Tanggal ini, 19 Oktober, Google Doodle hadir dengan mengusung tema ulang tahun ke-107 Subrahmanyan Chandrashekar. Astrofisikawan peraih Nobel ini dikenal antara lain berkat teorinya mengenai evolusi bintang—bahwa tidak semua bintang akan menjadi bintang kerdil putih.
Figur Chandrashekar memang punya tempat khusus di kalangan astrofisikawan, karena itu Google menampilkannya di halaman depan mesin penelusurnya. Namun, di balik tema ini, ada fenomena menarik bahwa tema Google Noodle ini diulas oleh berbagai media, nasional maupun internasional.
Sebuah media nasional menulis: “Siapa S. Chandrshekar yang jadi Google Doodle hari ini?” Media lainnya memasang judul cukup besar: “Lima hal yang perlu diketahui tentang S. Chandrashekar.” Media online Inggris, independent.co.uk, juga menulis tentang sosok ini: “S. Chandrashekar: The man who predicted how our own sun was formed, and will eventually die”, sedangkan Aljazeera menulis: “S. Chandrashekar: Why Google honours him today.”
Semua tulisan tentang Chandrashekar yang ditampilkan oleh berbagai media online hari ini mengacu terlebih dulu kepada Google Doodle. Media-media ini telah mengamplifikasi atau memperkuat pesan yang disampaikan Google lewat Google Doodle-nya. Media juga mendistribusikan pesan dan tema Google Doodle lebih jauh.
Inilah kecerdikan Google dan Google-man, orang-orang di balik layar yang merancang gagasan tentang Google Doodle. Sebagai sebuah perusahaan, sekaligus brand, Google sudah sangat mashur dan digunakan setiap hari oleh jutaan orang di muka Bumi. Merek ini niscaya sudah melekat pekat di benak jutaan orang. Meski begitu, Google tetap memelihara capaian ini dengan terus menjaga kesadaran penggunanya tentang Google. Google Doodle adalah sarananya.
Keampuhan ide Google Doodle yang mengusung tema berubah-ubah, walau tidak setiap hari, untuk memeringati figur tertentu merupakan jurus yang ampuh untuk mentautkan Google dengan penggunanya. Sebagian tema Google Doodle bersifat internasional, seperti Chandrashekar yang dikenal sebagai sosok astrofisikawan dunia. Untuk menghormati Chandrashekar, Google mendadani logonya di 28 negara dengan ilustrasi tentang astronom ini.
Pada momen yang lain, tema yang lebih domestik (nasional) diangkat. Umpamanya, Google Doodle mengangkat figur Ki Hajar Dewantara saat peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei. Inilah cara Google, khususnya tim Google Doodle, yang diawaki saat ini oleh Ryan Germick dan timnya, mendekatkan diri dengan penggunanya di negara tertentu: membangun konteks dan lokalitas tema.
Oh ya, Google Doodle juga memunculkan sosok Raden Ajeng Kartini, walaupun gambaran wajahnya tidak mirip. Betapapun, semangat Google-man untuk selalu dekat dengan penggunanya dengan cara yang menyenangkan memang mengesankan. Ratusan media mengutip Google Doodle dan mengulas figur yang ditampilkan. Sungguh cerdik! (Foto: Kartini dalam Google Doodle) **
Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.