x

Sejumlah penyandang tunanetra belajar membaca Al Quran Braille saat program pesantren Ramadan, di Bandung, Jawa Barat, 30 Mei 2017. TEMPO/Prima Mulia

Iklan

cheta nilawaty

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kurikulum Perjuangan Matematika untuk Tunanetra

Teman tunanetra khususnya anak anak yang duduk di bangku sekolah dasar dapat mengikuti pelajaran matematika dengan baik dan bahkan di atas rata-rata

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bagi kalangan umum matematika adalah sebuah mata pelajaran Yang cukup ditakuti,  meskipun banyak pula peminatnya. Matematika tentu  dapat menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi kawan kawan penyandang disabilitas netra dalam mempelajarinya. Tidak sekedar memecahkan rumus dan perhitungan  yang njlimet, teman Tunanetra juga berusaha lebih keras dalam mengenali simbol simbol matematika.

Meski begitu teman teman tunanetra khususnya anak anak yang duduk di bangku sekolah dasar dapat mengikuti pelajaran matematika dengan baik dan bahkan di atas rata rata anak anak umum. Sebagian dari mereka ada yang mengikuti pelajaran di sekolah umum atau dikenal dengan istilah inklusi. Tentu dapat dibayangkan bagaimana usaha mereka dalam mengerti konsep garis bilangan, pecahan dan faktorisasi Yang menuntut penggambaran visual dalam setiap proses pembelajarannya.

Kemampuan anak anak tunanetra dalam menyelaraskan  kemampuan anak anak umum setingkat mereka, tidak terlepas dari kesabaran dan keuletan guru guru di program pendidikan luar biasa. Sebab biasanya mereka memiliki dasar perhitungan matematika yang kuat semenjak mereka duduk di bangku sekolah luar biasa tingkat dasar. Ketika diujikan guru guru dapat menilai kemampuan mereka yang kemudian bisa disejajarkan dengan anak anak dari kalangan umum. Dalam pembentukan dasar logika matematika itulah peran peran guru di pendidikan luar biasa patut diacungi jempol.

Guru guru di pendidikan luar biasa selain mengikuti kurikulum pendidikan tahun 2013, juga harus memutar otak dan kreativitas untuk membentuk kurikulum sendiri agar dapat diikuti oleh murid muridnya. Mereka juga harus menghabiskan energi yang lebih banyak dalam proses penyampaian agar dapat dimengerti oleh murid muridnya. Pada akhirnya media yang digunakan sebagai bahan pembelajaran tidak sebatas buku pelajaran, tapi perraga yang  dapat menggambarkan simbol simbol matematika.

"Saya menggunakan potongan kue bolu untuk menjelaskan kepada murid murid saya tentang konsep pecahan," ujar Nur Kholidah, salah satu guru matematika di sekolah dengan kurikulum pendidikan khusus - sebelumnya dikenal dengan nama sekolah luar biasa, di wilayah Tanggerang Selatan. Nur sendiri merupakan seorang tunanetra yang juga menjalani proses pendidikan inklusi semenjak sekolah menengah pertama hingga lulus dari bangku kuliah.

Tidak hanya Nur yang menciptakan atau mengkreasikan kurikulum matematika bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Beberapa guru dari mata pelajaran lainnya juga mengkreasikan konsep yang sama agar pelajaran dapat dimengerti oleh peserta didik mereka. Terutama mata pelajaran yang membutuhkan penggambaran visual khususnya bagi peserta didik dari kalangan Tunanetra.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun pada kenyataannya di lapangan, konsep kurikulum pelajaran yang telah dirangkum dan di kreasikan para penyusun kurikulum pendidikan khusus ini tidak banyak tersedia dalam bentuk buku elektronik maupun buku paket pelajaran versi huruf Braille.  Sehingga tidak jarang guru guru harus mencari sendiri kurikulum dan metode Pengajaran yang tepat bagi murid murid nya yang berkebutuhan khusus. Memang hampir seluruh guru beranggapan bahwa usaha dan kerja keras ini wajib dilakukan agar peserta didik mereka mencapai tingkat Pemahaman yang baik. 

Kurikulum pendidikan luar biasa yang digunakan adalah kurikulum tahun 2013, di mana kurikulum ini terpisah dengan kurikulum umum yang digunakan pada sekolah sekolah inklusi. Tentu pada setiap kurikulum yang digunakan terdapat kelebihan juga kekurangan. Pada kurikulum 2013 atau dikenal sebagai K13, tingkat pembelajaran mata pelajaran matematika untuk anak anak di sekolah luar biasa jauh tertinggal dari pada anak anak di sekolah umum. Seperti misalnya materi yang harusnya sudah diberikan di kelas empat SD baru diberikan ditingkat kelas8 atau  dua SMP. Bagi anak anak Tunanetra yang dapat mengikuti pelajaran dengan baik tingkat kesulitan ini membuat mereka tidak mendapat tantangan

Dampaknya anak anak ini harus menunggu teman temannya yang belum dapat mengejar tingkat kesulitan yang sama. Disisi lain ini membuat anak anak Tunanetra yang memiliki kemampuan baik di bidang matematika harus mundur kebelakang dan jauh tertinggal dengan anak anak di sekolah umum. Padahal jika diikutsertakan dalam kelas inklusi anak anak tersebut dapat diadu kemampuannya  dengan anak anak dari kalangan umum.

Kurikulum seperti ini memiliki keuntungan lain yang dapat digunakan sebagai alat penyaring serta indikator seorang anak tunanetra dapat menjalani pendidikan inklusi. Artinya, anak-anak tunanetra yang sudah dianggap mampu mengikuti kelas matematika dengan tingkat kemampuan yang sejajar dengan anak anak dari sekolah umum, sebaiknya segera dipindahkan ke sekolah umum dan tidak lagi menempuh pendidikan di sekolah luar biasa. Dengan begitu anak anak tunanetra sudah mampu membuktikan diri secara alami untuk masuk ke sekolah umum.

Ikuti tulisan menarik cheta nilawaty lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

10 Mei 2016

Oleh: Wahyu Kurniawan

Kamis, 2 Mei 2024 08:36 WIB

Terkini

Terpopuler

10 Mei 2016

Oleh: Wahyu Kurniawan

Kamis, 2 Mei 2024 08:36 WIB