Bagian kedua
Bergulirnya kasus korupsi demi korupsi. Menjadikan pemerintahan Kabinet Indonesia Kerja disandera dan tersandera. Disandera oleh perbuatan politisi dari Koalisi Indonesia Hebat. Yang terdiri dari PDI P, PKB, Nasdem, Hanura dan Golkar beserta PPP.
KPK sebagai lembaga anti ruswah, telah melakukan tugas penindakan. Berdasarkan rilis beberapa media. Pemecah rekor pelaku pencuri uang negara adalah politisi dari partai PDI P dengan jumlah 9.
Ini baru soal kasus personal dengan berbagai proyek infrastruktur dan proyek yang semuanya dicita-citakan sebagi wujud nawa cita dan melakukan revolusi mental.
Ir. Bung karno yang sering diambil gambarnya sebagai ‘panduan moral’ sekaligus ‘simbol’ berkesan sebagai ‘berhala’ tak bermakna, garing dari sisi implementasi ideologi Pancasila.
Sedangkan Pancasila sebagai satu kesatuan nilai-nilai menjadi keropos dalam diri politisi dan segenap pengurus. Pada nyatanya Ketua Umum adalah anak sang ideolog yakni Megawati Soekarno Putri.
Pada sisi pemerintahan perbuatan korupsi massal antara eksekutif dengan legislatif seperti kasus korupsi Bupati Malang dengan 44 orang anggota DPRD Malang.
Kasus terbaru tentang keluarga Presiden Republik Indonesia Jokowi. Bertugas sebagai staf khusu Bakamla. Secara politik ia bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P). Kasus ini bermula dari kesaksian Fayakhun Andriadi, politisi dari Pargai Golongan Karya (Golkar).
Korupsi antara eksekutif dan pengusaha seperti kasus Bupati Kabupaten Bekasi dan beberapa kepala Dinas dengan pegusaha properti Grub Lippo pada proyek Meikarta. Beberapa pakar memberikan argumen hal ini bisa menjadi kasus Korupsi Korporasi.
Korupsi Massal dan Korupsi Korporasi bagian yang tak terpisahkan dari ‘tersandra’. Penyandraan efektifitas pemerintahan dibawah kepemimpinan Ir. Jokowi dan Yusuf Kalla. Wibawa dan legality pemimpin dibidang pencegahan perilaku korupsi dan perbuatan korupsi menjadi minus. Seperti laporan keuangan PLN, Pertamina yang mengalami kerugian operasional.
Menyisakan banjir kritik dekonstruksi budaya bangsa unggul dan longsor ketidakpercayaan rakyat akibat perbuatan culas kejahatan kerah putih dan ketamakan kaum borjuis hedonis. Istilah yang sering digunakan oleh organisasi perlawanan kapitalisme.
Sebelumnya, tersandra berasal dari penambahan hutang pembiayaan infrastruktur, penanggulangan bencana Lombak, Palu, Giri dan Donggala. Kemudian dilanjutkan dengan impor demi impor bahan pangan.
Yang paling menyandra perhatian publik adalah polemik kebijakan impor beras dan termasuk impor coklat. Soal siapa yang benar dan bertanggungjawab sampai saat ini pun belum ada keberanian dari beberapa menteri mengakui kesalahan dan permintaan maaf terhadap pemegang kedaulatan bangsa dan negara, yakni rakyat Indonesia.
Pemberitaan terakhir Buwas ‘dihambuskan’ ke Pramuka. Bagian dari ‘mendinginkan’ kasus polemik impor beras dan kebijakan lainnya yang dilakukan oleh menteri perdagangan.
Masa bekerja Pemerintahan sekarang tinggal 1 tahun menjelang serah terima kekuasaan hasil Pemilu 2019. Pekerjaan ‘double job’ dalam turbulensi politik transaksional adalah nikmat sekaligus laknat.
Meminjam istilah istidraj, maka akhir periode pemerintahan mesti melakukan ‘taubat kebijakan’ dan kembali untuk bersaksi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ bukan ucapan lisan yang tak bertulang.
Ikuti tulisan menarik Bujaswa Naras lainnya di sini.