x

Iklan

maulidiana silmi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Strategi Islam dalam Pemberian Upah serta Hak Bagi Buruh

Artikel ini membahas mengenai pemberian upah dan hak buruh atau pekerja melalui sudut pandang Islam.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan orang lain. Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lingkup muamalah adalah berbisnis yang di dalamnya terdapat kegiatan upah-mengupah, yang dalam fiqh Islam disebut ujrah. Kerjasamanya disebut al-ijarah. Al-ijarah berasal dari kata “al-ujrah” atau “al-ajru” yang menurut bahasa berarti al ‘iwad (ganti), dengan kata lain imbalan yang diberikan sebagai upah atau ganti suatu perbuatan. Menurut istilah ijarah adalah perjanjian atau perikatan mengenai pemakaian atau pemungutan hasil dari manusia, benda atau binatang. Pada garis besarnya ij?rah terdiri atas dua pengertian, yaitu: pertama, pemberian imbalan karena mengambil manfaat. Kedua, pemberian akibat suatu pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang, seperti seorang pelayan. Pengertian pertama mengarah pada sewa-menyewa, sedangkan pengertian yang kedua lebih tertuju kepada upah mengupah.

Pengertian upah secara umum dapat ditemukan dalam Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1 ayat 30 yang berbunyi : ”Upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan.”

Dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan secara umum bahwa upah atau al ujrah adalah pembayaran atau imbalan yang wujudnya dapat bermacam-macam, yang dilakukan atau diberikan seseorang atau suatu kelembagaan atau instansi terhadap orang lain atas usaha, kerja dan prestasi kerja atau pelayanan yang telah dilakukannya. Pemberian upah (al ujrah) itu hendaknya berdasarkan akad (kontrak) perjanjian kerja, karena akan menimbulkan hubungan kerjasama antara pekerja dengan majikan atau pengusaha yang berisi hak-hak atas kewajiban masing-masing pihak. Hak dari pihak yang satu merupakan suatu kewajiban bagi pihak yang lainnya, adanya kewajiban yang utama bagi majikan adalah membayar upah. Jika tidak tercapai kesepakatan saat akad dalam hal mempercepat atau menangguhkan upah sekiranya upah dikaitkan dengan waktu tertentu maka wajib dipenuhi sesudah jatuh tempo. Misalnya, orang menyewa sebuah rumah selama satu bulan, setelah habis masa sewa ia wajib membayar uang sewa tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam sebuah bisnis kita memerlukan bantuan orang lain untuk mempermudah dan memperlancar bisnis yang dikelola. Oleh sebab itu muncullah istilah pekerja bagi orang yang bekerja untuk bisnis kita. Dengan adanya pekerja maka bisnis yang kita kelola dapat berkembang dan kita wajib memberikan upah atau gaji pada pekerja tersebut. Tidak hanya upah atau gaji saja yang kita berikan tetapi juga hak-hak apa saja yang berhak diterima oleh pekerja tersebut harus kita berikan.

Kelayakan upah. Batasan tentang upah itu merupakan suatu penerimaan sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah dan atau akan dilakukan, yang berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi, dinyatakan dan dinilai dalam bentuk uang yang telah ditetapkan menurut suatu persetujuan Undang-undang dan Peraturan-peraturan yang dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja.

Penetapan upah bagi tenaga kerja harus mencerminkan keadilan, dan mempertimbangkan berbagai aspek kehidupan. Sebagaimana di dalam al Qur’an juga dianjurkan untuk bersikap adil dengan menjelaskan keadilan itu sendiri. Upah yang diberikan kepada seseorang selain seharusnya sebanding dengan kegiatan-kegiatan yang telah dikeluarkan, seharusnya cukup juga bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan hidup yang wajar. Dalam hal ini baik karena perbedaan tingkat kebutuhan dan kemampuan seseorang ataupun karena faktor lingkungan dan sebagainnya.

Adil bagi Kedua Belah Pihak (Pengusaha dan Buruh) Sebagaimana dipaparkan di atas, Islam sangat menginginkan upah pekerja diberikan secara adil. Karena itulah Islam menetapkan pilihan untuk membatalkan akad (perjanjian) apabila jelas bahwa seorang pekerja ditipu dalam hal upahnya.

Tidak Menunda-nunda Pembayarannya Pengusaha (musta’jir) berkewajiban membayar upah kepada buruh yang telah selesai melaksanakan pekerjaannya. Entah itu secara harian, mingguan, bulanan, ataupun lainnya. Islam menganjurkan untuk mempercepat pembayaran upah saat pekerjaan itu sempurna atau diakhir pekerjaan sesuai kesepakatan, jangan ditunda-tunda. Jika diakhirkan tanpa ada udzur, maka termasuk bertindak zalim.

Upah diberikan berdasarkan jasa yang diberikan bukan berdasarkan tenaga yang diberikan. Seberapa berpengaruh jasa yang diberikan pada suatu perusahaan atau pelaku bisnis maka akan semakin besar upah yang akan diterika oleh pekerja.

Menurut pandangan Islam kemitraan atau kerjasama dalam berbisnis antara pengusaha dengan pekerja adalah hubungan kemitraan yang harusnya saling menguntungkan. Tidak boleh satu pihak menzalimi dan merasa dizalimi oleh pihak lainnya. Buruh tidak boleh dieksploitasi dengan semena-mena. Agar hubungan kemitraan atau kerjasama tersebut dapat berjalan dengan baik dan semua pihak yang terlibat saling diuntungkan, sehingga Islam mengaturnya secara jelas dan terperinci dengan hukum-hukum yang berhubungan dengan ijaratul ajir (kontrak kerja). Islam menegaskan bahwa transaksi ijarah yang masih kabur poin-poin kesepakatannya adalah transaksi yang fasad (rusak), diharapkan setiap pihak dapat memahami hak dan kewajiban mereka masing-masing, hal ini akan mampu mencegah kezaliman pengusaha  dalam mempekerjakan pekerja di luar jam kerjanya. Sedangkan upah sebenarnya merupakan nilai jasa (manfaat) yang diberikan oleh pengusaha kepada pekerja. Upah dalam pandangan Islam merupakan kesepakatan antara pekerja dan pengusaha. Standar yang digunakan untuk menetapkannya adalah manfaat tenaga yang diberikan atau jasa yang diberikannya pada pengusaha.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Asikin, Zainal. (1997). Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

G. Kartasaputra. (1994). Hukum Perburuhan Di Indonesia Berlandaskan Pancasila. Jakarta: Sinar Grafika.

http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1-2006-thoriqshol-1339-bab2_210-6.pdf

 

Ikuti tulisan menarik maulidiana silmi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler