x

Iklan

Abdul Ghofur

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Membendung Radikalisme Agama di Kampus

Kampus menjadi sasaran utama dakwah kaum radikal

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Mahasiswa menjadi sasaran utama dakwah kaum radikal terutama di kampus umum (non-keagamaan). Wajar muncul pendapat semacam itu. Salah satu sebabnya minim muatan kuliah keagamaan di kampus umum. Bahkan mungkin tidak ada. Maka, mahasiswa tidak mendapatkan wawasan keagamaan yang mendalam. Kondisi itu disalahgunakan kelompok radikal untuk meracuni pikiran mahasiswa dengan wacana keagamaan eksklusif-tekstualis yang kaku dan intoleran.

Tidak mungkin memaksakan mata kuliah keagamaan masuk di dalam kampus umum. Apalagi dengan kurikulum Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang ‘memaksa’ setiap kampus menghapus mata kuliah yang tidak ada kesesuian dengan Prodi. Jadi, kuliah keagamaan nyaris tidak mendapatkan tempat di kampus umum. Maka, suburnya benih-benih radikalisme agama harus dibendung dengan penyebaran pandangan agama yang inklusif-moderat oleh para aktivis organisasi kemahasiswaan yang moderat.

Di sisi lain, peran aktivis organisasi-moderat menjadi paling penting. Organisasi bersifat independen tidak terikat kurikulum pemerintah sehingga diharapkan mampu mewarnai pandangan agama yang toleran di lingkungan kampus. Perlu adanya pendekatan persuasif-personal terhadap mahasiswa dengan metode dialog untuk mengarahkan pada pemahaman agama yang komprehensif tidak parsial.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kemudian perlu adanya diskusi berkala bermuatan ajaran agama dari aspek akhlak. Mahasiswa harus mengetahui bahwa agama selalu menjunjung tinggi perdamaian dan menjaga keharmonisan untuk mencapai kemaslahatan bersama. Sehingga mahasiswa akan mampu bersikap terbuka terhadap ragam pandangan bahkan toleran pada penganut agama lain.

Mahasiswa juga perlu mendapatkan penjelasan tentang wawasan spirit agama itu sendiri. Dalam menjalankan agama tidak boleh bertentangan dengan prinsip prinsip kearifan, keadilan, kebaikan, dan kasih sayang. (Enginer:1994). Jika manusia bertindak atas klaim kebenaran agama justru menodai prinsip di atas, maka tindakan itu merupakan kejahatan sosial.

Selain itu, mahasiswa juga harus didekati dengan penguatan wawasan kebangsaan dan  cinta NKRI. Menegaskan bahwa bentuk negara NKRI yang berasaskan pancasila dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika dan diatur dalam UUD ’45 merupakan implementasi dan aktualisasi ajaran agama itu sendiri. Karena empat pilar bangsa itu sesuai dengan prinsip-prinsip agama sekaligus tidak bertentangan dengannya.

Mahasiswa Wajib Kritis

Kelompok radikal dapat mengecoh mahasiswa dengan menjejali isu-isu ketimpangan soaial yang tidak kunjung usai. Bagi mereka, salah satu penyebab ketimpangan itu karena sistem demokrasi yang menggunakan hukum manusia bukan hukum Tuhan. Setelah itu mereka menggiring pada wacana anti-Pancasila, UUD 45’, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Hukum Islam harus ditegakkan dengan mengganti sistem NKRI menjadi Khilafah.

Islam seringkali hanya dipandang dari sejarah kejayaan negara Madinah kemudian era khalifah dan  dinasti setelahnya yang melakukan ‘pembebasan’ berbagai wilayah belahan dunia. Islam kemudian ditafsirkan harus berwajah radikal untuk merebut kembali kejayaan yang direbut pemerintah ‘kafir’ alias taghut. Bahkan mereka mengklaim semua tidakannya sebagai jihad atas nama Tuhan.

Maka, peran individu mahasiswa harus mampu memandang sesuatu dari aspek kemanfaatan. Apalagi agama selalu mengarahkan umatnya untuk berbuat baik untuk kemanfaatan hidup manusia. Jika ada organisasi atas nama agama justru menciptakan kegaduhan dan menggaggu keamanan dan ke-stabilan negara, maka layak untuk dijauhi dan dibasmi.

Selain itu, mahasiswa memiliki naluri untuk ‘mempertanyakan’ pada setiap kesenjangan antara ideal dengan kenyataan. Agama yang menjunjung tinggi perdamaian oleh beberapa orang berubah menjadi bengis dan kejam. Mahasiswa harus berpikir jernih bahwa kekerasan atas nama agama adalah kejahatan sosial yang dibenci Tuhan karena bertentangan dengan spirit agama.

Jadi, mahasiswa itu seharusnya tidak mudah terjangkit radikalisme agama. Karena paham radikal cenderung membatasi orang untuk orang berpikir liberal-kritis dan tunduk pada doktrin. Demikian itu berlawanan dengan mahasiswa sebagai kaum akademisi. Maka, mahasiswa harus memperkaya wacana keagamaan agar tidak mudah meyakini radikalisme agama sebagai kebenaran mutlak.

Oleh: Abdul Ghofur

(Aktif di Tabloid AMANAT-UIN Walisongo Semarang)

 

Ikuti tulisan menarik Abdul Ghofur lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB