Mudik dan Arus Balik, Fenomena Alamiah yang Unik

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Filosofi Mudik dan Arus Balik

Mudik dan Arus Balik, Fenomena Alamiah yang Unik  

Oleh: Flo. K. Sapto W.

 

Di pulau Chrismas, ribuan kepiting merah melakukan perpindahan besar-besaran untuk bertelur setiap tahunnya. Periode perpindahan biasanya di musim hujan pada bulan Oktober dan November (christmas.net.au). Total waktu yang digunakan untuk siklus perpindahan itu adalah 18 hari. Perpindahan terbanyak pada pagi dan sore hari. Rute yang dilalui selalu sama dari tahun ke tahun. Tentu dalam perpindahan itu banyak kepiting yang kekurangan cairan dan mati.

Di lautan Pasifik dan Atlantik terdapat beberapa jenis ikan salmon yang secara teratur akan mengadakan migrasi ke sungai tempatnya dulu lahir (marine.ie). Tentu dalam perjalanan sejauh 1.400 km itu tidak semua ikan salmon akan sampai ke tujuan. Selain kelelahan karena mereka tidak makan selama perjalanan, rombongan besar ikan salmon itu juga rentan dimangsa oleh karnivora lain (beruang, burung), ataupun tertangkap jaring nelayan. Migrasi itu dilakukan sekitar September – November. Di sungai-sungai tempat asalnya dulu menetas itu ikan-ikan salmon bertelur dan mengawali siklus kehidupan baru.

Sejumlah jenis burung yaitu vireos, flycatchers, tanagers, warblers, orioles, dan  swallows (walet) di Amerika Utara juga menunjukkan pola migrasi secara periodik (allaboutbirds.org). Perpindahan itu disebabkan oleh faktor musim, ketersediaan makanan, dan kebutuhan untuk bertelur. Selain itu, sejumlah wildebeest, gazelle dan zebra di Tanzania dan Kenya memiliki pola migrasi menyesuaikan musim hujan (rhinoafrica.com). Terdapat juga jenis kupu-kupu Monarch di Amerika Utara, Paus Bungkuk di Teluk Exmouth, Australia, bangau putih eropa di Israel, burung angsa sundhill crane di Nebraska yang juga mempunyai pola-pola migrasi tertentu (matadoenetwork.com).

Fenomena alamiah yang mewujud dalam perpindahan secara massal ini sungguh sangat menarik. Sebab secara naluriah mahkluk hidup terdorong untuk melakukan pergerakan dalam kumpulan besar menuju asal muasalnya atau tempat lain yang lebih baik. Kedua tujuan menuju tempat asal maupun tempat baru tersebut mengindikasikan sebuah usaha bagi keberlanjutan kehidupan. Di tempat asal itu mereka bertelur dan mengawali sebuah siklus kehidupan dengan mengambil bagian sebagai pemrakarsa sumber kehidupan.

Agaknya, perpindahan masif atau migrasi tidak hanya monopoli fauna saja. Di momentum menjelang Idul Fitri dan sesudahnya sebagian besar dari kita juga melakukannya dalam sebuah tradisi mudik dan balik. Tentu aktivitas mudik dan balik menjadi sarat makna. Terlebih karena persiapan dan pelaksanaannya membutuhkan energi besar.

Mudik dan arus balik ternyata juga bukan hanya terjadi di Indonesia. Saat Imlek, warga China juga melakukan ritual pulang kampung ini. Di Korea Selatan, masyarakat melakukan mudik untuk merayakan hari panen (Chuseok). Sementara selama Oktober – November masyarakat India setiap perayaan hari Cahaya (deevapali) senantiasa juga melakukan mudik. Di Amerika, lebih dari 40 juta warga pada Kamis keempat bulan November juga memilih mudik untuk merayakan Thanksgiving. Walhasil, aktivitas mudik di berbagai belahan dunia itu juga menimbulkan potensi problem lalu lintas yang sama: macet (pkpt.litbang.po.go.id).

Di sinilah letak pembeda antara migrasi masif yang dilakukan oleh fauna dan mudik dan arus balik oleh manusia. Pergerakan fauna dijalani tanpa rekayasa menejerial. Potensi kecelakaan dalam perjalanan menjadi bagian dari ritual yang didorong semata-mata oleh naluri. Sedangkan mudik dan arus balik oleh manusia secara masif bisa dikelola dengan pengaturan sedemikian rupa. Misalnya, Kementerian Perhubungan sudah menyelenggarakan program mudik gratis. Sasarannya meliputi mudik motor dan mudik penumpang dengan moda truk, bus, kereta api, dan kapal laut (mudikgratis.depbub.go.id). Pengaturan itu setidaknya membuat angka kecelakaan menurun dari 3.172 di 2015 menjadi 2.979 di 2016. Sedangkan korban jiwa berkurang dari 694 menjadi 558 (20 persen) di 2016 (tempo.co, 18/07/16). Kebijakan mudik gratis sendiri tentunya didasarkan evaluasi tahunan yang salah satunya menunjukkan kecelakaan terbesar adalah pada moda transportasi kendaraan roda dua. Sehingga fasilitas mudik dan balik gratis lebih diutamakan untuk para pengguna moda angkutan ini.

Pertanyaan besar lain adalah: mengapa mudik cenderung dilakukan pada saat yang bersamaan; tidakkah mudik di waktu lain justru lebih leluasa baik dari sisi biaya, tenaga, dan agenda? Jawabannya bisa bervariasi namun juga bisa dikembalikan kepada momentum mudik massal itu sendiri. Sebab dengan adanya periode mudik yang sama, kesempatan untuk bertemu dengan sesama pemudik dari satu daerah asal lebih besar. Alasan ini menjadikan mudik bersama sebagai sebuah nilai yang tidak bisa disamai dengan besaran rupiah semata. Silahturahim menjadi sebuah harga yang pantas dibayar dengan segala pengorbanan untuk mudik. Termasuk di dalamnya adalah perjuangan selama setahun untuk -salah satunya- bisa mudik di saat yang bersamaan.

Maka mudik -sesuai makna leksikalnya menurut Poerwadarminta- yaitu lelayaran nungsung ilining banyu (udhik) atau berlayar menuju asal aliran air (www.sastra.org), secara harafiah bisa diartikan sebagai sebuah pergerakan kembali menuju tempatnya berasal. Di tataran filosofis adalah sebuah upaya menuju kesejatiannya kembali. Nilai-nilai akar keberadaan (lahir), proses (hidup), dan tujuan (Tuhan) dirajut kembali. Sungguh ini sebuah makna mendalam bagi hakekat kemanusiaan. Sebuah panggilan alamiah yang tidak bisa begitu saja diingkari oleh seluruh mahkluk, apapun agamanya dan sukunya. Idul Fitri adalah untuk semua.

Penulis adalah praktisi pemasaran, pemerhati masalah sosial, budaya, dan kemasyarakatan.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Flo K Sapto W

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Bedah Rumah

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler