x

Sejumlah calon tenaga kerja antri untuk mengambil formulir data diri pada Bursa Kerja Makassar 2015 di Kampus Universitas Hasanuddin, Makassar, Rabu 21 Januari 2015. Bursa kerja yang diikuti puluhan perusahaan nasional dan multinasional tersebut berl

Iklan

Akal Sehat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Degradasi Makna Pendidikan

Kian tinggi kompleksitas suatu pekerjaan, yang berarti semakin tinggi kebutuhan untuk bekerja sama dengan orang lain

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tema ini perlu dan penting dikemukakan, mengingat sudah cukup lama menurut hemat penulis terdapat kekeliruan dan salah kaprah dalam memahami makna pendidikan. Sekolah atau lembaga pendidikan senantiasa mengarahkan tujuan pendidikannya pada “pemuasan nafsu” intelektual atau  akademik semata dan nyaris menghiraukan aspek non teknikal atau  soft skills yang meliputi berbudi pekerti luhur (akhlak mulia). Memang terdapat kesadaran pentingnya pendidikan karakter di sekolah, tetapi proses dan hasil pendidikan jauh “panggang dari asap”. Khalayak, guru, dosen bahkan pemangku kebijakan  pendidikan masih menganggap bahwa kecerdasan intelektual (IQ) sebagai faktor penentu keberhasilan manusia di segala bidang dan aspeknya. Sehingga kecerdasan lain yang dimiliki manusia hampir-hampir dimentah-abaikan dalam kegiatan best practices dunia pendidikan dan kehidupan sosial kita sehari-hari.

Kalau saat ini kita tanyakan seorang guru tentang siapa anak yang terbaik dan berprestasi di kelas, sang guru biasanya akan menunjuk seorang anak yang paling cerdas secara intelektual atau juara kelas dengan memiliki nilai angka mata pelajaran yang tinggi.Demikian pula yang terjadi di lingkungan kampus, mahasiswa sukses dinilai dari indikator indeks prestasi (IP), semakin tinggi IP mahasiswa semakin berhasil dia di mata sivitas akademika dan khalayak umum.

Beragam ujian nasional, tes masuk sekolah dan seleksi masuk perguruan tinggi mengindikasikan bahwa kecerdasan intelektual serta kemampuan berpikir kognitif merupakan aspek yang sangat diperhatikan dan dipentingkan dalam sistem pendidikan kita. Di dunia kerja, para perekrut dan pimpinan perusahaan memberikan persyaratan awal kepada para pelamar sebelum mengikuti tes seleksi karyawan dengan IP yang relatif tinggi. Para calon karyawan yang telah terseleksi awal akan menghadapi juga sejumlah tes yang kebanyakan berupa tes untuk mengetahui tingkat kecerdasan intelektual dan kemampuan berpikir seseorang. Paradigma ini bahkan meluas ke berbagai sektor kehidupan lain yang menganggap IQ atau kemampuan akademik adalah faktor utama untuk memecahkan beragam persoalan hidup. Fenomena seperti ini sudah seharusnya dikeluarkan dari cara pandang kita.

Dunia kerja tampak semakin  mengandalkan kerja sama, sehingga pemangku kerja dibidang apapun memerlukan penguasaan  soft skills (SS). Terlebih lagi, kian tinggi kompleksitas suatu pekerjaan, yang berarti semakin tinggi kebutuhan untuk bekerja sama dengan orang lain, sehingga kian krusial pula peranan SS. Sebaliknya, makin kecil kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain dalam pelaksanaan pekerjaan, semakin rendah peranan SS.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Keberhasilan memperkuat SS banyak sekali berdampak dalam mendongkrak unjuk kerja individu serta kinerja organisasi. Bahkan kekuatan SS niscaya bisa diperluas tidak hanya bermanfaat untuk dunia usaha, tetapi juga bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk di dalam mengelola dan menjalankan roda pemerintahan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa beragam pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain sesungguhnya membutuhkan keterlibatan SS.

Menumbuhkembangkan SS membutuhkan kemauan untuk menyadari kekeliruan cara pandang atas faktor penentu keberhasilan manusia yang pada ujungnya juga kesuksesan suatu bangsa.Mari kita perhatikan, di negara maju persoalan SS dan etika moralitas sangat dinomorsatukan. Setiap pemimpin yang tercemar dengan perilaku yang dianggap tidak lazim dilakukan, maka serta merta masyarakat memprotes, Bahkan pemimpin yang dianggap tercela itu seringkali sadar dengan sendirinya  mundur sebelum dilengserkan. Itulah bukti betapa SS yang meliputi etika itu telah tertanam-subur  di Negara maju dalam kesehariannya..

 

Membenahi Cara Pandang keliru

Krisis multidimensional yang terjadi di Indonesia sampai saat ini jika dirunut secara saksama, maka akan diketahui sumber utamanya pada kualitas SDM di Indonesia yang rendah. Apabila ditelaah mendalam, maka kita bisa mengelompokkan aspek kualitas SDM ini menjadi dua bagian saja yaitu kualitas kemampuan teknikal (hard skills) dan kualitas kemampuan non teknikal. Seperti dipaparkan pada bagian awal tulisan ini bahwa keberhasilan unjuk kerja seseorang dan organisasi lebih dipengaruhi oleh kualitas aspek non teknikal (soft skills) yang dapat mencapai lebih 80% dibandingkan aspek teknikal yang kurang dari 20%.  Berbagai jabatan mulai dari guru, dosen, kepala daerah, wakil rakyat, menteri hingga presiden sekalipun adalah jabatan yang memiliki tuntutan penguasaan soft skills (SS) yang tinggi. Untuk itu dunia pendidikan harus sangat memerhatikan masalah kelemahan SS bangsa ini yang masih mementingkan hal-hal bersifat akademik.

Padahal menurut sejumlah penelitian unjuk kerja, penguatan SS akan membawa individu lebih mendalam penguasaan akademiknya, sehingga yang bersangkutan tidak mustahil menjadi  insan kamil atau dikenal dengan istilah manusia seutuhnya sebagaimana diamanahkan UU Sistem Pendidikan Nasional (SPN) no, 20 tahun 2003. Disadari bahwa sejak dulu kita amat bangga akan kualitas akademik-intelektual tetapi hampir nihil apresiasi terhadap kualitas akhlak mulia. Padahal jika disimak pada bab-bab awal UU SPN sangat jelas menempatkan sosok manusia Indonesia yang agamis, beriman dan bertakwa yang berarti memiliki apa yang dinamakan dengan budi pekerti luhur (akhlak mulia) tapi apa lacur yang terjadi malah sebaliknya, disana-sini kita menyaksikan betapa para pemuda yang notabene berpendidikan  melakukan aksi-aksi yang memiriskan orang lain yang bernuansa kekerasan dan perilaku menyimpang. Demo anarkis yang ditunjukkannya merupakan salah satu bentuk kegagalan dunia pendidikan kita.

Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini masyarakat dan bangsa Indonesia sering dilanda berbagai persoalan mulai dari krisis ekonomi,  korupsi,  kemiskinan hingga bencana alam dan berbagai peristiwa getir lainnya. Persoalan-persoalan bangsa tersebut seharusnya dapat ditangani dengan arif bijaksana dan bertanggung jawab oleh para tokoh yang berwenang. Tetapi kenyataan lapangan berbicara lain, kepekaan sosial para tokoh yang terhormat itu masih sangat rendah.Mereka yang berpendidikan bila berkuasa cenderung korup dan "sok" kuasa, bila memimpin tidak peduli dengan nasib yang dipimpinnya, bila diberikan amanah melenceng dan mencari amannya,  bila menyalurkan aspirasi, berdemo mereka pun memaksakan kehendak dan anarkis. Elites yang dipercaya rakyat menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara ternyata belum mampu menyelesaikan masalah besar bangsa bahkan sejumlah dari mereka malah menjadi bagian dari masalah itu sendiri. 

Inilah potret buram perilaku masyarakat kita dari lapisan bawah hingga atas, dari kalangan awam sampai elite yang telah melalui sistem pendidikan kita. Pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi hanya manis diatas kertas (UU SPN) tetapi pahit di lapangan. Padahal UU SPN Bab 2 pasal 3sangat memerhatikan aspek-aspek soft skills, moralitas dan keimanan. Sedangkan dalam kebijakan dan praktek pendidikan sangat tampak pendidikan kita mengarah pada  akademik dan inteletualitas belaka.  Metode dan pendekatan pendidikan yang mengarah pada peningkatan mutu soft skills, moral dan etika tidak pernah digarap secara sistemik dan sistematik.

 

oleh: Aries Musnandar

Peneliti Soft Skills di dunia Pendidikan – Dosen Pascasarjana UNIRA Malang

Anggota Dewan Pakar IKA UNJ

 

Ikuti tulisan menarik Akal Sehat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB