional. Mengingat begitu banyak pihak-pihak yang tersebut namanya, dan berasal dari berbagai kalangan.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah keterlibatan sebagian kalangan militer dan purnawirawan dalam paparan investigasi Allan Nairm tersebut. Padahal, disisi lain dalam pasal 7 UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI, TNI justru memiliki tugas pokok menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasar Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Terdapat hal yang bersifat paradoks dalam hal ini. Maksudnya, terdapat paradoks antara investigasi dengan tugas pokok TNI, keterlibatan kudeta atau makar dengan upaya menjaga kedaulatan negara.

Pengamat Militer dan Politik, Salim Said, juga menyatakan ketidakpercayaannya terhadap investigasi tersebut, mengingat militer sekarang bukan lagi seperti ketika Orde baru, terutama dengan adanya Supremasi Sipil atas militer dan  UU No. 34 tahun 2004 yang mengatur tentang TNI.

Jika di analisa, apa yang di katakan Salim Said tersebut ada benarnya. Situasi dan kondisi militer Indonesia telah mengalami perubahan. Konstelasi politik juga telah berubah, karena pada era Reformasi ini militer bukan lagi menjadi kekuatan utama dalam politik. Upaya untuk menjaga stabilitas nasional dan menstabilkan sistem politik, tidak lagi menggunakan militer layaknya ketika pemerintahan Orde Baru. Dalam hal ini, pihak-pihak sipil berupaya melaksanakannya sendiri, dengan berbagai pedoman seperti prinsip Good Governance, Clean Governance dan lainnya.

Kemudian, dari segi kondisi negara, juga tidak menunjukkan krisis yang bersifat multi dimensi layaknya di penghujung Orde Baru, seperti krisis ekonomi, krisis politik, krisis sosial, dan kepercayaan rakyat. Aksi-aksi yang terjadi belakangan, pada dasarnya merupakan dukungan moril dan partisipasi masyarakat dalam hal pengawasan terhadap pelaksanaan keadilan hukum di Indonesia, bukan dalam konteks ketidakpercayaan publik seperti halnya peristiwa 1998. Sehingga, dari segi situasi negara, tidak memiliki alasan untuk melakukan kudeta atau makar.

Reformasi telah berjalan

Reformasi di internal militer juga telah dilakukan. Beberapa bentuk reformasi tersebut bisa kita lihat pada beberapa indikator, pertama di hapusnya Dwi Fungsi ABRI. Dengan dihapuskannya Dwi Fungsi ini, maka militer di era reformasi tidak lagi memiliki fungsi sosial-politik, melainkan hanya fungsi pertahanan. Kedua, di undangkannya TAP MPR No. VII tahun 2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri. Di dalam TAP MPR tersebut, TNI di amanahkan menjalankan tugas sebagaimana kebijakan politik negara, dan netral dalam kehidupan politik atau tidak terlibat politik praktis.

Ketiga di undangkannya UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Dalam UU tersebut, tampak upaya menuju militer yang profesional. Serta juga terdapat larangan prajurit militer untuk tergabung dalam partai politik atau melakukan politik praktis. Jika ingin terlibat, prajurit harus mengundurkan diri atau pensiun dari militer.

Keempat, fraksi ABRI di parlemen telah di hapus. Keberadaan Fraksi ABRI di parlemen dulunya merupakan upaya untuk menjaga ideologi dan arah negara dari dalam parlemen. Dan memasuki reformasi, peran tersebut di ambil alih kembali oleh fraksi-fraksi partainya sipil di parlemen. Dan kelima, era reformasi merupakan eraSupremasi sipil. Militer pada era reformasi sepenuhnya menjadi alat negara dan bergerak sesuai dengan keputusan politik negara. Dan reformasi militer tersebut menjadi kuat ketika munculnya UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI.

Di dalam pasal 39 UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI tersebut, terdapat larangan prajurit aktif terlibat Partai Politik, politik praktis, bisnis, dan menjadi anggota legislatif atau jabatan politis lainnya terdapat. Dalam menjalankan tugasnya pun, TNI harus berdasarkan kepada kebijakan dan keputusan politik negara (pasal 5 UU No.34 tahun 2004). Dalam hal ini, artinya TNI telah di hindarkan dari kegiatan-kegiatan praktis, dan sepenuhnya menjadi alat negara.

TNI sebagai garda terdepan dan komponen utama pertahanan negara, harus secepatnya membersihkan diri dari isu-isu seperti yang tercatat didalam hasil investigasi Allan Nairm tersebut. Selain persoalan citra TNI, mengklarifikasi atau membersihkan diri ini juga berguna untuk menjalin relasi yang baik antara otoritas sipil dan militer. Militer memiliki posisi yang strategis dalam negara, dan jangan sampai kekuatan militer dan kekuatan politik militer di manfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu. Dan lebih jauh, upaya-upaya adu domba yang dari dulu dilakukan penjajah untuk memecah perjuangan, harus sesegera mungkin di tangkal. Dan itu semua dimulai dengan kepercayaan terhadap elemen negara, termasuk TNI.

Sumber Foto: merdeka.com/imam buhori

Ikuti tulisan menarik lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB