x

Pasar tradisional Beringharjo Yogyakarta dipadati pembeli yang kebanyakan adalah pemudik dari luar kota untuk berbelanja oleh-oleh khas Kota Yogyakarta seperti batik. ANTARA/Noveradika

Iklan

Mohamad Qunut

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Merdeka yang 'mBeringharjoni'

Komunitas pasar Beringharjo di saat hari kemerdekaan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Merdeka yang “mBeringharjoni”.

 

Rakyat mengkomunikasikan kemerdekaan dengan bahasa secara verbal, tertulis maupun simbol-simbol. Bahasa-bahasa ini memotret realitas termasuk realitas relasi kuasa di dalamnya. Kemerdekaan tidak selalu dan tidak harus dirayakan dengan upacara bendera, pawai dan konvoi di jalanan. Kemerdekaan yang paling mendasar adalah merdeka dalam cara merayakan kemerdekaan seperti di Pasar Beringharjo.

Pasar Beringharjo, sebagian dulu dikenal sebagai “pasar klithikan” adalah pasar terbesar di Kota Yogyakarta. Pasar ini terletak di Jalan Ahmad Yani dekat dengan Benteng Vdeberg dan Gedung Agung di kawasan wisata Malioboro. Dulunya Pasar Beringharjo juga menjadi pasar utama dalam masa Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Pasar Beringharjo terbagi dalam dua sisi. Gerbang utama menghadap ke barat merupakan pasar modern yang menawarkan produk tekstil dan fashion. Sisi kedua dengan gerbang yang menghadap ke timur merupakan pasar tradisional yang menjual kebutuhan sehari-hari. Dengan letak yang strategis di jantung pariwisata Yogyakarta, Pasar Beringharjo ramai dikunjungi pembeli yang merupakan wisatawan lokal maupun mancanegara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pedagang dan pengunjung di pasar ini terlihat multi etnis, khususnya pedagang pasar modern. Komunitas yang heterogen ini cukup menarik. Meski membaur dalam proses kegiatan di pasar, kita dapat membedakan arah tujuan pengunjung melalui penampilan mereka. Pengunjung pasar modern yang didominasi wisatawan cenderung lebih rapi dari pada pengunjung pasar tradisional yang cenderung berpakaian seadanya.

Perbedaan penampilan pada pedagang, menunjukan keterkaitan dengan bentuk barang yang diperdagangkan. Pedagang daging cenderung berpakaian kumal dan kotor sementara pedagang di pasar modern yang cenderung rapi. Bahkan di salah satu kios pasar modern juga terlihat bahwa ada pedagang yang menggunakan seragam kebaya. Nanum demikian, perbedaan pakaian ini tidak memunculkan sekat dan semua tetap menyatu.

Pengunjung Pasar Beringharjo memiliki ritual tersendiri, khususnya anak muda yang dikenal dengan swafoto. Mayoritas anak muda membawa alat dokumentasi. Alatnya pun beragam dari yang sederhana seperti kamera di ponsel hingga kamera digital sebagai sarana mendokumentasikan kegiatan di pasar.

Semangat gotong royong menjaga pasar juga terlihat pada  sisi pasar tradisional dengan kios yang berlantai semen. Hal ini tercermin untuk saling mengingatkan menjaga kebersihan “ayo, resiki, resiki!”. Sedangkan pedagang di atas lantai keramik terdapat petugas kebersihan yang setiap hari membersihkan sekitar lapak. Untuk proses kegiatan pasar menjadi nyaman melalui rasa aman selama di pasar pada lokasi strategis akan dijumpai pos keamanan. Rasa nyaman dalam berbelanja bagi pengunjung dari tumpukan barang yang dibeli, terdapat buruh gendong. Mereka berkelompok dalam skala kecil mengamati ibu-ibu  yang bisa memberi pekerjaan.

Kemerdekaan Republik Indonesia di Pasar Beringharjo pagi itu terasa meriah tanpa kemeriahan. Kemerdekaan dirayakan pedagang dan pembeli di pasar dengan cara yang mBeringharjoni, cara khas Beringharjo. Pasar dihias umbul-umbul yang dipasang di sekeliling pasar dan ornamen warna merah dan putih di gerbang depan dan belakang. Kemudian kemerdekaan dirayakan pedagang ‘working class’ tetap bekerja di tanggal merah di hari kemerdekaan dengan berbagai alasan seperti harus tetap mencari rejeki (penjual rempah rempah), kasihan para pelanggan (buruh gendong arang dan penjual ikan), serta komitmen (penjual bros burung Garuda).

Beberapa kios di pasar tradisional tidak membuka lapaknya, terpampang pengumuman “Toko TUTUP tgl 17 Agustus, buka lagi tanggal 18”.Pedagang bermodal besar menunjukkan pernak-pernik kemerdekaan dengan lebih meriah sedangkan pedagang batik kecil cukup memasang satu bendera plastik merah putih kecil di antara dagangan batiknya. Penjualan dengan pola menjemput bola juga dilakukan dengan menggunakan atribut berornamen merah putih. Di sisi selatan dijumpai seorang nenek yang bercerita tentang masa perjuangan kepada pembeli lain di pinggir jalan tempat penjual jamu keliling.

Upacara rutin menyambut kemerdekaan melalui rangkaian lomba juga dilakukan tepatnya di tanggal 26 Agustus 2017 dengan memasang pengumuman diberbagai sudut pasar untuk mempererat kebersamaan. Mendekati pukul 09.00 dimana perayaan detik-detik proklamasi akan dimulai pengunjung bergeser ke Gedung Agung untuk melihat prosesi upacara (MQ, RK, YT).

Ikuti tulisan menarik Mohamad Qunut lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler