x

Iklan

Mika Prastama

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Berkurban Melawan Keterpurukan Nilai Hidup

Orang tidak dapat mengabdi kepada tuhan, Dengan tidak mengabdi kepada sesama manusia... Tuhan bersemayam di gubuknya simiskin Ir. Sukarno,

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Orang tidak dapat mengabdi kepada tuhan,

                Dengan tidak mengabdi kepada sesama manusia...

Tuhan bersemayam di gubuknya simiskin

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Ir. Sukarno,

Peringatan Idul Adha 23 Oktober 1946

 

Pesan Ir. Soekarno Presiden pertama Republik Indonesia ini mengambarkan situasi dan kondisi rakyat pada akhir kekuasaan jepang dan awal berdirinya Republik Indonesia. Mengingat bahwa masa 1944 sampai 1946 itu masa yang sangat penting yang merupakan titik – balik bagi sebuah fase baru dalam sejarah Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka keadaan ekonomi Indonesia masih sangat kacau. Diantaranya disebabkan karena perekonomian Indonesia mengalami Inflasi yang sangat tinggi (Hiper Inflasi) dan blokade ekonomi yang dilakukan oleh Belanda dan sekutunya. Dalam kurun waktu tersebut menurut Ben Anderson dalam publikasi wawancara berjudul Membangun Republik pada tahun 1990 an dikatakan, satu-satunya masa dalam sejarah Indoensia modern di mana hampir tidak ada negara. Negara sangat lemah dan presiden tidak bisa menguasai situasi.

Oleh sebab itulah Soekarno yang dalam latar belakang pemikiranya juga dipengaruhi oleh tradisi Islam yakni Islam sebagaimana dipahami dan dihayati oleh masyarakat Jawa. Untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka Soekarno melihat bahwa akar teologi Islam yang tauhid menjadi pijakan yang kuat untuk membangun etos perjuangan tersebut. Bahwa makna dari pesan peringatan Idul Adha 1946, dalam konteks Indonesia yang religius, agama harus menjadi inspirasi yang mengilhami seluruh kebangsaan kita.

Peringatan Idul Adha atau Hari Raya Kurban sejatinya adalah bentuk mentauladani Ibrahim yang memiliki kepatuhan luar biasa pada Tuhan. Karena itu turunlah perintah berkurban dengan menyembelih binatang kurban, seperti kambing, domba, sapi, unta. Syarat kurban yang diberikan harus yang sempurna, dan dengan hati yang sungguh untuk mendekatkan diri kepada - Nya. Pada Ibrahim, Tuhan berkata, “Ibrahim, sembelih anakmu !” lalu, meskipun berat hati, berkat kesabaran dan ketakwaan Ibrahim dan Ismail menghadapi cobaan. Tuhan kemudian melarangnya, dan membuat Ibrahim menyembelih hewan ternak, hingga anak Ibrahim tetap selamat. Tuhan melarang bentuk pengorbanan atau persembahan yang mengorbankan nayawa manusia.

Bagi penganut agama samawi, Ibrahim adalah sosok teladan karena sikap hormat dan kasihnya terhadap sesama manusia. Melalui Ibrahim, Tuhan memerintahkan larangan kebiasaan manusia mengorbankan manusia lain. Beliau adalah seorang tokoh yang dapat dicontoh secara konkret kelak di mana rasa hormat dan mengasihi itu dapat dimunculkan. Seperti juga dicontohkan oleh Muhammad SAW, para Sahabat Rasulullah Saw memberikan kesaksian bahwa Rasulullah Saw adalah seorang sosok yang paling suka melaksanakan kebaikan dan kepedulian sosial. Kepedulian beliau untuk merealisasikan kepedulian itu disampaikan sebagai ”Asro’u minal rihil mursalah” (kecepatan merespon untuk melakukan kebaikan). Hal tersebut merupakan sebuah gambaran bahwa Islam memberikan kesesuaian antara yang diajarkan dengan yang diamalkan.

Perlu ditunjukkan bahwa sejarah itu tidak hanya berkaitan dengan masa lampau saja, melainkan juga berkaitan dengan dengan hal – hal aktual. Dalam konteks seperti itulah, Hari Raya Kurban kali ini harusnya disikapi dengan merenungkan kembali semangat menghormati dan mengasihi sesama. Rasa menghormati dan mengasihi terhadap sesama mendesak untuk dijadikan perhatian. Karena, nilai hidup manusia sedang terpuruk. Tindakan struktural dan kekerasan personal melecehkan nilai hidup sedang meningkat secara memprihatinkan sekarang ini. Kekejaman dan kekerasan terhadap manusia, eksploitasi terhadap lingkungan hidup telah menimbulkan ancaman terhadap masa depan hidup bersama.

Di Indonesia terpuruknya nilai hidup manusia terjadi di depan mata. Nampak dari keretakan hidup berbangsa, nilai budaya terkikis secara drastis, politik identitas, korupsi dan kemiskinan. Dengan sengaja melakukan ujaran kebencian, perorangan atau yang dilakukan oleh kelompok terorganisir. SARA dan Berita Palsu (Hoax) mampu memberi dampak pada masyarakat luas. Kelompok dengan nama Saracen tersebut ternyata serius dengan misinya. Mereka sudah beraksi sejak tahun 2015 dan memiliki ribuan akun. Ketua Saracen berinisial JAS yang merupakan otak dari kejahatan Siber tersebut juga memiliki kemampuan luar biasa yaitu, membangun ulang akun anggotanya yang diblokir dan bantuan pembuatan pelbagai akun baik real maupun anonymous. Sementara itu, anggota lain berperan untuk memproduksi konten dan juga menyebar luaskan konten ujaran berbau SARA melalui sejumlah media sosial. Ia juga rajin mengunggah foto atau meme bernuansa kebencian di akun sosial media pribadi miliknya.

Refleksi keagamaan harus dibingkai dalam konteks kebangsaan yang majemuk. Beragama tanpa berbangsa atau dengan mengabaikan konteks bangsa dan negara adalah bertentangan dengan agama dan tujuan agama itu sendiri. Tujuan beragama adalah menciptakan kemaslahatan manusia sebagai khalifah tuhan di muka bumi. Hanya dengan berbangsa dan bernegara amanah tersebut dapat terwujud. Karena menadi Muslim, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghuchu yang baik dan benar harus menjadi warga negara dan bangsa yang baik juga.

Sesunggunya Tuhan ingin mengajak manusia untuk berempati kepada kaum yang terpinggirkan. Pemaknaan kembali kurban sebagai media institusi agama (Islam) untuk memahami realita sosial, menjadi perlu untuk dipikir ulang (rethingking). Kurban dalam konteks kekinian mestilah diinterpretasikan secara menyeluruh dan fungsional. Jika umat muslim berkurban hanya sekedar pelepas kewajiban ilahiah, maka umat muslim telah terjebak dalam rutinitas ritual belaka yang minim pemaknaan substantif. Berkurban yang terbatas bagi yang beriman merupakan kualifikasi transenden ilahiah, perasaan inilah sejatinya yang ingin disampaikan oleh momentum kurban setiap tahun bagi umat muslim. Pemihakan kehidupan yang bersisikan nilai universal bahwa kaum marjinal atau kaum lemah, papa dan miskin. Dengan bahasa lain kurban adalah sebuah aktivitas pemihakan Tuhan terhadap kaum lemah.

Kurban adalah manifestasi dari rasa kepedulian terhadap orang lain. Atau dalam bahasa yang lebih umum “Rahmat”, yang bermakna kasih, dan Agama ini intinya adalah Rahmatan lil Alamin, rahmat atau kasih bagi seluruh alam. Kurban akan menjadi garis awal bagi terbukanya kesadaran sosial seorang muslim yang merasakan ”menjadi yang lain” yang biasanya terlupakan dan terpinggirkan oleh sesamanya maupun oleh negara. Idul Adha itu dinamai demikian karena kelembutan hati orang yang berkorban, dan kelembutan hati itu dibuktikan oleh ketulusan yang memberi. Semoga Hari Raya Kurban tahun ini menjadi narasi korektif dari kurban sebelumnya yang ditransformasikan ke dalam wujud keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Ikuti tulisan menarik Mika Prastama lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB