Angka Inflasi, dari Mana dan Untuk Apa?

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tingkat Inflasi di bawah 10 persen masih wajar. Jika sudah di atasnya, maka sudah level bahaya bagi perekonomian suatu negara.

Angka Inflasi menjadi sangat sensitif dalam menjaga trend pertumbuhan ekonomi. Angka ini juga menjadi salah satu dasar pengambilan kebijakan Upah Minimum Regional (UMR) dan kenaikan gaji pegawai. Ambang bahaya inflasi adalah 10 persen. Oleh karena itu, Pemerintah membentuk Tim Pemantauan  dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

Dikutip dari website BPS, Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Jika inflasi meningkat, maka harga barang dan jasa di dalam negeri mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai mata uang. Dengan demikian, inflasi dapat juga diartikan sebagai penurunan nilai mata uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum.

BPS melakukan penghitungan angka inflasi setiap bulan yang didasarkan pada hasil Survei Harga Konsumen di 82 Kota yang terdiri dari 33 ibukota propinsi dan 49 kota-kota besar di seluruh Indonesia. Data hasil survei tersebut, dihasilkan Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK adalah indeks yang menghitung rata-rata perubahan harga dari suatu paket barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga dalam kurun waktu tertentu yang selanjutnya digunakan untuk mengukur tingkat inflasi. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang dan jasa.

IHK Indonesia dihitung dengan rumus Laspeyres termodifikasi. Dalam penghitungan rata-rata harga komoditas, ukuran yang digunakan adalah rata-rata aritmatik, tetapi untuk beberapa komoditas seperti beras, minyak goreng, bensin, dan sebagainya digunakan rata-rata geometri. Dalam menyusun IHK, data harga konsumen diperoleh dari 82 kota, mencakup antara 225 hingga 462 barang dan jasa yang dikelompokkan ke dalam tujuh kelompok. Beberapa pasar tradisional, pasar modern, dan outlet di setiap kota dipilih untuk mewakili harga-harga dalam kota tersebut. Data harga masing-masing komoditi diperoleh melalui wawancara langsung dari 3 atau 4 pedagang eceran, yang didatangi oleh petugas pengumpul data.

Penarikan sampel secara purposive digunakan untuk melakukan pemilihan kota, pasar, outlet, responden, komoditas dan kualitas dalam penghitungan IHK  (yang paling dominan).

Frekuensi pengumpulan data harga berbeda antara satu komoditas dan komoditas lainnya, tergantung karakteristik masing-masing komoditas, sebagai berikut: Pengumpulan data harga beras dilakukan secara harian di Jakarta, dan mingguan di kota-kota lainnya. Beberapa komoditas yang termasuk ke dalam kebutuhan pokok, data harga dikumpulkan setiap minggu pada hari Senin dan Selasa. Untuk beberapa komoditas bahan makanan, data harga dikumpulkan setiap dua minggu sekali, hari Rabu dan Kamis pada minggu pertama dan ketiga. Untuk komoditas bahan makanan lainnya, makanan yang diproses, minuman, rokok dan tembakau, data harga dikumpulkan bulanan pada hari Selasa menjelang pertengahan bulan selama tiga hari (Selasa, Rabu, dan Kamis).

Data harga untuk barang-barang tahan lama dikumpulkan secara bulanan pada hari ke-5 sampai hari ke-15. Data harga jasa-jasa dikumpulkan bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10. Data harga sewa rumah dikumpulkan bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10. Upah baby sitter dan pembantu rumah tangga diamati bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10. Data yang berhubungan dengan biaya pendidikan dikumpulkan bulanan pada hari ke-1 sampai hari ke-10.

Data inflasi sangat penting bagi pemerintah baik pusat maupun daerah untuk membuat kebijakan yang menyangkut pengendalian harga, tarip, subsidi, dan rencana pengadaan barang. Selain itu, pemerintah menggunakan data ini sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dalam kebijakan fiskal dan moneter, indeksasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pemerintah membentuk Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang ujungnya diharapkan mampu menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.(*)

Bagikan Artikel Ini
img-content
Muhammad Aliem

Pegawai BPS Kab.Barru

0 Pengikut

img-content

Kisruh Data dan Minimnya LIterasi Statistik

Senin, 11 November 2019 20:09 WIB
img-content

Komunikasi Politik Presiden dalam Memilih Menteri

Selasa, 22 Oktober 2019 19:30 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler